Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Pers Asing: Ada Cerita Putri Salju

Pemberitaan surat kabar The New York Times tentang penyuapan pejabat Indonesia jangan langsung dianggap negatif. Lebih baik introspeksi & selidiki dulu. Kalau ternyata tak benar tuntut ke pengadilan.

30 April 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MAYOR Jenderal Suharjono, Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi, dalam keterangannya kepada pers telah menantang surat kabar The New York Times untuk menyebutkan lebih lanjut nama-nama pejabat Indonesia yang diberitakan tersangkut dalam soal penyuapan dan kickback dari Hughes Aircraft Corporation, dalam hubungan pembelian perlengkapan satelit Palapa. Dalam pernyataan persnya itu Jenderal Suharjono juga mengatakan, bahwa karena berita yang dimuat suratkabar Amerika itu dia telah banyak menghabiskan waktunya yang berharga memikirkan hal itu, dan perhatiannya teralihkan dari persiapan dan perencanaan peluncuran Palapa II. Kalau Menteri Perhubungan Emil Salim mengatakan bahwa persoalan ini harus dihadapi dengan "kepala dingin", maka Domo Pranoto, wakil juru bicara DPR, dalam wawancaranya dengan pers mengatakan tidak heran lagi akan pemberitaan The New York Times. Dikatakannya bahwa ada kemungkinan motip politik di belakang pemberitaan itu (tapi Domo Pranoto tidak bersedia menjelaskannya secara terperinci). Dikatakannya pula, mungkin ada hubungan antar pemberitaan Newsweek, suratkabar The New York Times dan tuntutan sipil atas diri Ibnu Sutowo di sebuah pengadilan di New York. Memang apa yang dikatakan kebebasan pers di Indonesia ("bebas tapi bertanggung jawab"), lain dengan kebebaan pers di Amerika Serikat. Misalnya saja wartawan dan reporter di Amerika tidak usah takut-takut kalau pemberitaannya akan menyinggung "perasaan seseorang atau "kestabilan politik", kata "menghambat pembangunan nasional. Fungsi pers di Amerika seringkali dikatakan secara singkat dan populer as a wacthdog atau sebagai adversary dari pemerintah (walaupun dalam berita penyogokan Palapa rupa-rupanya The New York Times tidak pilih bulu, apa itu pemerintahnya sendiri atau pemerinaht orang lain). Dengan berfungsi sebagai watchdog atau adversary itu, pers di Amerika mencoba mencari dan mengorek-ngorek ketidak-beresan yang terjadi di pemerintahan dan di masyarakat atau dengn kata lain mencoba menegakkan kebenaran (the truth, bukan versi vested interest atau versi "resmi"). Reporter-reporter muda Woodward dan Bernstein dari The Washington Post begitu gigih dalam investigative reporting mereka bukan dengan tujuan untuk "menjatuhkan" Presiden Nixon. Tapi untuk mencari siapa-siapa sebenarnya yang berada di belakang layar pembongkaran kantor Partai Demokrat di komplek apartemen Watergate. Bahwa hasil penyelidikan mereka itu akhirnya membuat Nixon mengambil keputusan mengundurkan diri (dan bukannya Woodward dan Bernstein yang mengundurkan diri atau "diundurkan") adalah contoh dari tradisi kebebasan pers di Amerika. Dan secara tidak langsung Nixondengan pengunduran dirinya itu mengakui kesalahannya menyalahgunakan kekuasaan dan tentu lebih baik mengundurkan diri secara terhormat dan menerima pensiun penuh, daripada dipecat Kongres dan tidak dapat apa-apa. Hanyalah dengan pardon dari Presiden Ford pengusutan lebih lanjut terhadap Nixon dihentikan, jadilah dia pensiun di San Clemente dan bukannya di San Quentin. Balik kepada persoalan pemberitaan penyuapan yang dimuat The New York Times, saya kira terlalu berlebih-lebihan kalau setiap berita mengenai pejabat-pejabat Indonesia di pers luar negeri yang dianggap "negatif", langsung dianggap tidak benar dan dikomentari: "Ah, ini tentu ada motif politiknya". Apakah tidak lebih baik diadakan introspeksi dan diselidiki sendiri lebih dulu apa yang dikatakan itu benar atau tidak. Di Jepang misalnya, berita skandal Lockheed yang dimulai di pers Amerika dilanjutkan oleh pemerintah Jepang sendiri, sampai membuat Tanaka dipenjarakan. Suratkabar The New York Times walaupun punya motto "all the news that fit to print" dan biasanya hanya membuat berita atas dasar fakta yang kuat, tidak luput dari kemungkinar. membuat kesalahan. Dan kalau ternyata berita mengenai penyuapan-penyuapan pejabat-pejabat Indonesia tadi ternyata tidak benar dan hanya "bermotif politik" belaka, tuntutlah suratkahar ini di depan pengadilan atas dasar slander atau defamation. Ini tidak sulit dilakukan. Hubungi saja kantor pengacara (lebih baik yang terkenal dan punya reputasi menang) di New York misalnya, dan selanjutnya serahkan saja ke tangan mereka untuk mengumpulkan bukti-bukti penuntutan. Dan ada baiknya kalau penuntutan tadi tidak hanya terbatas pada suratkabar The New York Times. Karena majalah bulanan Harper's dalam edisinya bulan Desember 1976 telah memuat satu artikel dengan judul The Business of Buying Friends oleh Jim Hougan, seorang contributing editor majalah tersebut. Tapi janganlah hendaknya kita hanya mampu memberikan reaksi yang simplisistis dan emosionil, seperti sang Ratu dalam cerita kanak-kanak si Puteri Salju: Oh, mirror, mirror on the wall Who is the fairest of them all? Dan berkepinglah sang cermin, setelah memberikan jawaban: Snow White my Queen. Jawaban yang bermotif politik? A. MUCHLIS ALIMIN 100 Hitt St Columbia, Mo. 65201.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus