Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

"kritik sosial" sesudah rally

8 mahasiswa ITB yang mengkritik rally mobil, mendapat surat peringatan keras dari rektor, karena menyalahgunakan lambang ITB tanpa izin. (pdk)

29 Januari 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DELAPAN mahasiswa ITB harus menulis surat penyesalan. Awal pekan depan adalah batas akhirnya. Mereka telah mendapat surat peringatan keras dari Rektor Dr. Hariadi Supangkat karena menyalahgunakan lambang ITB tanpa izin. Apa yang terjadi? Awal November, saru rally mobil melintas di Jalan Gelap Nyawang, tempat Asrama C Mahasiswa ITB berada. Rally itu tak hanya lewat, bahkan mengadakan tes ketangkasan mengemudi di depan asrama. Maka penghuni asrama tersinggung, dan hampir terjadi perkelahian -- maklum darah muda. Kebetulan kota kembang itu seperti sedang gila rally sejak Oktober. "Bayangkan, hampir tiap minggu ada rally," kata Umar Djuoro, mahasiswa Jurusan Fisika angkatan 1978. Mau tak mau orang Bandung lantas tergugah berbicara tentang rally. Apalagi mahasiswa ITB. Mula-mula rally menjadi bumbu obrolan kemudian terjadi debat seru. Setelah kejadian awal November itu, debat rally memperoleh kesimpulan: perlu ada "kritik sosial". "Rally," kata mereka, "adalah kegiatan konsumtif masyarakat kaya yang melambangkan pemborosan, konsumerisme, kemewahan . . . " Toh rally berlangsung lagi di Unpad, 27 November, dalam rangka dies natalis. "Ini bisa membuat citra perguruan tinggi jadi negatif," kata Amir Sambodo, mahasiswa ITB Jurusan Mesin. Akhirnya sekitar 150 orang yang membawa bendera ITB, pergi ke kampus Unpad. "Di sana dibacakan pernyataan Badan Koordinasi Mahasiswa dan Unit Aktivitas ITB, sambil membuka spanduk dan poster protes, serta membagikan selebaran," tutur Siswanda, mahasiswa Jurusan Elektro ITB angkatan 1979. Ketua Koperasi Mahasiswa ini mengaku dia cuma menonton. Semuanya berjalan dengan tertib dalam waktu hanya 45 menit. Tapi mereka tidak puas memprotes di Unpad saja. Mereka menghadap walikota Bandung, 30 November. Walikota Husen Wangsaatmadja baru kembali dari Jeddah. Kaget juga dia mendengar seringnya rally diadakan menurut Umar Djuoro. Walaupun semua berjalan tertib, sembilan mahasiswa ITB diminta menghadap Ketua Jurusan masing-masing. Kemudian, 10 Desember, orangtua dari delapan mahasiswa yang terlibat itu mendapat surat Rektor ITB. Tak jelas mengapa orangtua mahasiswa yang seorang lagi tidak mendapat itu Surat. Isinya memberitahukan bahwa anak mereka menyalahi aturan ITB, dan bahwa kampus bukan tempat untuk kegiatan politik praktis. Akhir tahun, kedelapan mahasiswa itu menerima juga surat peringatan Rektor. Pokoknya mereka harus minta ampun secara tertulis. Kalau tidak, mungkin Rektor bertindak. Badan Koordinasi dan Unit Aktivitas, yang menganggap kasus ini tanggung jawab bersama, mencari kesempatan bertemu Rektor, yang lagi sibuk, antara lain menghadiri Rapat Kerja Dep. P&K di Jakarta pekan lalu. Hariadi Supangkat mengatakan kepada TEMPO ia bersedia membuka kesempatan dialog dengan mahasiswa. Tapi dia ternyata tetap keberatan bila aksi mahasiswa membawa-bawa nama ITB. "Saya aja sebagai Rektor tak sembarangan menggunakan lambang ITB," lanjumya. Entah, apa kata mahasiswa pekan depan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus