Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
WINFRIED Simatupang bukanlah ilusionis David Copperfield. Tapi, Maret lalu, salah satu terdakwa kasus korupsi dana nonbujeter Bulog senilai Rp 40 miliar itu bisa menyulap rekening bank milik Kejaksaan Agung. Ia menggelembungkan rekening tersebut dengan dana tambahan tak tanggung-tanggung, Rp 40 miliar.
Dana tersebut, kata Winfried, merupakan uang Bulog yang diterimanya dari Dadang Sukandar (Ketua Yayasan Raudatul Jannah). Dulu, di hadapan jaksa penyidik, pengusaha ekspedisi muatan kapal laut ini mengakui, dana Rp 40 miliar itu telah habis dibagikannya untuk penyaluran sembilan bahan pokok di Jawa Timur, Jawa Barat, Jakarta, dan Yogyakarta. Belakangan, ia mencabut pengakuan tersebut, bahkan mengembalikan dana yang katanya sudah habis di-salurkan itu.
Menurut Manap Djubaedi, Ketua tim penyidik kasus dana nonbujeter Bulog, Winfried mengakui bahwa uang itu belum digunakannya dan aman tersimpan di bawah kasurnya. Lagi-lagi ini sebuah pengakuan yang sulit diterima akal sehat. Bayangkan, selama tiga tahun lebih sejak 2 Maret 1999, pemilik PT Aria Lomak Perdana dan PT Bintang Laut Timur Baru itu bisa tahan untuk tak menggunakan dana sebesar itu. Padahal, sebagai pengusaha, tentu ia mafhum bahwa uang itu bisa diputarnya—setidaknya disimpan di bank saja sudah bisa menghasilkan bunga Rp 14,4 miliar, dengan tingkat suku bunga deposito 12 persen setahun.
Anehnya pula, kejaksaan memercayai cerita ganjil itu. "Mengapa tidak percaya?" ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Barman Zahir. "Dari mana ia memperolehnya, itu tidak penting. Apa manfaatnya bagi kasus ini jika itu ditelusuri?" kata Barman. Sedangkan jaksa penyidik Manap Djubaedi mengakui, Kejaksaan Agung lebih mengutamakan penyelamatan uang negara ketimbang mengusut asal-usul dana yang dikembalikan Winfried.
Sebenarnya, buat kejaksaan sebagai institusi penyidik kasus korupsi, urusan melacak jejak uang bukan perkara sulit. Apalagi Winfried juga mengakui bahwa uang itu tersimpan dalam bentuk valuta asing di rumahnya. Untuk mengembalikannya ke kejaksaan, tentu Winfried mesti menukarnya. Kejaksaan bisa melacak tempat Winfried menukar uang tersebut dan selanjutnya mengusut asal uang itu. Bukankah nomor seri valuta asing dan rupiah yang diperolehnya bersifat unik?
Baik Jaksa Fachmi, yang menangani kasus korupsi itu dengan terdakwa Akbar Tandjung, Dadang, serta Winfried, maupun Jaksa Kemas Yahya Rahman, yang mengurus perkara dengan terdakwa Rahardi Ramelan, tak memungkiri kemungkinan tersebut. "Akan kami kejar," ucap kedua jaksa itu. Dengan catatan, ini janggal lagi, Winfried bersedia menunjukkan lokasi penukaran uang itu.
Memang, kesungguhan kedua jaksa penuntut itu masih harus dibuktikan di persidangan dengan acara pengakuan Winfried di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa pekan ini. Sementara itu, Winfried dan pengacaranya, L.M.M. Samosir, enggan berkomentar soal asal dana tadi. "Tunggu saja keterangan di persidangan," kata Samosir.
Apakah keengganan Winfried dan Samosir, juga ketidakseriusan jaksa mengusutnya, makin menunjukkan ada hal besar yang ditutupi? Sebuah sumber mengabarkan, dana yang dikembalikan Winfried bukan lagi uang Bulog dulu, melainkan uang dari Golkar. Skenario ini dibuat untuk bisa menghapuskan unsur merugikan uang negara, meski menurut Jaksa Fachmi, pengembalian uang paling banter hanya bisa meringankan kesalahan terdakwa.
Untuk mewujudkan skenario ini, menurut sumber di atas, beberapa petinggi Golkar segera mengeluarkan uang hasil Pemilu 1999 dari pemberian pemerintah sebanyak Rp 24 miliar. Kekurangan dananya diperoleh dari para pengusaha real estate yang dekat dengan Golkar. Kata sumber itu lagi, untuk menutupi jejak karena menurunnya kas Partai Beringin, para pengusaha itu kembali dimintai sumbangan. Alhasil, dana yang terpakai akhirnya bisa ditutup kembali dengan posisi kas tetap seperti sediakala. Meski, "Tercatat pernah dipakai buat Winfried," tutur sumber itu.
Sayangnya, Ketua Golkar yang juga Ketua DPR Akbar Tandjung, ketika dihubungi Budi Riza dari Tempo News Room, tak hendak menjelaskan asal-muasal dana yang dikembalikan Winfried. Dulu, Akbar pernah membantah tuduhan yang mengatakan dana itu dari Golkar.
Jadi, kejaksaan masih tutup mata terhadap kemungkinan keterlibatan Golkar?
Agus Hidayat, Wenseslaus Manggut, Suseno (Tempo News Room)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo