DELAPAN mahasiswa ITB harus menulis surat penyesalan. Awal pekan
depan adalah batas akhirnya. Mereka telah mendapat surat
peringatan keras dari Rektor Dr. Hariadi Supangkat karena
menyalahgunakan lambang ITB tanpa izin.
Apa yang terjadi? Awal November, saru rally mobil melintas di
Jalan Gelap Nyawang, tempat Asrama C Mahasiswa ITB berada. Rally
itu tak hanya lewat, bahkan mengadakan tes ketangkasan mengemudi
di depan asrama. Maka penghuni asrama tersinggung, dan hampir
terjadi perkelahian -- maklum darah muda.
Kebetulan kota kembang itu seperti sedang gila rally sejak
Oktober. "Bayangkan, hampir tiap minggu ada rally," kata Umar
Djuoro, mahasiswa Jurusan Fisika angkatan 1978. Mau tak mau
orang Bandung lantas tergugah berbicara tentang rally. Apalagi
mahasiswa ITB. Mula-mula rally menjadi bumbu obrolan kemudian
terjadi debat seru.
Setelah kejadian awal November itu, debat rally memperoleh
kesimpulan: perlu ada "kritik sosial". "Rally," kata mereka,
"adalah kegiatan konsumtif masyarakat kaya yang melambangkan
pemborosan, konsumerisme, kemewahan . . . " Toh rally
berlangsung lagi di Unpad, 27 November, dalam rangka dies
natalis. "Ini bisa membuat citra perguruan tinggi jadi negatif,"
kata Amir Sambodo, mahasiswa ITB Jurusan Mesin.
Akhirnya sekitar 150 orang yang membawa bendera ITB, pergi ke
kampus Unpad. "Di sana dibacakan pernyataan Badan Koordinasi
Mahasiswa dan Unit Aktivitas ITB, sambil membuka spanduk dan
poster protes, serta membagikan selebaran," tutur Siswanda,
mahasiswa Jurusan Elektro ITB angkatan 1979. Ketua Koperasi
Mahasiswa ini mengaku dia cuma menonton. Semuanya berjalan
dengan tertib dalam waktu hanya 45 menit.
Tapi mereka tidak puas memprotes di Unpad saja. Mereka menghadap
walikota Bandung, 30 November. Walikota Husen Wangsaatmadja baru
kembali dari Jeddah. Kaget juga dia mendengar seringnya rally
diadakan menurut Umar Djuoro.
Walaupun semua berjalan tertib, sembilan mahasiswa ITB diminta
menghadap Ketua Jurusan masing-masing. Kemudian, 10 Desember,
orangtua dari delapan mahasiswa yang terlibat itu mendapat surat
Rektor ITB. Tak jelas mengapa orangtua mahasiswa yang seorang
lagi tidak mendapat itu Surat. Isinya memberitahukan bahwa anak
mereka menyalahi aturan ITB, dan bahwa kampus bukan tempat untuk
kegiatan politik praktis.
Akhir tahun, kedelapan mahasiswa itu menerima juga surat
peringatan Rektor. Pokoknya mereka harus minta ampun secara
tertulis. Kalau tidak, mungkin Rektor bertindak. Badan
Koordinasi dan Unit Aktivitas, yang menganggap kasus ini
tanggung jawab bersama, mencari kesempatan bertemu Rektor, yang
lagi sibuk, antara lain menghadiri Rapat Kerja Dep. P&K di
Jakarta pekan lalu.
Hariadi Supangkat mengatakan kepada TEMPO ia bersedia membuka
kesempatan dialog dengan mahasiswa. Tapi dia ternyata tetap
keberatan bila aksi mahasiswa membawa-bawa nama ITB. "Saya aja
sebagai Rektor tak sembarangan menggunakan lambang ITB,"
lanjumya. Entah, apa kata mahasiswa pekan depan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini