Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Yang Bolong pada Vonis Adelin

Komisi Yudisial menemukan kejanggalan dalam proses persidangan Adelin Lis. Hakim kesulitan memidanakan pembalak liar dengan Undang-Undang Kehutanan.

19 November 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DOKUMEN setebal hampir 400 halaman itu diboyong dari Medan, Sumatera Utara, Kamis pekan lalu. Isinya salinan putusan hakim dan dakwaan jaksa kasus Adelin Lis, terdakwa pembalakan liar yang divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Medan, 5 November lalu.

Berkas itulah yang kini dipelototi anggota Komisi Yudisial yang dipimpin Busyro Muqoddas. Kata Busyro, dokumen itu diperoleh langsung dari dua anggota majelis hakim yang menyidangkan ”raja kayu” Adelin Lis, yaitu Robinson Tarigan dan Dolman Sinaga.

Hingga Jumat pekan lalu, Komisi Yudisial baru menemukan beberapa kejanggalan persidangan, di antaranya hakim dan jaksa penuntut tidak berupaya maksimal. Mereka mestinya menggelar sidang di lokasi, tapi itu tidak dilakukan. ”Padahal, sidang di lapangan itu terikat dengan teori hukum pembuktian materiil,” kata Busyro soal temuan timnya. Hakim maupun jaksa penuntut, menurut Busyro, seharusnya menggelar sidang di lokasi untuk membuktikan benar-tidaknya pembalakan liar dan perusakan hutan. ”Sayang, hakim tidak menggunakan kesempatan itu,” ujarnya.

Kejanggalan lain, tim Komisi Yudisial juga mengorek sikap jaksa yang tidak berinisiatif mengajukan permohonan kepada hakim. Padahal, kata Busyro, pengadilan di lokasi sangat penting untuk membuktikan bahwa PT Keang Nam Development Indonesia milik Adelin Lis dalam operasinya merusak hutan.

Langkah Komisi Yudisial mengurai bolong-bolong keputusan hakim dan dakwaan jaksa, juga diikuti Mahkamah Agung. Joko Sarwoko, Ketua Muda Bidang Pengawasan Mahkamah Agung, mengatakan, lembaganya telah membentuk tim pemeriksa hakim yang menyidang Adelin Lis.

Hingga Kamis pekan lalu, tim yang dipimpin Ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Utara, Kimar Saragih Siandari, sudah selesai bekerja. Kimar, antara lain, memeriksa majelis hakim dan dua orang panitera. ”Hasilnya belum bisa kami umumkan,” ujar Sarwoko.

Salah satu anggota majelis hakim yang diperiksa adalah Jarasmen Purba. Ia mengatakan, putusan bebas atas Adelin Lis merupakan putusan kolektif hakim yang terdiri atas dirinya, Arwan Byrin, Robinson Tarigan, Ahmad Semma, dan Dolman Sinaga.

Menurut Jarasmen, proses persidangan berlangsung bersih tanpa tekanan dari mana pun. Tidak ada sogokan uang sepeser pun. ”Putusan terkesan menjadi aneh karena adanya kejanggalan dari sejumlah dakwaan jaksa,” ujar Jarasmen. Ia mencontohkan dakwaan penyalahgunaan wewenang terhadap Adelin Lis dalam mengelola hutan yang menjadi hak operasinya. Dakwaan ini mudah dipatahkan karena status Adelin bukan pejabat, melainkan seorang pengusaha. Begitu pula tuduhan PT Keang Nas melakukan penebangan liar tidak bisa dibuktikan. Hakim menyimpulkan PT Keang Nam Development memiliki bukti izin usaha kehutanan yang sah.

Namun, Jaksa Agung Muda Pidana Umum Abdul Hakim Ritonga menolak dakwaan jaksa yang dipersalahkan. Menurut Abdul Hakim, dakwaan sudah maksimal dan tak ada yang janggal. Soal jaksa penuntut tidak meminta hakim menggelar sidang di lokasi, menurut Abdul Hakim, sidang di lapangan sulit ditempuh. ”Jarak hutan Batang Gadis dari Kota Medan butuh waktu 12 jam dengan kendaraan mobil. Waktu tempuh itu belum sampai ke lokasi hutan, baru di pinggir hutan saja. Sungguh repot membawa orang-orang (hakim dan jaksa) ke sana,” ujar Abdul Hakim.

Saling lempar kesalahan ini tampaknya belum akan tuntas dalam waktu dekat, sebab tim pengujian (eksaminasi) Jaka Agung juga sibuk menyusun argumentasi. Pada tahap awal, Jaksa Agung membuat jadwal memeriksa jaksa penuntut kasus Adelin Lis. Kendalanya, pemeriksaan tidak bisa di satu lokasi. Pemeriksaan terhadap jaksa terpaksa dilakukan di beberapa tempat, seperti Edward Kaban, Ketua Tim Perumus Perkara Adelin Lis. Ia kini pindah ke Bengkulu menjadi Kepala Kejaksaan Negeri di sana.

Menurut ahli hukum dari Universitas Indonesia, Rudi Satrio, kasus Adelin Lis bukan sekadar masalah administrasi. Ia yakin perkara ini sudah masuk wilayah pidana. Memang, jika jaksa mendakwa Adelin Lis dengan tindak korupsi, putusan hakim tak bisa disalahkan. Dakwaan korupsi atas kasus illegal logging, kata Rudi, hampir dipastikan pelakunya akan selalu bebas. ”Praktek korupsi tidak akan pernah terbukti karena tidak mungkin korupsi dilakukan melalui illegal logging,” tuturnya.

Memang, kata dia, para hakim agak kesulitan memidanakan pelaku pembalakan liar. Penyebabnya, sumber kesalahan berasal dari Undang-Undang Kehutanan. Undang-undang ini tidak menyebutkan mana kegiatan yang bisa dihukum administrasi dan bagian mana yang bisa jerat pasal pidana. ”Sebaiknya Undang-Undang Kehutanan diperbaiki dulu,” kata Rudi.

Adelin Lis dalam sidang yang lalu didakwa menjarah kayu dan korupsi. Ia dianggap menilap uang provisi sumber daya hutan dan dana reboisasi periode 2000–2005. Atas kesalahannya itu Adelin dituntut 10 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Namun, pada persidangan di Pengadilan Negeri Medan, ketua majelis hakim Arwan Byrin memutus Adelin bersih. Bos kayu ini dinyatakan tidak mengorupsi duit negara dan merusak hutan. Hari itu juga, 5 November lalu, Adelin yang ditahan di penjara Tanjung Gusta, Medan, dilepas pukul 23.00 WIB.

Sejak itu Adelin menghilang. Polisi menganggap putusan hakim tak memenuhi rasa keadilan. Kerusakan hutan yang begitu nyata, kata juru bicara Markas Besar Kepolisian RI, Inspektur Jenderal Sisno Adiwinoto, diabaikan begitu saja oleh hakim.

Selain jalur kasasi yang ditempuh jaksa, polisi juga menyiapkan tuduhan baru buat Adelin Lis, yaitu pencucian uang. Adelin juga dinyatakan sebagai buron. ”Kami sudah bekerja sama dengan Interpol untuk membekuk Adelin,” ujar Sisno.

Sakti Hasibuan, pengacara Adelin Lis, menegaskan kliennya bersedia menyerahkan diri asal tidak ditahan. ”Syarat itu sudah kami ajukan. Ia (Adelin Lis) trauma selama 14 bulan ditahan menunggu proses sidang,” ujarnya.

Sunariah, Dianingsari, Widi Nugroho

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus