Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Upaya keluarga Akseyna Ahad Dori mencari keadilan masih terus dilakukan sampai dengan hari ini. Pelaku pembunuhan Akseyna belum juga terungkap meski kematian mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Indonesia itu sudah tujuh tahun berlalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terbaru, pihak keluarga mendapatkan surat dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) yang pada intinya berisi pihak penyidik dari kepolisian masih melakukan usaha mengungkap penyebab kematian Akseyna.
Ayah Akseyna, Marsekal Pertama purnawirawan Mardoto, mengatakan surat itu dikirim oleh Kompolnas sejak 6 Juli 2022, tetapi baru diterima pihak keluarga pada 2 Agustus 2022 karena kesalahan dalam penulisan alamat.
“Kompolnas menuliskan alamat rumah kami di Sleman, Karawang, Jawa Barat dan nomor telepon yang dicantumkan pun bukan nomor kami, akibatnya surat itu nyasar, tapi beruntung karena pertolongan Allah surat itu sampai ke kami,” kata Mardoto di konfirmasi Tempo, Sabtu 6 Juli 2022.
Mardoto tidak menaruh curiga mendalam atas kesalahan alamat pengiriman surat tersebut, namun dirinya hanya menyayangkan sikap Kompolnas yang tidak teliti terhadap pengiriman surat penting tersebut.
Pasalnya, dalam surat tersebut tertulis, apabila surat tidak berbalas selama 30 hari sejak dikirimnya surat, maka pihak keluarga dianggap menyetujui isi surat yang intinya pihak keluarga diminta menunggu kinerja kepolisian yang entah sampai di mana prosesnya.
“Setelah surat itu kami terima, langsung kami berikan balasan tertanggal 4 Agustus 2022, yang intinya keberatan dengan klarifikasi yang dilakukan Kompolnas,” kata Mardoto.
Polda Metro Turun Tangan Selidiki Kematian Akseyna
Dalam suratnya, Mardoto mengatakan klarifikasi yang dilakukan oleh Kompolnas hanya mengulang pernyataan awal soal masih dicarinya penyebab kematian Akseyna. “Seharusnya difokuskan kepada siapa pelakunya dan apa motifnya, bukan mengulang mengulang pada hipotesis awal yang tidak berdasar,” kata Mardoto.
Selain itu, salah satu poin yang dipermasalahkan keluarga adalah penjelasan polisi ke Kompolnas yang menyebut Akseyna menulis surat wasiat. Padahal, pakar grafologi Deborah Dewi sudah menyatakan surat itu ditulis oleh dua orang berbeda dan tanda tangan yang tercantum dibuat bukan oleh Akseyna.
Mardoto mengatakan, dugaan pembunuhan Akseyna sudah sangat kuat dibuktikan dengan bukti-bukti dan pernyataan berbagai pihak termasuk mantan Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya Brigadir Jenderal Khrisna Murti.
“Bagaimana bisa selama 7 tahun melakukan penyelidikan, polisi masih berniat mengulang hipotesis awal dan berputar-putar, di saat sudah banyak sekali bukti yang mengarah kasus ini ke kasus pembunuhan,” kata Mardoto.
Mardoto pun berharap, pihak Kompolnas sebagai pengawas Polri dapat lebih serius melakukan tugasnya dalam mendorong pihak kepolisian mengungkap pelaku pembunuhan Akseyna.
“Kami keluarga Akseyna berharap Kompolnas sebagai pengawas Polri untuk melakukan klarifikasi ulang pada Polda Metro Jaya dan Polres Depok secara lebih akurat, detail dan lengkap terhadap penyelidikan kasus ini,” kata Mardoto.
Akseyna Ahad Dori alias Ace, mahasiswa jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Indonesia, ditemukan meninggal pada tanggal 26 Maret 2015, di Danau Kenanga, UI.
Akseyna ditemukan mengambang 1 meter dari tepi danau yang memiliki kedalaman 1,5 meter. Sementara dalam tas yang digendong Akseyna ditemukan beberapa batu dan juga luka lebam pada tubuh.
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA