Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Cukup Sudah Aniaya di Jatinangor

Sistem pendidikan di Institut Pemerintahan Dalam Negeri Jatinangor melahirkan lingkaran setan kekerasan yang sulit dipadamkan. Sebaiknya dibubarkan saja.

16 April 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tradisi kebrutalan di Institut Pemerintahan Dalam Negeri Jatinangor membuahkan hal yang mengerikan: kematian dan kekerasan yang terlembagakan. Generasi yang tercipta adalah pamong praja yang menganut siksa dan pukul sebagai bagian dari pola pembinaan. Kekerasan adalah kejahatan yang wajib dihalau di mana pun. Apalagi di sebuah institusi yang mendidik calon pemimpin birokrasi yang kelak bertugas mengayomi masyarakat.

Kematian Cliff Muntu, seorang mahasiswa junior di kampus itu, menguak kembali betapa perilaku brutal dan pelecehan martabat manusia telah menjadi bahasa keseharian di kampus IPDN. Institusi itu menerapkan 45 persen kurikulum pengajaran serta pengembangan intelektual, 25 persen pelatihan, 30 persen pengasuhan. Setiap praja digembleng melalui sistem ini untuk menjadi pribadi yang disiplin, terampil, mahir dalam ilmu, tangguh mental maupun fisik.

Ironisnya, kekerasan dan penganiayaan justru paling banyak timbul di wilayah pengasuhan, tatkala para mahasiswa diberi otoritas untuk turut membina juniornya. Di sinilah perilaku kekerasan mulai dilembagakan: saat si junior menjadi senior, dia melampiaskan cara-cara pembinaan yang dahulu diterimanya.

Maka suara yang kuat meminta pembubaran sekolah pamong praja itu sejak 2003 sebaiknya diwujudkan segera. Ada tiga kematian dalam tujuh tahun terakhir. Fakta ini jelas menunjukkan ketidakmampuan penyelenggara institusi melakukan perbaikan. Dalam kasus kematian Cliff, seorang dekan bahkan diduga berupaya menutupi mahasiswa yang telah membunuh junior mereka.

Mempertahankan IPDN adalah pilihan penuh risiko. Kita khawatir birokrasi akan diisi oleh para pejabat yang menyimpan potensi berperilaku garang akibat pendidikan yang diterimanya. Padahal mereka diharapkan mewujudkan tujuan awal institusi, yaitu menghasilkan birokrat berjiwa pamong serta terampil mengelola pemerintahan.

Untuk mengejar tujuan itu, orang tua dari berbagai daerah berusaha keras mengirimkan putra-putri terbaik mereka ke Jatinangor. Apalagi banyak kemudahan tersedia. Pendidikan disubsidi oleh negara—untuk tahun 2007 IPDN mendapat subsidi Rp 150 miliar. Praja mendapat semua kelengkapan studi serta mulai digaji pada tahun kedua. Prakteknya lagi-lagi meleset. Sebagian anak daerah yang dikirim ke sana adalah titipan para pejabat.

Sudah saatnya kita mengubah persepsi bahwa hanya IPDN yang mampu menyiapkan tenaga birokrat yang andal. Universitas negeri dan swasta yang kini tersebar di berbagai wilayah Indonesia pasti mampu menyediakan sarjana ilmu pemerintahan yang berkualitas.

Kelompok sarjana universitas itu merupakan potensi yang dapat dilatih untuk memenuhi posisi kepamongprajaan di berbagai level pemerintahan.

Ide pembubaran IPDN tentu saja mendapat banyak tentangan, mulai dari para praja, dosen, sampai orang tua mahasiswa. Tapi haruskah kita menanti kematian lain untuk bertindak tegas?

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menurun-kan perintah membekukan penerimaan mahasiswa IPDN setahun ke depan. Presiden juga menegaskan agar semua kegiatan ekstrakurikuler di dalam dan di luar kampus harus disetop segera. Tapi yang diperlukan lebih dari itu. Kekerasan yang telah berurat-akar hanya bisa dimatikan dengan mencabut seluruh akarnya.

Maka inilah usulannya: tutup saja IPDN Jatinangor.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus