"Film yang ternyata hilang pada kami, hanya dapat kami ganti
dengan 1 rol film baru."
PENGUMUMAN yang biasanya terdapat pada kertas order cuci-cetak
foto seperti di atas, agaknya memang perlu dipersoalkan. Karena,
anak pemilik toko "Indah" di Pasar Mayestik, Kebayoran Baru,
Lodi Erlangga Lowas digugat agar membayar ganti rugi Rp 11 juta
oleh langganannya, Drs Usman Rasjid yang menuduh sebagian
filmnya telah dihilangkan pemilik toko itu.
Nilai kehilangan itu dianggap Usman sangat besar dan sulit
dihargai dengan uang. Sebab film itu berisi potret orang tuanya
semenjak menderita sakit sampai meninggal dan penguburan,
sekitar Oktober 1980.
Menurut cerita Usman, peristiwa yang tidak mungkin terulang
kembali itu ia rekam dalam 1 rol film 36 ekspus. Hasilnya ia
serahkan ke toko "Indah", yang sebelumnya dinilainya cukup baik
mengerjakan film dan foto. Tapi kali ini Usman kecewa. Tidak
semua klise dicetak menjadi foto, dengan alasan hasil pemotretan
kurang bagus. Sebab itu, Usman mengemb alikan foto yang sudah
dicetak beserta semua filmnya untuk dilengkapi.
Kembali ke toko itu untuk kedua kalinya, Usman mengaku masih
kecewa karena ada foto yang tertukar dengan foto orang lain.
Sekali lagi, Usman mengembalikan semua pesanannya itu. Tapi
ketika datang untuk ketiga kalinya, Usman lebih kecewa. Sebagian
dari klise yang sudah jadi, katanya, sekitar 5 sampai 10 ekspus,
malah hilang. Ia menduga kehilangan itu disengaja, mungkin
karena pemilik toko kesal sebab beberapa kali ia mengembalikan
hasil cuci cetak itu.
Usman tidak menerima kehilangan itu. Ia ditawari Lodi untuk
dibuatkan reproduksi film dari foto yang sudah jadi. Tapi Usman
menolak. Ia menuntut diganti dengan sebuah kamera Canon model
terbaru seharga Rp 200.000. Kali ini Lodi yang menolak.
"Sikapnya ketika itu sangat angkuh," ujar Usman.
Sebab itu Usman (41 tahun), pegawai Departemen P & K, memilih
jalan panjang melalui saluran hukum. Ia melaporkan kejadian itu
ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Tuduhan yang ditimpakannya
kepada Lodi, dengan sengaja menghilangkan barang orang lain.
Lodi mengaku di persidangan. Untuk itu ia dijatuhi hukuman 2
minggu penjara dalam masa percobaan 3 bulan oleh Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan 8 Juli 1981.
Lodi mungkin sudah merasa persoalannya selesai. Tapi tidak bagi
Usman. Ia menggugat ganti rugi ke Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan akhir Mei 1982, melalui LBH-DKI. Tuntutannya tidak
tanggung-tanggung: Rp 1.212 ribu atas kerugian bahan-bahan yaitu
film, baterai blitz dan ongkos pengangkutan keluarganya dari
Aceh untuk diabadikan dalam peristiwa itu.
Selain itu, ia menuntut kerugian imateriil Rp 10 juta, atas
hilangnya benda yang dianggapnya bersejarah dan tidak bisa
dibuat-ulang lagi. "Sebagai sarjana Lembaga Administrasi Negara
(LAN), saya mengetahui bagaimana pentingnya arsip," tutur Usman.
Pihak tergugat ternyata tidak gentar mendengar gugatan itu.
"Geluduk memang sudah terdengar, tapi belum tentu akan hujan,"
kata Hartojo dari Gani Djemat & Associates yang menjadi kuasa
toko "Indah". Lodi yang digugat, saat ini belajar di Kanada dan
tidak bisa menghadiri persidangan itu.
Menurut Hartojo, kliennya, Lodi (19 tahun), masih sangat muda
dan tidak mengerti hukum. Sebab itu, Lodi menandatangani saja
pengakuan dalam sidang pidana dan tidak sadar perbuatannya itu
bisa membawa kesulitan yang lebih besar. Apalagi ketika sidang
pidanaitu, Lodi tampil sendiri tanpa pengacara.
Padahal menurut Hartojo gugatan dan cerita Usman itu tidak
semuanya benar. Untuk itu di persidangan perdata Hartojo akan
menghadapkan beberapa orang saksi, antaranya karyawan toko yang
ketika itu melayani Usman, yaitu Harno dan Lies. Kedua karyawan
toko itu, memang membantah cerita Usman. Kata mereka, 1 rol film
yang diserahkan Usman bukan berisi 36 ekspus tapi hanya 24
ekspus. Dari 1 rol itu yang jadi dan dicetak hanya 12 buah foto.
Sisanya ternyata kosong (rusak), kecuali sebuah klise yang hanya
berisi punggung-punggung orang.
TAPI Usman, kata mereka, menginginkan foto yang sebuah itu
dicetak juga, dan meninggalkan semua foto itu. Ketika Usman
datang kedua kalinya, Lies menyerahkan amplop berisi foto
selengkapnya sesuai dengan permintaan pemesan. Kata Lies, ia
tidak memperhatikan benar ketika Usman membuka amplop itu.
Ternyata kemudian menurut Usman sebuah klise, yang berisi
punggung orang itu hilang.
Melani, kakak Lodi, membenarkan cerita karyawannya itu. Klise
yang sebuah itu, katanya, sudah berkali-kali dicari, tapi tidak
ditemukan. Menurut Melani, pihaknya sudah menawarkan ganti rugi
sampai Rp 20.000, tapi Usman menolak.
Terlepas cerita mana yang benar, kasus yang akan segera
disidangkan ini, satu pelajaran bagi pengusaha. "Dulu pembeli
adalah raja, sekarang yang terjadi sebaliknya," ujar Teguh
Samudra dari LBH yang menjadi kuasa Usman. Banyak pengumuman di
kertas order atau bon toko, seperti karcis parkir surat binatu,
dinilai menekan konsumen. "Padahal itu bukan persetujuan, karena
hanya perjanjian sepihak," kata Teguh. Bahkan persetujuan yang
ditandatangani konsumen pun, menurut Teguh, tidak meloloskan
pengusaha bila kesalahan jelas-jelas terjadi akibat kelalaian si
pengusaha.
Ide melindungi konsumen dari LBH itu dipuji pengacara Hartojo.
"LBH sangat idealistis menanggapi kasus ini," kata Hartojo.
Lembaga itu dinilainya, ingin menumbuhkan bentuk hukum yang
melindungi konsumen. Tapi perlindungan itu dianggap Hartojo
tidak tepat untuk kasus Usman itu. Alasannya, banyak keterangan
Usman yang tidak benar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini