Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak ASEAN untuk meninjau ulang pendekatan dalam menyelesaikan krisis Myanmar, menyusul pembicaraan yang diinisiasi Thailand kembali menggandeng junta dalam pertemuan blok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pelapor Khusus PBB soal situasi hak asasi manusia di Myanmar Thomas Andrews, saat wawancara khusus dengan Tempo pada Selasa, 20 Juni 2023, menyatakan langkah itu diperlukan negara tetangga Myanmar di Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara, sebab situasi di negara tersebut makin memburuk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah Thailand yang didukung militer pada akhir pekan lalu mengundang para menteri luar negeri ASEAN, termasuk dari Myanmar, untuk membahas proposal melibatkan junta di negara itu di pertemuan puncak.
Para jenderal Myanmar telah dilarang dari pertemuan tingkat tinggi 10 negara anggota ASEAN sejak mereka merebut kekuasaan dalam kudeta 2021. Tatmadaw gencar melepaskan kekerasan terhadap mereka yang menentang pengambilalihan kekuasaan mereka.
“ASEAN jelas tidak akan menemukan kebulatan suara pada beberapa tindakan ini. Sehingga juga tidak boleh menghalangi sejumlah negara anggota yang percaya pada hak asasi manusia dan demokrasi, yang dapat dilibatkan untuk mendukung rakyat myanmar,” kata Andrews soal pertemuan Thailand dan Junta Myanmar saat ditemui di kantor PBB yang berada di Jakarta Pusat.
Pertemuan yang diinisiasi Thailand membuat gaduh regional. Pengamat menilai itu dapat merusak pendekatan ASEAN yang bersatu untuk krisis Myanmar, dengan landasan konsensus lima poin - mencakup penghentian permusuhan, memungkinkan dialog inklusif, dan memberikan akses penuh ke bantuan kemanusiaan, yang juga disepakati junta dua tahun lalu.
Indonesia sebagai ketua ASEAN selama berbulan-bulan telah berusaha memajukan proses perdamaian dengan melibatkan semua pemangku kepentingan utama dalam konflik Myanmar. Soal manuver Bangkok, Kepala Urusan Harian Utusan Khusus ASEAN untuk Myanmar I Gede Ngurah Swajaya saat pengarahan media di Jakarta Pusat pada Senin, 19 Juni 2023, menekankan semua negara anggota perlu ikut aturan main sesuai konsensus.
Andrews berkunjung ke Indonesia untuk beberapa hari, dengan agenda “mendukung dan berdiri bersama rakyat Myanmar dalam perjuangan hak asasi manusia”, termasuk kunjungan ke Aceh menemui pengungsi Rohingya. Ia juga bertemu dengan sejumlah elemen masyarakat dan pemerintahan, termasuk Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi.
Saat ditanya mengenai keadaan ASEAN saat ini dan apakah perlu pihak eksternal lain seperti PBB atau Amerika Serikat dan negara dengan prinsip serupa makin terlibat mendorong perdamaian di Myanmar, Andrews menjawab: “Kita harus berhenti dan melihat situasinya, dan menyadari keadaan menjadi lebih buruk dan tidak menjadi lebih baik.”
“Kita harus menilai langkah-langkah tersebut, dan mempertimbangkan tindakan alternatif yang dapat memiliki peluang keberhasilan yang lebih baik dalam mengatasi krisis ini. Jika tidak dapat dilakukan melalui konsensus, maka harus dilakukan dengan cara apa pun yang dapat dilakukan,” kata Robina Senior Hak Asasi Manusia di Yale Law School dan Rekanan di Pusat Asia Universitas Harvard itu menegaskan.
Andrews menyoroti perlunya pengucilan junta di seluruh pertemuan ASEAN, bukan hanya di tingkat tertinggi atau menteri luar negeri, seperti yang telah diusulkan oleh Presiden RI Joko Widodo, langkah non-kompromi dengan “geng kriminal” Myanmar dan upaya konkret lainnya.
Dua diplomat senior kementerian luar negeri mengkonfirmasi pertemuan Retno dan Andrews, Selasa, 20 Juni 2023, namun enggan menjelaskan lebih lanjut sebab persamuhan itu berlangsung secara tertutup.
Menteri Luar Negeri Thailand, Don Pramudwinai, membela inisiatif Bangkok mempertemukan para timpalannya dari ASEAN. Menurutnya, krisis Myanmar menciptakan masalah pengungsi dan memukul keras sektor perdagangannya.
"Kami dapat mengatakan bahwa Thailand adalah satu-satunya negara di ASEAN yang ingin masalah ini segera berakhir," katanya kepada penyiar Thai PBS. Negara-negara ASEAN lainnya "seharusnya berterima kasih kepada kami," katanya.
Menteri luar negeri yang ditunjuk junta Myanmar, Than Swe, disebut bergabung dalam pembicaraan itu, kata dua sumber yang mengetahui pertemuan itu kepada Reuters. Menurut dua sumber lain yang mengetahuinya, menteri luar negeri Singapura, Malaysia, Filipina, Brunei, Indonesia, Vietnam dan Kamboja tidak hadir, dengan beberapa perwakilan yunior.
Selain Myanmar dan tuan rumah Thailand, Laos adalah satu-satunya negara yang mengirim diplomat utamanya, kata sumber itu.
Andrews, seperti tercatat dalam laporannya, mengatakan setidaknya 22.000 tahanan politik telah ditahan sejak kudeta di Myanmar. 3.500 warga sipil tewas dan 1,5 juta orang terpaksa mengungsi. Menurutnya tak begitu jelas keadaan lapangan yang bisa disampaikan, tapi ada kecenderungan junta makin melemah.
Laporan kepada Dewan Hak Asasi Manusia yang berbasis di Jenewa mengidentifikasi US$406 juta senjata dan material yang masuk ke militer Myanmar berasal dari Rusia, US$267 juta dari Cina, US$254 juta dari Singapura, US$51 juta dari India dan US$28 juta dari Thailand.
Menanggapi ini, Rusia dan Cina menuduh pelapor melampaui mandatnya dan “menjelek-jelekkan perdagangan senjata yang sah”. Pemerintah Singapura mengindikasikan sedang meninjau efektivitas kontrol ekspornya dan menegaskan justru mencegah perdagangan tersebut.
DANIEL A. FAJRI