Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Sogokan Pembungkam Dewan

Petinggi Sinar Mas Group diduga menyuap sejumlah anggota DPRD Kalimantan Tengah agar tak mempersoalkan pelanggaran perusahaan.

2 November 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif (kanan) bersama petugas KPK menunjukkan barang bukti uang sebanyak Rp 240 juta hasil operasi tangkap tangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sepuluh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah kantor Dinas Kehutanan Kalimantan Tengah, Senin pekan lalu. Mereka menyisir seluruh ruangan, termasuk tempat kerja Kepala Dinas Kehutanan Sri Suswanto.

Empat jam melakukan penggeledahan, pukul 14.30 penyidik meninggalkan kantor dinas dengan membawa dua koper berisi dokumen. ”Penyidik menyita sejumlah dokumen perizinan,” ujar juru bicara KPK, Febri Diansyah, tanpa bersedia menjelaskan detailnya. Sri Suswanto juga menolak menjelaskan dokumen perizinan apa saja yang disita KPK. ”Silakan tanya penyidik,” katanya.

Pada hari yang sama, penyidik komisi antikorupsi juga menggeledah kantor Dinas Lingkungan Hidup Kalimantan Tengah. Sejumlah dokumen pun diangkut dari sana. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kalimantan Tengah Fahrizal Fitri tak bersedia mengomentari penggeledahan. ”Nanti saya hubungi lagi,” ucapnya melalui sambungan telepon.

Sepanjang pekan lalu, KPK juga menggeledah sejumlah tempat di Kalimantan Tengah, seperti Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Dinas Perkebunan, serta gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Selain itu, penyidik menggeledah kantor PT Binasawit Abadi Pratama di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur. Kantor induk usaha Binasawit, PT Sinar Mas Agro Resources and Technology (SMART), di gedung Sinar Mas Land Plaza Tower II, Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, juga menjadi sasaran penggeledahan.

Penggeledahan terkait dengan perkara suap yang melibatkan anggota DPRD Kalimantan Tengah. Jumat dua pekan lalu, KPK menangkap beberapa anggota DPRD Kalimantan Tengah dan petinggi Binasawit. Semula ada delapan anggota Dewan yang ditangkap, tapi hanya empat yang dijadikan tersangka penerima suap. Mereka adalah Ketua Komisi B Borak Milton, Sekretaris Komisi B Punding L.H. Bangkan, serta dua anggota Komisi B, Edy Rosada dan Arisavanah.

Adapun dari beberapa petinggi Binasawit yang ditangkap, tiga di antaranya belakangan menjadi tersangka. Mereka adalah Direktur Binasawit sekaligus Wakil Direktur PT SMART, Edy Saputra Suradja; CEO Binasawit Kalimantan Tengah, Willy Agung Adipradhana; dan Manajer Hukum Binasawit Abadi, Teguh Dudy Syamsuri Zaldy.

Dalam operasi ini, KPK menyita uang suap Rp 240 juta. Besel untuk membungkam Komisi B DPRD Kalimantan Tengah agar tidak mengumumkan pelbagai indikasi pelanggaran Binasawit di Seruyan, Kalimantan Tengah. ”Pemberian agar Komisi B tidak melakukan rapat dengar pendapat terkait dengan dugaan pelanggaran itu,” kata Laode Muhammad Syarif, Wakil Ketua KPK.

Sejumlah dugaan pelanggaran itu antara lain limbah Binasawit ditengarai mencemari Danau Sembuluh, izin hak guna usaha perusahaan masih menyisakan masalah, area perkebunan sawit berada di kawasan hutan, perusahaan belum memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan, dan belum ada jaminan pencadangan wilayah.

Kasus suap ini berawal dari laporan masyarakat ke DPRD mengenai limbah Binasawit yang mencemari Danau Sembuluh. Berbekal laporan itu, Komisi B meninjau kebun Binasawit, awal bulan lalu. Anggota Komisi B, Asera, yang ikut ke sana, mengatakan ia bersama sebelas legislator lain bertemu dengan perwakilan Binasawit. ”Saya menanyakan kenapa perusahaan tidak punya kebun plasma seluas 20 persen sesuai dengan ketentuan,” ujar Asera, Kamis pekan lalu.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa ini juga mempertanyakan persoalan hak guna usaha Binasawit yang terbit pada 2006 tapi belum didukung pelepasan kawasan hutan perusahaan. Juru bicara Sinar Mas Group, Dian Wulan Suling, mengatakan perusahaan belum dapat memastikan jika terjadi pencemaran di Danau Sembuluh. ”Kami masih melakukan investigasi soal itu, sehingga kami belum dapat memberi informasi,” katanya.

Selain pencemaran lingkungan, masalah yang disorot KPK adalah proses pelepasan kawasan hutan untuk menjadi perkebunan sawit. Seorang penegak hukum di KPK mengatakan penyidik menggeledah sejumlah dinas untuk menelusuri proses pelepasan kawasan ini. ”Karena ini wilayahnya eksekutif,” ujarnya.

Sesuai dengan kajian Auriga, lembaga non-pemerintah di bidang sumber daya alam, separuh dari total 510 ribu hektare kebun sawit di Kabupaten Seruyan berada di kawasan hutan. Kebun sawit tersebut dimiliki 41 perusahaan, terutama di sekeliling Danau Sembuluh. Ada 13 izin perusahaan, termasuk Binasawit, di kawasan tersebut. ”Sebagian kebun sawit 13 perusahaan berada di kawasan hutan,” kata Syahrul Fitra, peneliti Auriga.

Syahrul mengatakan luas kebun Binasawit di Seruyan mencapai 37.401 hektare yang diperoleh melalui dua tahap. Tahap pertama, Binasawit mendapat izin lokasi kebun sawit seluas 25 ribu hektare dari Badan Pertanahan Nasional. Luas kebun sawit ini berubah-ubah ketika proses penerbitan hak guna usaha dan izin usaha perkebunan hingga akhirnya menyusut jadi 20 ribu hektare.

Tahap kedua, Binasawit memperoleh lahan sawit dengan mengambil alih perkebunan milik PT Agro Mandiri Perdana, akhir 2006. Awalnya izin lokasi PT Agro Mandiri seluas 15 ribu hektare diperoleh pada 2004. Luas kebun sawit ini juga beberapa kali berubah ketika proses penerbitan hak guna usaha dan izin usaha perkebunan hingga luasnya mencapai 17.221 hektare. ”Dari dokumen yang kami peroleh, kebun sawit Binasawit di kawasan hutan mencapai 17 ribu hektare,” ujar Syahrul.

Dian Wulan mengatakan kebun sawit perusahaan tidak berada di kawasan hutan sesuai dengan Peraturan Daerah Kalimantan Tengah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kalimantan Tengah. Sesuai dengan perda ini, kata Dian, area kebun Binasawit eks Agro Mandiri berada di kawasan pengembangan produksi serta kawasan permukiman dan pengembangan lainnya. ”Sehingga waktu itu perusahaan dapat melakukan usaha tanpa proses pelepasan kawasan hutan,” ucapnya.

Menurut catatan Auriga, Kementerian Kehutanan tidak mengakui isi perda itu karena terkesan mengubah kawasan hutan tanpa melalui proses pelepasan di Kementerian. Kementerian Kehutanan meminta Binasawit wajib mengurus pelepasan kawasan hutan dan tukar-menukar kawasan. Direktur Rencana, Penggunaan, dan Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan Kementerian Kehutanan Kustanta Budi Prihatno mengaku belum mengetahui persoalan itu. ”Saya tidak tahu,” ujarnya.

Dian Wulan membenarkan belakangan Binasawit sudah mengajukan permohonan pelepasan kawasan hutan dan tukar-menukar kawasan hutan ke Kementerian Kehutanan. Binasawit juga mengklaim telah menyediakan lokasi pengganti di Kabupaten Katingan dan Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah. ”Proses tukar-menukar hutan ini masih berlangsung,” ucapnya.

Laode Muhammad Syarif mengatakan penyidik akan terus mengembangkan kasus suap tersebut. Tak terkecuali, kata dia, kalau ada kongkalikong dalam pelepasan kawasan. Ia mengatakan lembaganya sedang mendalami informasi soal pemberian Binasawit ke berbagai pihak. ”Ini masih proses pendalaman,” ujarnya.

RUSMAN PARAQBUEQ, KARANA W.W. (PALANGKA RAYA)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus