Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Suara Rakyat yang Kecewa

Rakyat tampaknya semakin cerdas dalam pemilihan kepala daerah yang sudah digelar. Termasuk memilih untuk tidak memilih.

27 Juni 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Semakin terbukti bahwa suara rakyat sulit dibelokkan begitu saja oleh pimpinan partai politik di pusat. Hasil pemilihan kepala daerah (pilkada) di Banyuwangi, Jawa Timur, dan di Kabupaten Badung, Bali, menunjukkan intervensi Dewan Pengurus Pusat PDI Perjuangan dibalas dengan tidak mematuhi ajakan memilih. Kasus hampir sama juga terjadi pada Partai Kebangkitan Bangsa, yang calonnya kalah di beberapa kabupaten di Jawa Timur, karena elite di pusat tidak klop dengan pendukungnya.

Pemenang pilkada di Banyuwangi adalah pasangan Ratna Ani Lestari dan Yusuf Noeris, yang diusung koalisi 18 partai kecil. Pengusungnya boleh partai kecil, tetapi Ratna sesungguhnya punya massa besar karena dia kader PDI Perjuangan. Ratna adalah Ketua Srikandi PDI Perjuangan Bali, anggota DPRD di Kabupaten Jembrana, dan suaminya adalah Bupati Jembrana sekaligus ketua cabang PDIP setempat. Dalam rapat kerja PDI Perjuangan Banyuwangi, pasangan Ratna-Yusuf Noeris menang dalam konvensi. Namun DPP PDI Perjuangan tidak memberi rekomendasi dan justru memilih pasangan Ali Sya'roni-Yusuf Widyatmoko. Ratna sempat putus asa, tapi pendukungnya mencarikan "kendaraan baru" dengan melobi partai-partai kecil yang tak punya wakil di parlemen. Ada 18 partai kecil yang mendukung Ratna untuk memenuhi aturan undang-undang. Akhirnya Ratna mengalahkan calon dari PKB, Golkar, Demokrat, termasuk calon dari PDI Perjuangan, karena sejatinya warga PDI Perjuangan tetap kompak memilihnya.

Di Kabupaten Badung sedikit berbeda. Dalam rapat kerja PDI Perjuangan, pemenangnya adalah Tjokorde Ratmadi, bupati lama. Namun DPP PDI Perjuangan tidak merekomendasi Tjok Ratmadi. Ini untuk kedua kalinya Tjok Ratmadi diganjal Megawati—sebelumnya ketika ia mencalonkan diri sebagai Gubernur Bali. Hanya, Tjok Ratmadi tak mau melawan seperti Ratna. Hasil pemilihan pada Sabtu pekan lalu, calon PDI Perjuangan, yaitu Sumer-IGN Oka, dikalahkan calon dari gabungan partai kecil yang dimotori Golkar, AAG Gde Agung-Sudikerta. Massa PDIP sebagian membelot dan sebagian lagi golput.

Pelajaran yang didapat dari kasus ini adalah suara rakyat tak mudah dibelok-belokkan oleh pemimpinnya di Jakarta, karena merekalah yang tahu siapa figur yang dikehendaki. Pengalaman pilkada yang pertama ini juga memberikan kesempatan kepada kita untuk meninjau kembali aturan-aturan dalam pemilihan mendatang. Apakah tidak sebaiknya pengajuan calon bupati dan wali kota diserahkan sepenuhnya ke pimpinan partai politik di daerah pemilihan itu sendiri. Jiwa dari aturan yang ada sekarang memang seperti itu, yang mendaftarkan calon bupati dan wali kota ke KPUD adalah partai politik atau gabungan partai politik. Hanya masih ada persyaratan rekomendasi dari pimpinan partai di pusat, mungkin untuk menghindari kalau terjadi kepengurusan ganda partai politik di daerah atau perpecahan, sehingga calonnya lebih dari satu pasang. Rekomendasi inilah yang memberikan peluang pucuk pimpinan partai di pusat melakukan intervensi. Pada masa mendatang, peran KPUD bisa ditingkatkan untuk memutuskan kalau ada pencalonan ganda yang dikhawatirkan itu.

Intervensi pusat menimbulkan kekecewaan yang dibuktikan dengan berbeloknya suara. Namun apakah fenomena golput yang demikian besar juga dampak dari kekecewaan rakyat dalam memilih? Ini perlu dikaji, karena secara teoretis rakyat saat ini diperkirakan bersemangat memilih langsung pemimpinnya, karena untuk pertama kalinya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus