Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta – Duta Besar Cina untuk Indonesia Lu Kang menegaskan akan terus berkomitmen untuk kerja sama pembangunan di kawasan walau banyak tantangan tak terduga, menyusul uji coba kereta cepat Jakarta-Bandung yang berhasil dioperasikan beberapa hari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kang, dalam seminar di Universitas Indonesia, Jakarta, Senin, 26 Juni 2023, menilai, Indonesia selalu teguh memajukan pembangunan infrastruktur demi pembangunan ekonomi jangka panjang dan kesejahteraan rakyat, “meskipun ada gangguan eksternal termasuk kebisingan dari mereka yang selalu mengolok-olok usaha patungan Cina-Indonesia sementara enggan untuk memberikan kontribusi sendiri.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) telah dijajal dari Stasiun Halim hingga ke Stasiun Padalarang, kemudian dari Stasiun Tegalluar menggunakan kereta feeder-nya, lalu kembali lagi ke Stasiun Halim. Testimoni itu diikuti Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bersama Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
“Tadi kita coba kecepatan 350 kilometer per jam sampai ada sebentar peak-nya di 385 kilometer per jam,” ujar Luhut di Stasiun Halim, Jakarta Timur, pada Kamis, 22 Juni 2023.
PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) juga melakukan uji coba pada Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau KCJB pada Ahad, 26 Juni 2023. Pengujian dilakukan dengan menggandengkan dua rangkaian kereta, yakni Comprehensive Inspection Train atau Kereta Inspeksi dan Electric Multiple Unit atau Kereta Penumpang.
Manager Corporate Communication KCIC Emir Monti mengatakan penggabungan tersebut untuk memastikan prasarana KCJB mulai dari jalur rel, persinyalan, kelistrikan, dan komunikasi mampu melayani dua rangkaian kereta cepat sekaligus.
Kang dalam diskusi sama pada Senin berharap bahwa pihak-pihak lain akan menghormati aspirasi negara-negara di kawasan ini untuk pembangunan, menghormati hak mereka untuk memilih jalur pembangunan yang sesuai dengan kondisi nasional mereka sendiri. Menurutnya seluruh negara perlu menghormati tuntutan sah mereka untuk mempromosikan peningkatan industri dan maju menuju ujung yang lebih tinggi dari dunia rantai industri.
Kritikus sebelumnya kerap memberi perhatian soal jebakan utang Cina melalui skema pinjaman dalam investasi Belt and Road Initiative.
“Kecenderungan yang berbahaya adalah bahwa negara tertentu mencoba menahan perkembangan negara lain dengan dalih keamanan atau ideologi nasional, dan memberlakukan decoupling atau yang disebut "de-risking" pada komunitas internasional,” kata Kang.
De-risking merupakan terminologi yang kerap digunakan Amerika Serikat – mengacu pada fenomena lembaga keuangan yang menghentikan atau membatasi hubungan bisnis dengan klien atau kategori klien untuk menghindari, bukannya mengelola, risiko.
Cina dan Amerika Serikat berada di tengah ketegangan karena persaingannya berebut pengaruh di kawasan pasifik.
DANIEL A. FAJRI
Pilihan Editor: RI Terima Magang ASN Timor Leste untuk Keanggotaan ASEAN