Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Parodi Politik Cawapres Jokowi

Ide mendorong Jokowi sebagai calon wakil presiden tak memungkinkan secara etika politik dan aturan. Jokowi harus tegas menolaknya

29 September 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi: Tempo/J. Prasongko

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gagasan menjadikan Joko Widodo sebagai calon wakil presiden pada Pemilihan Umum 2024 merupakan dagelan politik yang urakan. Ide ini absurd karena mendorong Jokowi, yang sudah dua periode menjadi presiden, untuk berkontestasi mengisi posisi yang lebih rendah derajatnya. Dari sisi etika, hal tersebut tak patut. Secara aturan juga tidak memungkinkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gagasan sungsang ini muncul pertama kali dari sekelompok orang yang mengatasnamakan sekretariat bersama Prabowo Subianto-Joko Widodo sebagai calon presiden dan wakil presiden untuk Pemilu 2024. Mereka mendeklarasikan pasangan tersebut pada 15 Januari 2022. Dalam politik memang tak ada yang mustahil. Tapi mendorong bekas Gubernur DKI Jakarta itu menjadi calon wakil Prabowo, lawan dalam dua kali pemilihan presiden dan saat ini Menteri Pertahanan di kabinet Jokowi, adalah serendah-rendahnya moral politik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kelompok ini seperti mendapat angin segar ketika Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama Dalam Negeri Mahkamah Konstitusi, Fajar Laksono, melontarkan pernyataan tak ada larangan presiden dua periode menjadi calon wakil presiden, pada pertengahan September 2022. Meski bukan kapasitasnya, Fajar dengan gegabah menyatakan presiden yang telah menjabat dua periode bisa menjadi calon wakil presiden, karena hal itu secara eksplisit tidak diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Apa yang dilakukan Fajar ini melanggar etik karena tidak hanya mencederai muruah MK sebagai lembaga independen, tapi juga menyesatkan.

Sebab, sesungguhnya secara hukum Jokowi tidak bisa menjadi calon wakil presiden. Ada dua alasan yang tidak memungkinkan hal itu terjadi, yakni nilai-nilai konstitusional dalam UUD 1945 dan penafsiran sistematis. Amendemen konstitusi, yang merupakan amanat reformasi, mengusung semangat pembatasan kekuasaan dengan berpijak pada pengalaman Soeharto menjadi presiden selama 32 tahun. Pasal 7 UUD 1945 jelas tidak membolehkan presiden dua periode menjadi wakil presiden. Dalam konteks penafsiran sistematis, ketentuan tersebut juga tidak bisa berdiri sendiri karena berkaitan dengan Pasal 8 yang menyebutkan wakil presiden menggantikan presiden yang berhalangan tetap.

Penjelasannya adalah, jika Jokowi terpilih menjadi wakil presiden pada 2024, dia tidak bisa melaksanakan Pasal 8 UUD 1945 untuk menggantikan presiden yang mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak bisa melakukan kewajibannya. Musababnya, dia terganjal oleh Pasal 7 yang menyebutkan presiden dan wakil presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali. Karena itu, Jokowi yang sudah menjadi presiden dua periode tidak memenuhi syarat untuk menjadi calon wakil presiden. Artinya, apa yang disampaikan Kepala Bagian Humas MK jelas salah kaprah.

Sangat disayangkan pimpinan Mahkamah Konstitusi terkesan membela Fajar dengan hanya memberi klarifikasi bahwa itu bukan pernyataan resmi lembaga, melainkan lebih merupakan komentar pribadi. Padahal sikap tegas dibutuhkan untuk menegaskan kepada publik bahwa lembaga ini independen dan tidak memihak. Independensi Mahkamah Konstitusi menjadi sorotan setelah ketuanya, Anwar Usman, menikahi adik Jokowi. Masih ada kesempatan untuk memperbaiki semua ini. Caranya, MK harus menolak gugatan uji materi Undang-Undang Pemilu yang diajukan sekretariat bersama Prabowo-Jokowi. Gugatan ini bertujuan melapangkan jalan mereka mendorong Jokowi sebagai calon wakil presiden.

Sikap Jokowi yang menolak memberikan tanggapan karena bukan dia yang menggulirkan wacana cawapres tersebut sama sekali tidak meredakan polemik. Jika memang tidak tertarik, ia harus secara gamblang menunjukkan sikap tegas menolak ide tersebut.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus