Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Jalan Pintas Mengatur Bisnis Pinjaman Online

Rontoknya sejumlah perusahaan fintech peer-to-peer lending menjerat banyak pemodal individual. Risiko besar yang telat diantisipasi. 

 

29 Desember 2024 | 08.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Jalan Pintas Mengatur Bisnis Fintech

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • OJK sedang membahas aturan untuk membatasi pembiayaan peer-to-peer lending.

  • Banyak perusahaan fintech berguguran karena banyak peminjamnya gagal bayar.

  • Tak semua dana pemberi pinjaman dijamin oleh asuransi.

RENCANA Otoritas Jasa Keuangan memperketat layanan jasa keuangan yang menghubungkan pemberi dengan penerima pinjaman secara langsung lewat platform digital (peer-to-peer lending) sudah terlambat. Upaya tersebut baru akan dilakukan setelah banyak korban berjatuhan karena model bisnisnya bermasalah dan merugikan pemberi pinjaman (lender).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

OJK kini sedang membahas aturan untuk membatasi keterlibatan lender individual nonprofesional pemburu imbal hasil tinggi ikut mendanai modal pembiayaan peer-to-peer lending. Pemicunya, makin banyak perusahaan peer-to-peer lending berguguran karena banyak peminjamnya yang gagal bayar. Lender gigit jari karena modal pinjaman mereka tak semua dijamin oleh asuransi.

TaniFund dan Investree adalah dua perusahaan financial technology (fintech) yang sudah dilikuidasi karena bangkrut. Kini KoinWorks sedang menunggu ajal setelah ratusan miliar rupiah pinjaman dikemplang debitornya. Yang dirugikan di sini bukan semata manajemen perusahaan fintech, melainkan juga lender sebagai pemberi pinjaman. 
 
Banyak yang tergiur menjadi lender karena mabuk kepayang dengan imbal hasil tinggi. Return lender minimal bisa belasan persen per tahun, jauh di atas bunga deposito bank yang hanya di bawah 5 persen. Iming-iming ini yang membuat industri peer-to-peer lending tumbuh pesat—selain karena banjir uang dari pemodal sektor teknologi. Per Oktober 2024, pemain peer-to-peer lending mencapai 97 perusahaan. Sementara itu, outstanding pinjaman (yang belum dibayar) masih Rp 75,02 triliun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Belakangan, industri ini menunjukkan wajah aslinya. Kredit macetnya tinggi. Tingkat risiko kredit macet secara agregat (TWP 90) per Oktober 2024 mencapai 2,37 persen. Ketika angsuran dari si peminjam macet, hal itu langsung berimbas kepada lender. Sebab, tidak seperti perbankan yang mendanai penyaluran pinjaman dari simpanan nasabah—yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan—peer-to-peer lending hanya menjadi penyalur pinjaman dari lender ke peminjam. Risiko tidak ditanggung perusahaan seperti dalam perbankan ketika terjadi gagal bayar utang, tapi ditanggung penumpang alias lender.
 
Sebagian besar lender sebetulnya sudah sadar akan risiko tersebut. Namun banyak yang goyah karena terkena bujuk rayu imbal hasil tinggi dengan klaim risiko terukur. Dalam situasi ini, OJK sebagai otoritas tunggal keuangan semestinya sudah bisa membaca situasi. 
 
Namun, yang terjadi dalam beberapa tahun belakangan, OJK malah terkesan gamang. Alih-alih bersikap tegas, OJK, pemerintah, dan industri melihat peer-to-peer lending berbasis teknologi sebagai solusi mengatasi masalah akses pembiayaan bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah. 

Padahal peer-to-peer lending adalah lingkaran setan. Perusahaan fintech harus mengiming-imingi lender dengan imbal hasil tinggi agar mau memberikan modal pinjaman. Dampaknya, fintech mesti mengenakan bunga lebih tinggi kepada peminjam untuk menghasilkan return ke lender dan mengongkosi operasi mereka yang tidak murah. Ujung-ujungnya, UMKM atau pebisnis kecil seperti terjerat lintah darat.

Tak perlu menunggu waktu lama untuk melihat model bisnis tersebut bermasalah. Seharusnya, jika pemerintah dan otoritas ingin memperluas akses masyarakat terhadap pembiayaan, ada banyak model lebih sehat yang bisa didorong. Dari kredit usaha rakyat, bank grameen (yang menyediakan kredit mikro bagi penduduk di perdesaan), hingga penguatan bank perkreditan rakyat.

Masuk untuk melanjutkan baca artikel iniBaca artikel ini secara gratis dengan masuk ke akun Tempo ID Anda.
  • Akses gratis ke artikel Freemium
  • Fitur dengarkan audio artikel
  • Fitur simpan artikel
  • Nawala harian Tempo
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus