PENYELUNDUP, ternyata, terus mengembangkan teknik-teknik baru. Salah satu di antaranya dengan cara menciptakan dokumen: barang dari luar negeri disulap menjadi komoditi antarpulau. Tentu saja negara dirugikan karena tak bisa memungut bea masuk. Dengan modus semacam itulah, Cua Teng Kiang bersama Sali alias Siaw Tjing dan Erwin alias Layong menyelundupkan bawang putih melalui pelabuhan Sunda Kelapa di Jakarta. Karena itu, pekan lalu, majelis hakim yang diketuai R. Saragih menghukum Teng Kiang secara in absentia dengan hukuman dua tahun penjara. Sebelumnya majelis hakim yang diketuai Waluyo Sedjati mengganjar Sali dan Erwin masing-masing dengan hukuman 1 tahun 3 bulan penjara. Cua Teng Kiang dianggap terbukti sebagai otak penyelundupan. Warga negara Singapura itu, sekitar Juli lalu, konon memuat bawang putih ke kapal Garuda Line di Singapura. Tapi, tidak sebagai layaknya seorang eksportir, Teng Kiang tidak memeriksakan barangnya ke SGS Singapura yang berwenang memberikan dokumen untuk memasukkan barang ke Indonesia. Ia bersama komplotannya mengurus dokumen melalui pejabat di Pulau Sambu di Riau. Begitulah, KM Garuda Line, yang akhir Juli membongkar muatan di Sunda Kelapa, seakan-akan datang dari Pulau Sambu - padahal, seperti terbukti di sidang, kapal itu tidak pernah mampir di pulau itu. Sesampai di Jakarta, bawang putih seberat 250 ton itu disimpan di gudang, yang mereka sewa di kawasan Podomoro, Jakarta. Pihak yang berwajib baru mencium hal itu setelah Erwin melego sebagian bawang n seharga Rp 129 juta. Siapa yang bersalah dalam kasus itu? "Jelas, pejabat-pejabat di pelabuhan Pulau Sambu: mengeluarkan dokumen pelayaran untuk kapal yang tidak pernah merapat di pulau itu," kata Jaksa T.H. Panggabean, yang sebelumnya menuntut Cua Teng Kiang dengan hukuman 3 tahun 6 bulan. Teng Kiang sendiri tidak hadir dalam sidang - Jaksa mengakui tak mampu menghadapkannya ke muka hakim. Orang asing yang diakui Sali sebagai menantunya itu, konon, bersembunyi di Singapura. "Kejaksaan mencari orang itu sampai ke Riau, ternyata sudah kabur," kata Jaksa Panggabean. Cerita Panggabean itu, ternyata, dibantah salah seorang yang terlibat dalam kasus itu. "Sebenarnya Teng Kiang itu tidak pernah ada - itu hanya nama karang-karangan saja," ujar sumber itu. Pelaku sebenarnya, kata sumber tadi, adalah Mardjuki. Dalam perkara itu Jaksa hanya menghadapkan Mardjuki, pemilik P.D. Sumber Bumi, sebagai saksi karena membantu Erwin mencarikan gudang untuk menyimpan bawang putih itu. Menurut sumber itu lagi, Mardjukilah yang berkeliling RRC dan Hong Kong untuk membeh bawang putih, dan mengumpulkannya di Singapura. Dari sana, bersama Sali dan Erwin - yang kabarnya memang berpenalaman sebagai penyelundup - ia memasukkan bawang putih itu ke Indonesia. "Jadi, kalau mau mencari Teng Kiang, tidak akan pernah ketemu," ujar sumber tadi. Ketua majelis hakim yang mengadili perkara itu, Saragih, menyatakan tidak tahu-menahu mengenai soal itu. "Wah, soal itu yang berwenang menjawab pihak kejaksaan. Kami hanya menerima berkas perkara untuk disidangkan," kata Saragih. Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, Santoso Wiwoho, malah kaget ketika ditanya soal itu. "Yang jelas, menurut penyidikan, faktanya Teng Kiang itu pelakunya," kata Santoso Wiwoho. Katanya, tidak ada saksi-saksi atau bukti yang menunjuk Mardjuki sebagai dalang. Di sidang memang tidak ada saksi yang menunjuk Mardjuki sebagai dalang. Tapi benarkah Teng Kiang hanya tokoh khayalan atau "Mr. X"? Sayangnya, TEMPO belum berhasil menemui Mardjuki yang diharapkan dapat memberi kejelasan. "Ia jarang ada di rumah," kata seorang pengawal d rumahnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini