Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pelbagai daya upaya sudah ditempuh Fellicita Susanto untuk memastikan nasib rumah impiannya di pulau reklamasi. Permohonan audiensi dengan pengembang, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah hingga kini tak berujung kejelasan. Keputusan pemerintah DKI Jakarta menghentikan proyek pulau buatan tersebut membuat nasib pembelian properti di sana makin tak keruan.
Fellicita adalah satu di antara ribuan konsumen properti di pulau reklamasi pantai utara Jakarta. Ia membeli dua properti di Pulau C dan D. Awalnya ia membeli kaveling tanah 370 meter persegi di Golf Island Pantai Indah Kapuk alias Pulau D. Dia lalu membayar uang muka Rp 20 juta pada September 2011. Beberapa hari kemudian, Fellicita mulai mencicil Rp 144,3 juta per bulan dengan tenor tiga tahun. Total cicilannya Rp 5,2 miliar untuk mendapatkan kaveling tanah yang sedianya menghadap laut dan di depannya akan dibuat taman luas itu.
Fellicita juga tertarik membeli rumah kantor Britania Avenue di River Walk Island alias Pulau C seharga Rp 8,5 miliar pada Oktober 2013. Ia mengaku saat membeli properti itu telah menanyakan perizinan pulau kepada bagian pemasaran. “Mereka bilang seluruh perizinan sudah selesai,” katanya.
Kondisi sebenarnya baru ketahuan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, Mohamad Sanusi, yang menerima suap dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja. Suap bertujuan memuluskan pengesahan peraturan daerah tentang zona reklamasi. Peraturan daerah ini menjadi dasar penerbitan izin mendirikan bangunan. Tapi, sebelum IMB terbit, pengembang sudah memasarkan unit properti di sana.
Sebagai konsumen awam, Fellicita mengaku tak memahami aspek regulasi seputar pulau reklamasi. Seorang anggota staf pemasaran, kata dia, dulu menyatakan kepadanya bahwa proyek itu sudah berizin. Belakangan, ia paham bahwa izin proyek reklamasi berlapis-lapis. Pengembang tak cukup mengantongi izin prinsip, tapi juga analisis mengenai dampak lingkungan, IMB, dan berbagai izin lain.
Di era Gubernur Anies Baswedan, proyek reklamasi ini dihentikan. Khusus empat pulau yang sudah telanjur dibangun, yakni C, D, G, dan N, dilanjutkan hingga tuntas. Anies mengatakan pulau-pulau reklamasi itu akan dimanfaatkan untuk kepentingan publik. Sejak proyek disegel Gubernur Anies pada Juni lalu karena tak berizin, pembangunan dan pemasaran pulau reklamasi dihentikan.
Protes atas persoalan itu sempat mengemuka ketika sembilan konsumen mengajukan somasi untuk meminta pengembalian uang pembayaran dan tanda jadi cicilan. Tuntutan itu ditolak Kapuk Naga karena masalah yang mereka hadapi dianggap kondisi kahar (force majeure). Gagal dengan somasi, upaya mediasi ditempuh lewat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Namun itu juga tak membuahkan hasil.
Serangan balik dialami Lucia Liemesak, satu di antara sembilan penggugat. Konsumen dua unit rumah di Pulau D itu dijebloskan ke bui pada Februari 2017. Kapuk Naga menuduhnya memfitnah serta mencemarkan nama perusahaan ketika terjadi percekcokan antara konsumen dan pengembang saat audiensi, akhir 2017. Ucapannya dalam pertemuan terekam kamera dan rekaman itu diunggah seseorang ke YouTube.
Direktur Kapuk Naga Indah Firmantodi Sarlito enggan meladeni permintaan wawancara tentang hal tersebut. Upaya Tempo menghubunginya lewat telepon dan pesan pendek tak mendapat respons. Sebelumnya, kuasa hukum Kapuk Naga Indah, Kresna Wasedanto, juga tak mau memberi tanggapan. “Saya belum berkomentar dulu,” ujarnya.
Koordinator Bidang Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Sularsi menilai Undang-Undang Perlindungan Konsumen menjamin hak setiap orang menyatakan keluhan atas barang dan jasa yang mereka gunakan. “Sikap antikritik dan pemidanaan terhadap ucapan itu merupakan pembungkaman terhadap hak konsumen,” tuturnya.
Fellicita Susanto sangat mengharapkan unit yang dibeli di lahan reklamasi itu. Ia mengaku membeli properti tersebut dari hasil penjualan rumah pribadinya di kawasan elite Pantai Indah Kapuk. Sambil menunggu pesanan di pulau reklamasi jadi, Fellicita dan anggota keluarganya menghuni rumah sewa. “Sekarang saya belum tahu harus tinggal di mana dan mengadu ke siapa,” ucapnya.
RIKY FERDIANTO
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo