RABU pekan ini kejutan muncul di belahan timur. Tiga orang tertuduh kejahatan asuransi, Vijay Mulani, 27 tahun, Hares Manwani, 24 tahun, dan Ashok Punjabi, 25 tahun, masing-masing dijatuhi hukuman 10 bulan 7 hari oleh Pengadilan Negeri Ambon. Putusan itu sangat jauh di bawah tuntutan jaksa, yang menuntut Ashok 15 tahun, Hares 12 tahun, dan Vijay 2 tahun penjara. Sebab, menurut jaksa, ketiga orang itu terlibat mafia asuransi dan membunuh dua orang korban untuk mengklaim pertanggungan asuransi jiwa sebesar Rp 5 milyar. Putusan itu hakim itu tentu saja disambut ketiga tertuduh dengan gembira. "Kami mengira akan mendapat tambahan hukuman lagi," kata Ashok. Ternyata, vonis yang dijatuhkan malah berkurang dua hari dari hari penahanan. Sebaliknya vonis itu tentu mengecewakan kejaksaan, kendati di sidang Jaksa Jusuf K. masih menyatakan pikir-pikir untuk naik banding. Tapi, menurut hakim, vonis ringannya itu sesuai dengan fakta yang ada di sidang. Para saksi yang dihadapkan ke sidang, kata hakim, tidak mendukung tuduhan jaksa. "Yang terbukti hanyalah penipuan asuransi. Tuduhan bahwa mereka terlibat pembunuhan dan perencanaan pembunuhan tak terbukti sama sekali," ujar Hakim Ketua E.L. Soewanto. Kejahatan asuransi yang melibatkan ketiga terdakwa itu memang menggegerkan. Sebab, kejahatan itu mengorbankan orang tak berdosa. Selain itu, komplotan tersebut melibatkan perwira menengah Polri Mayor Pol. Drs. Made Ratmara, dokter kehakiman Jhon Wuryadi, dan pengusaha asal Yogya Benny Mulyanto, serta ketiga pengusaha keturunan India tadi. Benny, pengusaha pompa bensin asal Yogya, menyandang dana Rp 40 juta (40 persen), sedangkan ketiga terdakwa "menanam saham" masing-masing Rp 20 juta. Komplotan itu semula, Maret 1987, hanya berniat menipu perusahaan asuransi dengan "menyulap" pegawai Benny, Dwi Suroso, menjadi Bambang Wicaksono, yang mengaku sebagai pengusaha tekstil. Bambang inilah yang diasuransikan ke berbagai perusahaan asuransi, dengan total pertanggungan sekitar Rp 5 milyar. Rencananya, komplotan itu akan mencari mayat yang tubuhnya mirip Bambang untuk mengklaim uang asuransi. Ternyata, mencari mayat sulit. Sebab itu, Made memutuskan untuk membunuh orang. Pertama-tama kelompok Yogya mengirimkan Untung, seorang pemuda tunakarya, ke Ambon. Tapi operasi ini gagal lantaran mayatnya hilang terbawa arus laut, ketika ditenggelamkan di Laut Seram. Gagal dengan usaha pertama, calon korban kedua. Sukir. iua renanuran. dikirim ke Ambon. Tapi ia berhasil lolos dari maut karena tak memakan semua obat tidur yang disodorkan. Setelah itu Dwi Suroso sendiri yang dikorbankan. Tapi pemuda ini selamat, ditolong nelayan setempat ketika speed boat-nya tenggelam. Gagal dengan Dwi, dicari korban lain yang "dibekali" KTP atas nama Bambang. Bermodal mayat itulah komplotan ini mengklaim pertanggungan asuransi. Ternyata pihak asuransi curiga. Bekerja sama dengan Mabes Polri, kejahatan asuransi ini terbongkar, dan semua anggota komplotan itu digulung polisi. Tapi ketiga orang tersangka keturunan India itu sempat kabur ke negeri leluhurnya. Baru setelah tiga bulan di sana, pada 6 Juni 1988, didampingi pengacara Amir Syamsudin, mereka menyerahkan diri ke polisi, dan ditahan di Ambon. Hares mengaku terlibat komplotan tersebut, karena "Saya tergiur agar cepat kaya. Bayangkan, uang 20 juta bisa menjadi satu milyar lebih. Lebih gede dari Porkas," katanya. Hares mengaku baru mengetahui soal pembunuhan itu setelah komplotan digulung polisi. Ternyata nasib mereka memang lebih baik. Sebab, rekan mereka, Benny, dihukum 16 tahun penjara. Bahkan Bambang Wicaksono, yang juga nyaris jadi korban, dihukum 4 tahun 6 bulan penjara. Sementara itu, Mayor Made Ratmara masih menunggu persidangannya di Mahkamah Militer Mei mendatang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini