Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) telah melantik tiga anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada Senin, 8 Januari 2024. Pelantikan tersebut terlaksana di Aula Gedung II MK. Anggota yang dilantik adalah I Dewa Gede Palguna, Yuliandri, dan Ridwan Mansyur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MKMK akan menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pengawas lembaga peradilan itu dan menyelesaikan persoalan etik para hakim konstitusi. Periodenya selama satu tahun mulai dari 8 Januari hingga 31 Desember 2024. Apa saja tugas MKMK?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Merujuk Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, MKMK adalah perangkat yang dibentuk MK untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, dan martabat. Selain itu, MKMK dibentuk untuk menjaga Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.
MKMK dibentuk dengan tujuan untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat serta Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.
Sementara itu, wewenang MKMK ada empat poin. Pertama, MKMK berwenang menjaga keluhuran martabat dan kehormatan MK. Kedua, MKMK juga berwenang memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.
Ketiga, dugaan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi dapat diperiksa dan diputus paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja. Keempat, Dalam hal jangka waktu 30 (tiga puluh puluh) hari belum selesai pemeriksaannya, dapat diperpanjang paling lama 15 (lima belas) hari kerja berikutnya.
Dalam kasus Putusan MK 90/PUU-XII/2023 tentang batas usia capres cawapres yang kemudian berhasil meloloskan Gibran sebagai cawapres Prabowo Subianto. MKMK tidak memiliki wewenang untuk membatalkan, hanya berhak memutuskan etis atau tidaknya pimpinan konstitusi.
Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Law and Democracy Studies, Juhaidy Rizaldy Roringkon, dalam konsep peradilan etik atau court of ethics sejatinya untuk menjaga dan menegakkan kehormatan dan keluhuran hakim. Selain itu, kata dia, peradilan etik tidak semata-mata untuk menghukum hakim, apalagi berbicara tentang hakim konstitusi yang kedudukannya diatur secara khusus dalam UU MK.
“Putusan MK itu bersifat final dan mengikat, maka tidak ada upaya lain yang dapat ditempuh. Tidak ada satu pranata hukum satu pun untuk membatalkan suatu Putusan MK," ujar Juhaidy.pada Rabu, 1 November 2023.
Frasa “putusannya bersifat final”, kata dia, menegaskan bahwa sifat putusan MK adalah langsung dapat dilaksanakan. Sebab, proses peradilan MK merupakan proses peradilan yang pertama dan terakhir. Dengan kata lain, kata Juhaidy, tidak ada lagi forum peradilan yang dapat ditempuh dan tidak ada peluang untuk mengajukan upaya hukum dan upaya hukum luar biasa. Jadi MKMK tidak memiliki wewenang untuk membatalkan Putusan MK 90/PUU-XII/2023.
ANANDA RIDHO SULISTYA | ADIL AL HASAN | ADE RIDWAN YANDWIPUTRA