MAHASISWA berkelahi di kampus, itu urusan rektor. Tapi bila mereka berantem sembari membakar kampus sendiri, urusannya bisa sampai ke pengadilan. Inilah yang ditanggung tujuh mahasiswa semester terakhir Universitas Hasanuddin, Ujungpandang. Pekan-pekan ini, mereka duduk di kursi terdakwa di pengadilan setempat, dengan dakwaan membakar kampus termegah se-Indonesia Timur itu, September tahun silam. Peristiwa ini kemudian dikenal sebagai insiden ''Kampus Merah''. Muhammad Faisal Silenang, 26 tahun, mahasiswa Fakultas Hukum, divonis 3 tahun 6 bulan, Selasa pekan silam. Dua hari kemudian, Abdul Munir, 24 tahun, dan Muhammad Ilham, 24 tahun, keduanya mahasiswa Fakultas Ekonomi, kena hukuman masing-masing 3 tahun penjara. Sisanya bakal divonis dalam hari-hari ini. ''Perbuatan mereka bisa menjatuhkan wibawa perguruan tinggi, khususnya Unhas. Juga dapat memberi preseden yang buruk bagi dunia kemahasiswaan,'' ujar Ketua Majelis Hakim B.E.D. Siregar. Pembakaran kampus itu ekor kericuhan perpeloncoan mahasiswa baru (TEMPO, 12 September 1992). Ketika itu, September tahun silam, peserta masa orientasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) berbaris apel penutup di muka gedung rektorat. Tiba-tiba datang serombongan mahasiswa Fakultas Teknik. Seperti biasa, dalam perpeloncoan itu mereka suka menjaili. Mahasiswa senior Fisipol rupanya tersinggung terhadap ulah mereka. Dari bentrokan mulut, lalu meruyak menjadi adu jotos keroyokan. Beberapa mahasiswa dari fakultas lain, yang konon memendam kekesalan terhadap Fakultas Teknik, pun nimbrung. Merasa terdesak, mahasiswa Fakultas Teknik mundur ke gedung fakultasnya. Perkelahian berat sebelah melibatkan sekitar 1.000 mahasiswa itu berlangsung hingga menjelang subuh. Batu, genting, bahkan botol bensin bersumbu dilemparkan. Ruang kuliah, ruang dosen, ruang senat mahasiswa, juga studio Jurusan Arsitektur berantakan. Kerusuhan reda setelah petugas keamanan datang. Tatkala kampus lengang, sekitar pukul 6.00, api membara dari laboratorium Jurusan Perkapalan. Isi laboratorium yang dibangun dengan pinjaman Asian Development Bank itu musnah berikut sejumlah hasil penelitian. ''Unhas menderita kerugian Rp 400 juta rupiah lebih,'' kata Rektor Basri Hasanuddin dalam kesaksian tertulisnya. Rektor menskors tanpa batas seorang mahasiswa Fakultas Teknik, Jein Sitompul, yang dituding biang keonaran. Sementara itu, polisi mulai menangkap mahasiswa yang dituduh sebagai pelaku pembakaran. Hasilnya, tujuh mahasiswa itulah yang diajukan ke persidangan yang digelar secara maraton sejak 16 Januari lalu. Menanggapi vonis hakim, seusai sidang, Munir kontan berteriak, ''Ada permainan.'' Matanya tampak meradang. Ia mempertanyakan, kenapa banyak pelaku lain yang terungkap bersama-sama melakukan pembakaran itu lolos dari proses hukum. ''Terlalu kasar kalau saya menyebut mahasiswa ini hanya dijadikan tumbal,'' kata Abu Ayyub, seorang penasihat hukumnya. ''Ada yang tak terungkap dalam persidangan,'' ujar Muhammad Ilham yang tadi. Sepanjang sidang, terungkap adanya orang bertopeng yang dijadikan kambing hitam pelaku utama pembakaran. Tapi siapa orang di balik topeng itu, belum tersingkap. Bagaimana persisnya pembakaran itu dilakukan para terdakwa, tak jelas benar di persidangan. Namun, Abu Ayyub menilai, ''Secara objektif, kita harus mengakui, peristiwa pembakaran kampus itu seharusnya tak terjadi.'' Ardian Taufik Gesuri dan Waspada Santing (Ujungpandang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini