PENGACARA Adnan Buyung Nasution dan Hanafiah, masing-masing
mewakili kliennya, bersengketa di wilayah hukun1 pengadilan
Surabaya. Buyung menuntut lawannya agar membayar Rp 100 juta.
Sedangkan menurut klien Hanaliah cuma Rp 5 juta yang pantas
dibayar.
Biasanya sengketa begitu, jika tak selesai dengan perdamaian,
akan diurus oleh hakim di pengadilan. Kalau sudah begitu perkara
sering jadi berlarut-larut penyelesaiannya. Sebab jalan
memperoleh keadilan di sana biasanya masih panjang untuk
ditempuh. Tak beres di tingkat pertama, di Pengadilan Negeri,
perkara akan naik ke Pengadilan Tinggi. Belum cukup pada tingkat
banding masih ada tingkat kasasi di Mahkamah Agung.
Jalan pintas pun diambil oleh kedua pengacara itu. Mereka
sepakat menyerahkan perkara kepada seorang wasit: Pro. Soebekti
SH, bekas Ketua Mahkamah Agung. Ahli hukum tua ini menerima. Ia
hanya cukup bersidang, memanggil dua pihak, dua kali saja.
Sesudah itu ia mengajukan konsep penyelesaian: Klien Hanafiah
wajib bayar Rp 15 juta. Karena sudah mempercaaykan, apapun
keputusan wasit diterimala dengan baik. Kontan Soebekti
mengajak kedua pengacara yang mempercayainya itu ke Surabaya.
Keputusn wasit dibacakan di Pengadilan Negeri Surabaya.
Selesai.
Itu pengalaman Soebekti sebagai wasit alias 'arbiter liar'.
Diabilang: "sudah sering diminta jadi wasit." Tapi baru kali
itu ia bersedia menjadi hakim swasta.
Kadin
Namun, sejak 3 Desember lalu, praktek hakim swasta untuk
seterusnya akan dikerjakan oleh Soebekti bersama kawan-kawan.
Berkantor di gedung Arthaloka, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta
Selatan, Badan Arbitrasi Nasional Indonesia (BANI) diresmikan
oleh pemrakarsanya, KADIN (Kamar Dagang dan Industri Indonesia).
Ketua Umum KDIN Indonesia, Suwoto Sukendar, setelah melantik
Soebekti (64 tahun) dan Harjono Tjitrosoebono SH (52 tahun),
sebagai Ketua dan Wakil Ketua BANI. Juga para anggota tetap
badan itu yaitu JR Abubakar SH (45 tahun), Pror. Dr. Priyatna
Abdulrasyid (49 tahun) dan Dr. Djunaidi Hadisumarto (45 tahun).
Sekretaris diangkat pengacara Nursewan Kusumonegoro SH. Ditambah
para anggota tidak tetap Wirjonokusumo SH. HM Abdurahman S,
Djuana Kusumahardja SH (bekas Dirut BI), Mr. A. Karim bekas
Dirut BNI '45), Prof. Sarcljono (bekas Wakil Ketua Mahkamah
Agung) dan Prof. ir. Roosseno.
BANI, menurut Ketua Umum KADIN, dibentuk sesuai dengan
kebutullan para pengusaha. Bagi para pengusaha, katanya, tak
cukup banyak waktu mengurus persengketaan. "Syarat pokok yang
diinginkan adalah kecepatan dalam penyelesaian perkara." Yang
kedua, "barulah soal keadilan." Setiap perselisihan antar
pengusaha selama ini, diselesaikan lewat putusan para hakim di
pengadilan biasa. Cuma sayangnya urusan bisa jadi makan hati
"Sering mengambil waktu bertahun-tahun, bahkan sampai lebih dari
10 tahun, dan makan ongkos yang tak dapat diperhitungkan
sebelumnya," kata Suwoto Sukendar. Pengusaha lain, yang pernah
berurusan, malah berani bilang: "Belum lagi keputusan hakim
sering dirasakan berat sebelah lebih-lebih pada masa sebelum
opstib ."
6 Bulan
Badan perwasitan yang baru ini menjanjikan, "setiap perkara akan
selesai paling lambat enam bulan," kata anggota Abubakar."
Tarifnya juga dapat diperhitungkan lebih dulu (lihat tabel).
Dari segi lain yang umumnya diinginkan pengusaha - yang
urusannya tak ingin diuar-uar seperti dalam suatu sidang
pengadilan terbuka bagi umum - terpenuhi: sidang-sidang BANI
dilakukan dalam pintu tertutup.
Akan lakukah badan perwasitan ini? Dalam suasana lembaga
peradilan seperti sekarang ini, mungkin. Multi Jasa misalnya,
kantor arbitrasi milik Haji Hartono di Flat Megaria, Jakarta
pernah menyatakan "cukup banyak langganan" (TFMPO, 17
September). Lewat notaris-notaris, yang melayani pemb uatan
perjanjian dan kontrak, BANI sudah mulai 'dijual'. Dalam
perjanjian dan kontrak "scbaikilya dicantumkan klausula: jika
terjadi perselisihan di kemudian hali akul disclesaikan melalui
badan arhitrasi." Begitu sarannya.
Lembaga arhitrasi, yang mungkin bisa disebut lembaga hukum kita
yang terbaru, barangkali masih perlu dipropagandakan. Tentu
tidak hanya dengan 'mcmanfdatkan' keadaan peradilan saja. Sebab
masih jadi pertanyaan: penanaman modal asing yang enggan
berurusan ke penngadilan, adakah juga mempercayai integritas
para arbiter sini?
Menurut Abubakar, badan arbitrasi ini berdiri setelah direstui
berbagai pihak. Hanya, sayangnya dalam upacara pelantikan
Soebekti dkk tadi, tak tampak hadir Ketua Mkamah Agung,
Menteri Kehakiman, Ketua-ketua pengadilan se-Jakarta.
Mudah-mudahan bukan karena apa-apa!
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini