Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahasa

Adakah Logika dalam Bahasa?

18 Juni 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Soenjono Dardjowidjojo

  • Guru besar linguistik Unika Atma Jaya

    Prof. Bambang Kaswanti (Tempo, 15 April 2007) menyatakan arus di media massa untuk membakukan bahasa nasional kita cenderung memakai sebagian fakta linguistik sebagai landasan argumentasinya. Kata memenangkan pertandingan dianggap salah; harusnya memenangi pertandingan karena, katanya, –kan bermakna kausatif.

    Argumentasi ini berdasar pada analisis yang tak tuntas. Makna kausatif hanyalah satu dari makna-makna sufiks –kan. Banyak makna lain seperti terlihat pada kata mengerjakan (sesuatu), membelikan (untuk orang lain), meminjamkan (kepada orang lain), dan menguntungkan (orang pada umumnya). Makna-makna ini diatur oleh seperangkat aturan. Contoh: bila kata dasar (misalnya menang) dibubuhi meN-, dan hasilnya tidak memunculkan kata (tidak ada kata memenang), maka tambahan –kan memunculkan verba dengan satu objek. Tidak ada makna kausatifnya! Bila meN+kata dasar memunculkan verba (misalnya mengalah), barulah sufiks –kan memunculkan makna kausatif (mengalahkan = menyebabkan X kalah).

    Argumentasi untuk mengganti memenangkan dengan memenangi tampak juga dilandaskan pada logika—tapi yang ditarik terlalu jauh. Dalam bahasa memang ada logika. Dalam bahasa Inggris, kata foots (bukan feet) karena dari logika dia, kalau book > books, shoe> shoes, maka foot harus menjadi foots! Begitu juga bring-brang yang ditarik dari sing-sang, ring-rang.

    Orang yang mengajar, teach adalah teacher, dan yang membaca, read adalah reader. Tapi orang yang memasak, cook? Apa dia cooker? Orang yang menerbangkan pesawat, apa dia dinamakan piloter? Kita kenal penjual dan pembaca. Tapi, apa orang yang kulakan namanya pengulak? Dari verba Inggris arrive kita peroleh arrival, tapi dari derive kita peroleh derivation. Tidak ada derival maupun arrivation. Kata curious menjadi curiosity; tapi apa furious juga menjadi furiosity? Tidak.

    Sesuatu yang kurang banyak dapat diperbanyak, tetapi yang berlebihan apa bisa dipersedikit? Orang bisa mati keracunan; bisakah dia mati kebongkrekan? Logikanya harus bisa, tapi nyatanya tidak.

    Telah menjadi ciri universal bahasa bahwa bila ada nomina turunan pasti ada verba: Lukisan dari melukis, pembeli dari membeli. Namun ciri ini juga tidak mutlak. Kita punya pemakalah dan pegolf, tapi apa ada verba memakalah dan menggolf? Pada bahasa Inggris ada locomotion dan locomotive, tetapi tidak ada verba locomote!

    Dalam bahasa informal, sufiks –i selalu dipertahankan (meniduri > niduri, menangani > nangani), tapi pada kata mempunyai sufiks ini harus ditanggalkan: ada kata punya, tapi tidak ada punyai. Kita menerima kalimat informal Husril punya istri muda, tetapi menolak Husril punyai istri muda.

    Kontak dengan bahasa asing juga perlu dicermati karena sering memunculkan perlakuan yang berbeda untuk kata yang dipinjam. Bahasa Inggris meminjam kata Prancis garage untuk garasi, tetapi ucapannya dipertahankan seperti ucapan Prancis aslinya. Bahasa Indonesia juga meminjam banyak kata asing: produksi, terjemah, konsumsi, dan sebagainya. Bila dijadikan verba, bentuknya sering muncul sebagai memproduksi, menterjemahkan, dan mengkonsumsi. Sementara itu, bunyi /p, t, k/ pada kebanyakan kata memang luluh dengan meN-, sehingga kata dasar pakai, tulis, dan kirim berubah menjadi memakai, menulis, dan mengirim, bukan mempakai, mentulis, dan mengkirim. Dengan adanya aturan umum di satu pihak dan adanya kata pinjaman di pihak lain, yang kini terjadi adalah adanya persaingan untuk mempertahankan hidup: memproduksi atau memroduksi, memengaruhi atau mempengaruhi, dan sebagainya. Kita tidak dapat mengatakan bahwa yang satu benar dan yang satunya lagi salah.

    Dari paparan di atas tampak bahwa penganjur penyeragaman ini menerapkan logika terlalu jauh, tanpa menyadari bahwa dalam bahasa tidak ada logika yang mutlak 100 persen. Memang tampaknya logis kalau pemasak dinamakan cooker, penerbang dinamakan piloter, dan pembeli barang untuk dijual dinamakan pengulak; begitu juga memengaruhi. Tetapi apakah demikian faktanya dalam masyarakat?

    Bahasa adalah produk sejarah pertumbuhan manusia dan bahasa hidup serta berkembang berdasarkan kreativitas para pemakainya. Selama pemakai ini manusia, selama itu pula ada variasi yang berbeda dari satu manusia ke manusia lain… dan kita tidak perlu risau!

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus