Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Top Nasional: Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Gelar Rapat Perdana dan Kasus Lukas Enembe

Berita yang menarik perhatian pembaca hingga pagi ini di antaranya Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat di masa lalu mulai rapat perdana di Surabaya

26 September 2022 | 08.37 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menkopolhukam Mahfud MD (tengah) didampingi Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (kiri) dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana (kanan) menyampaikan keterangan pers terkait kasus korupsi di Papua, di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Senin, 19 September 2022. Menkopolhukam menghimbau kepada Gubernur Papua Lukas Enembe untuk kooperatif dalam mengikuti proses pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi yang melibatkan dirinya serta menegaskan hal tersebut tidak terkait dengan unsur-unsur politis. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Berita yang menarik perhatian pembaca hingga pagi ini di antaranya Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat di masa lalu memulai rapat perdana di Surabaya, Jawa Timur pada Ahad, 25 September 2022. Kemudian, Tokoh agama Papua Pendeta Alberth Yoku yakin Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK bertindak profesional dalam penanganan kasus Gubernur Papua Lukas Enembe. Berikut ringkasannya:

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

1. Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat di masa lalu gelar rapat perdana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat di masa lalu memulai rapat perdana di Surabaya, Jawa Timur pada Ahad, 25 September 2022.

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan atau Menkopolhukan Mahfud Md mengatakan, tim ini tim ini dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi yang Berat Masa Lalu.

"Nama timnya PPHAM. Bertugas menyelesaikan secara nonyudisial pelanggaran HAM berat di masa lalu sebagai perwujudan tanggung jawab moral, politik kebangsaan, guna mengakhiri luka bangsa demi terciptanya kerukunan berbangsa dan bernegara," kata Mahfud MD kepada wartawan usai memimpin rapat perdana tersebut.

Menurut dia, latar belakang dibentuknya tim ini karena Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM mengalami kesulitan memproses perkara-perkaranya melalui mekanisme yudisial.

Mahfud mengatakan, lembaga yang memiliki wewenang menentukan pelanggaran HAM berat hanya Komnas HAM, yaitu melalui proses penyelidikan dan keputusan sidang pleno.

"Komnas HAM menyatakan saat ini tersisa 13 pelanggaran HAM berat. Sebanyak sembilan kasus terjadi sebelum dibuat UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Selain itu, empat kasus terjadi setelah keluarnya UU Nomor 26 Tahun 2000," ujar dia.

9 Kasus Pelanggaran HAM Sebelum Terbit UU Nomor 26 Tahun 2000

Mahfud mengatakan, terdapat beberapa kasus yang telah diajukan Komnas HAM melalui mekanisme yudisial. Dua di antaranya kejadian HAM berat yang terjadi sebelum diterbitkan UU Nomor 26 Tahun 2000, yaitu pascajajak pendapat di Timor Timur dan peristiwa Tanjung Priok.

Satu lagi kejadian HAM berat yang sudah disidangkan ke pengadilan terjadi setelah diterbitkan UU Nomor 26 Tahun 2000, yaitu peristiwa Abepura.

"Terhadap sembilan kasus pelanggaran HAM yang terjadi sebelum diterbitkan UU Nomor 26 Tahun 2000 dan telah diselidiki Komnas HAM sampai sekarang masih menunggu proses pembentukan pengadilan HAM ad hoc. Sedangkan empat kasus yang terjadi setelah diterbitkan UU Nomor 26 Tahun 2000, masih sedang diproses untuk diselesaikan melalui Pengadilan HAM yang permanen," kata dia.

Selain itu, lanjut Mahfud, penyelesaian melalui mekanisme yudisial menggunakan UU Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Saat ini sedang dilakukan pengajuan rancangan UU KKR yang baru.

"Maka sambil menunggu UU KKR yang baru, dikeluarkan Kepres Nomor 17 Tahun 2022 tentang pembentukan tim penyelesaian non yudisial pelanggaran ham berat di masa lalu, atau disebut Tim PPHAM," ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini.

Mahfud menegaskan, pembentukan Tim PPHAM ini tidak ada kaitan dengan politik kekinian.

"Ini murni tugas negara yang berkesinambungan dan tetap harus kita lanjutkan siapa pun pemerintahnya. Karena upaya pembentukannya telah melalui serangkaian panjang yang dimulai sejak 2007," ujar dia.

Masa kerja Tim PPHAM terhitung sejak diterbitkan Kepres Nomor 17 Tahun 2022 hingga terakhir 31 Desember 2022.

Ketua Tim PPHAM Makarim Wibisono mengatakan, hasil rapat perdana di Surabaya akan mengawali tugasnya dengan mempelajari sebanyak 13 kasus pelanggaran berat HAM di masa lalu, sebagaimana telah ditetapkan Komnas HAM.

"Insya Allah dalam waktu dekat kami sudah mulai melakukan pengkajian-pengkajian dan bertemu muka dengan para korban dan tokoh-tokoh yang terlibat. Kami juga telah mengagendakan focus group discussion di beberapa tempat wilayah Tanah Air," kata Makarim.

2. Tokoh Agama Papua Yakin KPK Profesional Tangani Kasus Lukas Enembe


Tokoh agama Papua Pendeta Alberth Yoku yakin Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK bertindak profesional dalam penanganan kasus Gubernur Papua Lukas Enembe. Hal itu telah diperlihatkan KPK saat menindak para bupati di wilayah Papua yang pernah terlibat korupsi.

Sebab itu, tokoh Gereja Kristen Indonesia di Tanah Papua itu meminta masyarakat tidak melakukan provokasi dalam bentuk apa pun dalam kasus Lukas Enembe.

"Masyarakat tidak boleh melakukan provokasi dalam bentuk apa pun saat proses hukum sedang berjalan," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Ahad, 25 September 2022.

Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Jayapura itu menegaskan tindak pidana korupsi yang disangkakan kepada Gubernur Papua merupakan tanggung jawab pribadi LE.

“Setiap pejabat negara sudah melakukan sumpah jabatan pada saat ia dilantik. Maka dalam menjalankan pekerjaan, ia harus ingat dengan Tuhan dan wajib mengikuti peraturan dalam undang-undang yang berlaku di NKRI,” katanya menegaskan.

Dia meminta agar setiap tokoh masyarakat harus mempunyai sikap profesional dan mempertanggungjawabkan tindakan mereka secara kooperatif.

Masyarakat Harus Tenang

Pendeta Alberth meminta para tokoh-tokoh Papua diminta menghormati keputusan hukum dan tidak boleh melakukan intervensi agar nantinya tidak menimbulkan kesalahan yang memberatkan gubernur maupun menimbulkan polemik lainnya.

“Masyarakat harus tenang dan mendukung proses hukum berlaku yang benar, adil, jujur, dan terbuka untuk kepentingan negara,” kata Pendeta Alberth.

Gubernur Lukas Enembe telah ditetapkan sebagai tersangka gratifikasi sebesar Rp 1 miliar oleh KPK. Namun KPK kesulitan melakukan pemeriksaan terhadap Lukas.

KPK mengaku telah mengirimkan surat panggilan pemeriksaan yang kedua kepada Lukas Enembe untuk diperiksa sebagai tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin, 26 September 2022.

"Iya, informasi yang kami peroleh, benar surat panggilan sebagai tersangka sudah dikirimkan tim penyidik KPK. Pemeriksaan diagendakan Senin, 26 September 2022, di Gedung Merah Putih KPK," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Kamis, 22 September 2022.

Kuasa hukum Lukas Enembe, Aloysius Renwarin membenarkan kliennya telah menerima surat panggilan kedua dari KPK.

"Sudah, panggilannya sudah diterima tanggal 26 (September 2022)," ucap Renwarin dalam keterangannya pada Rabu, 21 September 2022.

Kendati demikian, dia belum bisa memastikan lebih lanjut apakah kliennya akan menghadiri panggilan tersebut atau tidak. Menurutnya, Lukas Enembe masih sakit.

Baca: KPK Kembali Panggil Lukas Enembe Hari Ini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus