Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Bensin Langka Apa Sebabnya

Pemadaman listrik berlangsung akibat kelangkaan pasokan BBM. Pertamina dan Departemen Keuangan saling tuding.

27 Juni 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Indonesia boleh bangga sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Namun kebanggaan ini ada harganya. Wilayah Nusantara yang terdiri dari belasan ribu pulau itu telah lama dikenal sebagai surga para penyelundup. Bagi mereka berlaku pepatah: di mana ada perbedaan harga, di situlah peluang menyelundup hidup.

Pepatah itu kini berlaku pada pengadaan bahan bakar minyak (BBM) nasional. Cobalah simak harga bensin di Indonesia yang Rp 2.400 per liter. Padahal di Singapura, yang jaraknya hanya 15 menit berferi dari Pulau Batam, para pengendara mobil mengorek lebih dari Rp 9.000 untuk satu liter bensin. Sebagian dari tarif yang dibayar memang termasuk pajak yang cukup tinggi. Terbukti di Malaysia, yang cuma terpisahkan selat sempit, harga bahan bakar mobil ini hampir Rp 4.000 seliter.

Malaysia, seperti Indonesia, termasuk negara penghasil minyak. Cuma, karena konsumsi dalam negeri terus meroket sementara produksi malah menurun, kini Indonesia lebih banyak mengimpor BBM ketimbang mengekspornya. Akibatnya, semakin tinggi harga minyak dunia, semakin besar kerugian negara. Apalagi harga jual minyak dalam negeri, karena disubsidi, lebih rendah daripada harga pasar internasional.

Subsisi itu kini terus membengkak akibat kenaikan harga minyak dunia belakangan ini. Dengan patokan harga minyak yang berlaku sekarang, misalnya, harga bensin harus di atas Rp 3.500 per liter agar subsidi dapat dihilangkan. Itu sebabnya di negara-negara yang tak memproduksi minyak, harga BBM-nya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Indonesia. Di New Delhi, India, harganya sekitar Rp 7.000 seliter alias setara dengan harga di Nairobi, Kenya. Di Bangkok, Thailand, pengendara mobil mesti mengeluarkan sekitar Rp 6.000 untuk satu liter bensin.

Di Indonesia, menghadapi kenaikan harga minyak dunia ini, pemerintah dan para wakil rakyat di Senayan ternyata tak berani menyesuaikan harga BBM dalam negeri. Terbukti, dalam APBN Perubahan 2005 disediakan subsidi BBM senilai Rp 76,5 triliun alias hampir empat kali lipat anggaran awal. Ini pun dengan asumsi harga minyak dunia rata-rata US$ 45 per barel, padahal saat ini harga sudah meraih US$ 60.

Subsidi yang kebanyakan dinikmati para pengendara bermotor ini sesungguhnya melanggar moral. Itu terlihat bila kita bandingkan dengan anggaran pendidikan yang hanya Rp 6,3 triliun, anggaran untuk kesehatan cuma Rp 3,9 triliun, dan dana untuk pembangunan infrastruktur desa hanya Rp 3,4 triliun. Bandingkan dengan di India, yang pemerintahnya mampu menggratiskan listrik penggerak pompa irigasi para petani karena tak dibebani subsidi BBM untuk para pemilik mobil.

Di Indonesia, bukan hanya pemilik mobil yang mendapat rezeki subsidi. Para penyelundup BBM kini semakin kaya. Berkapal-kapal BBM itu diselundupkan ke luar negeri setiap hari. Akibatnya, bensin menjadi langka di Indonesia dan sejumlah pembangkit listrik terpaksa tak dapat bekerja. Kita pun dianjurkan menghemat listrik sementara. Pertamina dan Departemen Keuangan pun saling tuding sebagai penyebab masalah ini.

Keadaan ini tak dapat dibiarkan berlarut-larut. Harga BBM harus segera disesuaikan agar pemerintah dapat menyediakan program pendidikan yang memadai, memberikan fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat, dan membangun infrastruktur di pedesaan. Sekaligus juga menutup peluang penyelundup BBM di negeri ini, hingga bensin tak lagi langka bagi orang banyak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus