Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Wasit Di Luar Pengadilan

Badan arbitrasi nasional indonesia, sebagai wasit dalam persengketaan para pengusaha, diresmikan oleh ketua kadin, suwoto sukendar, dengan ketua soebekti, harjono tjitro soebono sebagai wakil.

17 Desember 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGACARA Adnan Buyung Nasution dan Hanafiah, masing-masing mewakili kliennya, bersengketa di wilayah hukun1 pengadilan Surabaya. Buyung menuntut lawannya agar membayar Rp 100 juta. Sedangkan menurut klien Hanaliah cuma Rp 5 juta yang pantas dibayar. Biasanya sengketa begitu, jika tak selesai dengan perdamaian, akan diurus oleh hakim di pengadilan. Kalau sudah begitu perkara sering jadi berlarut-larut penyelesaiannya. Sebab jalan memperoleh keadilan di sana biasanya masih panjang untuk ditempuh. Tak beres di tingkat pertama, di Pengadilan Negeri, perkara akan naik ke Pengadilan Tinggi. Belum cukup pada tingkat banding masih ada tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Jalan pintas pun diambil oleh kedua pengacara itu. Mereka sepakat menyerahkan perkara kepada seorang wasit: Pro. Soebekti SH, bekas Ketua Mahkamah Agung. Ahli hukum tua ini menerima. Ia hanya cukup bersidang, memanggil dua pihak, dua kali saja. Sesudah itu ia mengajukan konsep penyelesaian: Klien Hanafiah wajib bayar Rp 15 juta. Karena sudah mempercaaykan, apapun keputusan wasit diterimala dengan baik. Kontan Soebekti mengajak kedua pengacara yang mempercayainya itu ke Surabaya. Keputusn wasit dibacakan di Pengadilan Negeri Surabaya. Selesai. Itu pengalaman Soebekti sebagai wasit alias 'arbiter liar'. Diabilang: "sudah sering diminta jadi wasit." Tapi baru kali itu ia bersedia menjadi hakim swasta. Kadin Namun, sejak 3 Desember lalu, praktek hakim swasta untuk seterusnya akan dikerjakan oleh Soebekti bersama kawan-kawan. Berkantor di gedung Arthaloka, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, Badan Arbitrasi Nasional Indonesia (BANI) diresmikan oleh pemrakarsanya, KADIN (Kamar Dagang dan Industri Indonesia). Ketua Umum KDIN Indonesia, Suwoto Sukendar, setelah melantik Soebekti (64 tahun) dan Harjono Tjitrosoebono SH (52 tahun), sebagai Ketua dan Wakil Ketua BANI. Juga para anggota tetap badan itu yaitu JR Abubakar SH (45 tahun), Pror. Dr. Priyatna Abdulrasyid (49 tahun) dan Dr. Djunaidi Hadisumarto (45 tahun). Sekretaris diangkat pengacara Nursewan Kusumonegoro SH. Ditambah para anggota tidak tetap Wirjonokusumo SH. HM Abdurahman S, Djuana Kusumahardja SH (bekas Dirut BI), Mr. A. Karim bekas Dirut BNI '45), Prof. Sarcljono (bekas Wakil Ketua Mahkamah Agung) dan Prof. ir. Roosseno. BANI, menurut Ketua Umum KADIN, dibentuk sesuai dengan kebutullan para pengusaha. Bagi para pengusaha, katanya, tak cukup banyak waktu mengurus persengketaan. "Syarat pokok yang diinginkan adalah kecepatan dalam penyelesaian perkara." Yang kedua, "barulah soal keadilan." Setiap perselisihan antar pengusaha selama ini, diselesaikan lewat putusan para hakim di pengadilan biasa. Cuma sayangnya urusan bisa jadi makan hati "Sering mengambil waktu bertahun-tahun, bahkan sampai lebih dari 10 tahun, dan makan ongkos yang tak dapat diperhitungkan sebelumnya," kata Suwoto Sukendar. Pengusaha lain, yang pernah berurusan, malah berani bilang: "Belum lagi keputusan hakim sering dirasakan berat sebelah lebih-lebih pada masa sebelum opstib ." 6 Bulan Badan perwasitan yang baru ini menjanjikan, "setiap perkara akan selesai paling lambat enam bulan," kata anggota Abubakar." Tarifnya juga dapat diperhitungkan lebih dulu (lihat tabel). Dari segi lain yang umumnya diinginkan pengusaha - yang urusannya tak ingin diuar-uar seperti dalam suatu sidang pengadilan terbuka bagi umum - terpenuhi: sidang-sidang BANI dilakukan dalam pintu tertutup. Akan lakukah badan perwasitan ini? Dalam suasana lembaga peradilan seperti sekarang ini, mungkin. Multi Jasa misalnya, kantor arbitrasi milik Haji Hartono di Flat Megaria, Jakarta pernah menyatakan "cukup banyak langganan" (TFMPO, 17 September). Lewat notaris-notaris, yang melayani pemb uatan perjanjian dan kontrak, BANI sudah mulai 'dijual'. Dalam perjanjian dan kontrak "scbaikilya dicantumkan klausula: jika terjadi perselisihan di kemudian hali akul disclesaikan melalui badan arhitrasi." Begitu sarannya. Lembaga arhitrasi, yang mungkin bisa disebut lembaga hukum kita yang terbaru, barangkali masih perlu dipropagandakan. Tentu tidak hanya dengan 'mcmanfdatkan' keadaan peradilan saja. Sebab masih jadi pertanyaan: penanaman modal asing yang enggan berurusan ke penngadilan, adakah juga mempercayai integritas para arbiter sini? Menurut Abubakar, badan arbitrasi ini berdiri setelah direstui berbagai pihak. Hanya, sayangnya dalam upacara pelantikan Soebekti dkk tadi, tak tampak hadir Ketua Mkamah Agung, Menteri Kehakiman, Ketua-ketua pengadilan se-Jakarta. Mudah-mudahan bukan karena apa-apa!

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus