Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tiga berita terpopuler kanal hukum pada Jumat pagi ini dimulai dari pakar psikologi forensik sebut saksi Aep dalam kasus Pegi Setiawan diduga melakukan false confession. Saudaranya mengatakan Aep seharusnya tidak bisa disebut saksi kunci, karena ia hanya melihat saat kelompok itu mengejar Vina dan Eky dan menimpukinya dengan batu.
Berita terpopuler berikutnya adalah rencana penggunaan lahan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) usai mengosongkan kantor Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) di Jalan Hang Jebat, Jakarta Selatan. Pengosongan menimbulkan polemik karena PKBI masih mengajukan peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung.
Berita terpopuler ketiga adalah Syahrul Yasin Limpo menyampaikan ucapan terima kasih kepada Presiden Joko Widodo alias Jokowi, yang telah mempercayakan jabatan Menteri Pertanian di Kabinet Indonesia Maju. Usai divonis 10 tahun penjara dalam perkara korupsi di Kementan, pria yang biasa dipanggil SYL ini juga minta maaf kepada Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh.
Berikut 3 berita terpopuler kanal hukum pada Jumat, 12 Juli 2024:
1. Pakar Psikologi Forensik Sebut Saksi Aep dalam Kasus Pegi Setiawan Diduga Lakukan False Confession
Sosok Aep kembali disorot pasca status tersangka Pegi Setiawan atas kasus pembunuhan Vina Cirebon gugur melalui putusan praperadilan di Pengadilan Negeri atau PN Bandung pada Senin, 8 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aep merupakan saksi dari kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon pada 27 Agustus 2016. Dalam pemeriksaan oleh tim penyidik Polda Jawa Barat di Polsek Cikarang Utara pada 22 Mei lalu, Aep mengaku melihat Pegi Setiawan di tempat kejadian perkara (TKP). Saat peristiwa berlangsung, Aep mengatakan tengah berada di sebuah warung dekat lokasi kejadian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut keterangan dari saudara Aep yang enggan disebutkan namanya, dilansir dari Tempo, terhadap Aep pernah dilakukan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di Polres Cirebon Kota, sekitar tanggal 29 atau 30 Agustus 2016.
"Aep pernah cerita kalau dulu pernah di BAP, makanya polisi tahu dia itu saksi kasus ini karena dulu ya pernah di-BAP," kata saudara Aep, saat ditemui Tempo di kawasan Cikarang Utara, Kamis, 30 Mei 2024 lalu.
Dia juga mengungkapkan, Aep bekerja di sebuah bengkel yang berada di Cirebon, tepatnya di depan SMP 11 Cirebon Kota, selama 5 tahun. Ia enggan memberi tahu waktu pasti sejak Aep bekerja di sebuah bengkel di Cirebon
Kesaksian Aep
Aep sering melihat segerombol pria berjumlah 8 orang, sering nongkrong di depan SMP 11 Cirebon. "Dari sore sampe malam, 8 orang nongkrong aja disitu, dan orangnya itu-itu aja, enggak pernah ada nambah personel lain," jelas saudara Aep. Meski tidak tahu nama 8 pria yang sering nongkrong di depan SMP 11 Cirebon, Aep hafal dengan seluruh wajah seluruh orang itu.
Akvitas kelompok itu, kata saudara dari Aep, seperti diceritakan Aep, tidak ada aktivitas anggota geng motor, karena hanya kumpul biasa. Namun, pada malam itu, saat Eky dan Vina melintas di depan SMP 11 Cirebon, Vina menggunakan jaket salah satu kelompok geng motor.
"Jadi waktu malam itu jam 10-an lewat, itu Aep lihat, korban (Eky dan Vina) boncengan berduaan pakai motor, nah si cewenya (Vina) pake jaket salah satu anggota geng lah, udah habis itu mereka dikejar pake 4 motor, semua boncengan dan korban di situ ditimpukin pake batu," kata dia.
Kesaksian Aep hanya sampai pada korban dipukuli menggunakan batu, setelahnya ia tidak mengetahui.
Saudara dari Aep ini juga mengatakan bahwa Aep seharusnya tidak bisa disebut saksi kunci, karena ia hanya melihat saat para kelompok itu mengejar Vina dan Eky. "Kalau saksi kunci kan dia tahu semuanya, ini Aep cuma lihat korban dikejar aja dan ditimpukin batu," ujarnya.
Saat ini, status tersangka Pegi Setiawan atas kasus pembunuhan Vina Cirebon dicabut melalui putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Bandung pada Senin, 8 Juli 2024.
Hakim tunggal, Eman Sulaeman, yang memimpin jalannya persidangan menyatakan penetapan Pegi sebagai tersangka tidak sah secara hukum. "Permohonan dari pemohon praperadilan seluruhnya dikabulkan," kata Eman saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri Bandung, pada Senin, 8 Juli 2024.
Merespons putusan tersebut, pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menilai Aep perlu diproses hukum. “Keterangannya, sebagaimana perspektif saya selama ini, adalah barang yang paling merusak pengungkapan fakta,” ujarnya ketika dihubungi, Selasa, 9 Juli 2024.
Menurut dia, Aep diduga memberikan keterangan palsu atau false confession. “Persoalannya, keterangan palsu Aep itu datang dari mana? Dari dirinya sendiri ataukah dari pengaruh eksternal? Jika dari pihak eksternal, siapakah pihak itu?” kata Reza.
Selanjutnya rencana Kemenkes usai kosongkan kantor PKBI di Hang Jebat...
2. Usai Kosongkan Kantor PKBI, Ini Rencana Kemenkes
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan rencana penggunaan lahan usai mengosongkan kantor Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) di Jalan Hang Jebat, Jakarta Selatan. Pengosongan kantor PKBI itu sempat menimbulkan polemik.
Tenaga Ahli Bidang Hukum Kemenkes Misyal Achmad mengatakan aset tersebut akan digunakan untuk kepentingan masyarakat. "Kami akan bangun untuk menunjang kinerja Kementerian Kesehatan," kata dia saat ditemui Tempo di kantor Ditjen Tenaga Kesehatan, Jakarta Selatan pada Rabu, 10 Juli 2024.
Namun, dia tak membeberkan lebih gamblang ihwal penggunaan aset tersebut. Misyal menuturkan aset yang menjadi sengketa dengan PKBI adalah milik Kementerian Kesehatan. Ini berdasarkan sertifikat tanah milik Kemenkes.
Selama ini Kemenkes tak bisa menggunakan aset itu secara produktif. Padahal Kementerian Kesehatan yang bertanggung jawab.
"Makanya sekarang di era Pak Menteri ini (Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin), Pak Menteri banyak melakukan penertiban terhadap aset-aset milik Kementerian Kesehatan," ujar Misyal.
Pengosongan kantor Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) di Hang Jebat, Jakarta Selatan pada Rabu, 10 Juli 2024. Pihak PKBI menuding eksekusi dilakukan secara paksa. TEMPO/Amelia Rahima Sari
Sebelumnya, PKBI dalam keterangan resminya menyatakan ada penggusuran paksa di kantor mereka. Ini dilakukan oleh aparat gabungan yang terdiri dari Satpol PP, Polri, hingga TNI.
Pantauan Tempo di lokasi, Rabu pagi sekitar pukul 09.00, empat buah truk parkir di halaman kantor PKBI. Berbagai perabotan, mulai dari meja, kursi, hingga kasur dari kantor PKBI dipindahkan ke truk itu.
Setelah penuh, truk berlalu satu demi satu. Beberapa saat kemudian, datang truk berikutnya. Secara total, ada sekitar 15 truk yang datang untuk mengangkut barang-barang PKBI.
Puluhan aparat dengan seragam berbeda tampak menyaksikan proses pemindahan tersebut. Sebagian dari mereka duduk di trotoar di seberang jalan kantor PKBI, sisanya berada di area halaman.
Direktur Eksekutif PKBI Eko Maryadi mengatakan sudah mendapatkan informasi eksekusi sejak malam sebelumnya. "Saya tidak mengira mereka mempersiapkan proses penggusuran dan pengusiran sedemikian masif," kata Eko saat ditemui Tempo di kantor PKBI, Jakarta Selatan.
Dia menjelaskan sejak pukul 07.00 ratusan aparat mendatangi kantor PKBI yang terletak di Jalan Hang Jebat ini. Eko dan rekan-rekannya lalu mencoba bernegosiasi dengan perwakilan Kemenkes, serta Pemerintah Kota Jakarta Selatan yang turut hadir.
"Tapi semuanya menganggap bahwa ini masalah hukum sudah selesai, hari ini kami diperintahkan melakukan eksekusi," tutur Eko.
Dia pun mempertanyakan jalannya eksekusi ini. Sebab, tidak ada surat eksekusi dari pengadilan. Apalagi PKBI masih mengajukan peninjauan kembali atau PK di Mahkamah Agung. Selain itu, putusan pengadilan di berbagai tingkatan adalah non-executable atau tidak bisa dieksekusi.
"Bahwa tanah ini milik negara, iya. Bahwa tanah ini dikuasai sertifikat hak pakainya oleh Kemenkes, iya. Tapi PKBI sudah menempati ini dari tahun 1970," ucap Eko.
Dia menuturkan PKBI memiliki hak penggunaan tanah berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DCI Djakarta tanggal 25 April 1970 Nomor Ad.7/2/34/70. Eko pun meminta pihak Kemenkes membawa surat keputusan eksekusi dari pengadilan, baru PKBI akan pindah dengan sukarela. "Tapi jangan seperti ini, jangan kami digeruduk kayak maling, kami bukan maling, kami penghuni sah," tutur Eko.
Selanjutnya Syahrul Yasin Limpo divonis 10 tahun penjara, ini pesannya untuk Jokowi dan Surya Paloh...
3. Divonis 10 Tahun Penjara, Syahrul Yasin Limpo Berikan Pesan Ke Jokowi dan Surya Paloh
Syahrul Yasin Limpo menyampaikan ucapan terima kasih kepada Presiden Joko Widodo yang telah mempercayakan jabatan Menteri Pertanian di Kabinet Indonesia Maju. Tidak hanya Jokowi, pria yang biasa dipanggil SYL ini juga menyampaikan hal senada kepada Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh.
Ucapan terima kasih itu disampaikan Yasin Limpo seusai menjalani sidang putusan atas perkara pemerasan di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan). "Izinkan saya menyampaikan terima kasih saya kepada Joko Widodo selaku Presiden yang menunjuk saya sebagai menteri," kata dia di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat pada Kamis, 11 Juli 2024.
Dalam kesempatan itu, SYL mengklaim telah melaksanakan diskresi presiden dan berhasil mengendalikan harga bahan pangan se-Indonesia. Dia juga membanggakan capaiannya selama menjabat sebagai Menteri Pertanian, yakni mendapat 71 penghargaan.
Kepada awak media, Syahrul Yasin Limpo mengatakan bahwa vonis 10 tahun pidana penjara dan denda Rp 300 juta yang diterimanya merupakan konsekuensi atas suatu kebijakan yang dibuatnya. "Ini adalah tanggung jawab kepemimpinan saya," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, ia pun berharap kepada seluruh menteri dan pejabat negara untuk tidak takut mengambil kebijakan yang diyakini baik untuk kepentingan bangsa. "Mudah-mudahan tidak ada pejabat yang takut mengambil kebijakan untuk kepentingan rakyat dan bangsa hanya karena persoalan saya," kata dia.
Kepada Surya Paloh, SYL menyampaikan rasa terima kasihnya karena telah mengajarkannya perihal masalah kebangsaan. Di sisi lain, dia pun menyampaikan permintaan maaf karena terjerat kasus hukum saat ini. "Surya Paloh sangat konsisten dengan partai untuk mengatakan bela rakyat, bela bangsa kalau saya harus terpenjara atas nama itu semua, saya minta maaf," ucapnya.
Pilihan Editor: Pemuda Skizofrenia Divonis 16 Tahun Bui, Kuasa Hukum Bakal Laporkan Hakim Pengadilan Jakarta Barat ke MA