Saya ikut bergembira sekaligus khawatir membaca komentar Saudara Hamid Salim Muladawilah tentang zat warna (TEMPO, 26 Desember). Gembira karena ada kasus makanan/minuman tidak sehat mendapat teguran, lalu secara sportif pihak yang bertanggung jawab mau menerima dan memperbaiki tindakannya. Dan itu kebetulan produk dalam negeri Indonesia untuk konsumsi luar negeri, yakni Arab Saudi (juga kabarnya, terjadi di AS). Lalu timbul pertanyaan di hati saya, bagaimana dengan produk untuk konsumsi dalam negeri? Adakah penyelidikan laboratorium yang serupa demi kesehatan rakyat Indonesia? Dalam dunia perdagangan kini, dengan segala macam persaingan sehat atau tidak, setiap penghasil produk harus berupaya tetap mendapatkan untung atau, paling tidak, tidak rugi atau bangkrut. Sehingga, mungkin ada produsen yang melakukan segala upaya tetapi melupakan dampak negatif yang mungkin timbul dan menimpa para konsumen. Misalnya zat warna yang digunakan bukan jenis foodcolor. Itu berbahaya, karena yang akan terkena para konsumen yang sebagian besar terdiri dari bangsa sendiri. Juga, ada produk yang memakai zat pengawet berbahaya -- ini berita burung yang belum dibuktikan secara ilmiah -- misalnya pemakaian formalin yang dicampurkan ke dalam beberapa jenis produk makanan/lauk-pauk dengan maksud agar tak cepat busuk atau basi. Sehingga, produk itu dapat dipasarkan lebih lama. Sebagai penggemar dan pencinta produk dalam negeri, saya ikut mengimbau Departemen Kesehatan, Lembaga Konsumen, dan seluruh aparat instansi apa saja yang terlibat agar bertindak. Ya, mungkin, semacam langkah quality control, yang berdisiplin, demi kesehatan rakyat pada umumnya, dan kesehatan generasi muda khususnya. Sebab, para konsumen produk itu sebagian besar terdiri dari generasi penerus bangsa itu. Mereka penggemar atau terpaksa gemar - karena kondisi kantung yang tak dapat memilih produk bermutu - bakso, tahu, kerupuk mi, saus tomat, sambal botol, kecap, sirup, minuman botol, dan sejenisnya. Semua produk itu mempunyai kecenderungan memakai zat warna atau zat penawet secara salah atau berlebihan, sehingga berada dalam tingkat yang berbahaya. Saya yakin, kalau tindakan tegas yang dikeluarkan oleh aparat yang bertindak selaku quality control dengan menyatakan bahwa produk ini tidak laik, produk itu laik, akan membuat produsen tak bertarlgung jawab berpikir berkali-kali. Dan kami, para konsumen yang terdiri dari golongen menengah ke bawah, sadar atau tidak sadar akan diselamatkan dari dampak neKatif, yang oleh Saudara Hamid Salim Muladawilah tadi disebut sebagai penyakit buas kanker dan aplastik. Semoga, bangsi Indonesia terutama generasi mudanya, dikaruniai kesehatan jasmani dan rohani. A. MOERSANTO Kompleks PLP PO Box 50 Curug Tangerang 15001 Jawa Barat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini