Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Perang Ukraina dapat berdampak pada politik dan ekonomi global.
Konflik ini memperburuk ekonomi global yang sedang dalam fase pemulihan dari pandemi.
Akan lahir ekosistem ekonomi konvensional Amerika serta sistem alternatif Cina dan Rusia.
Suryaputra Wijaksana
Kandidat Master of Public Policy Lee Kuan Yew School of Public Policy, Singapura
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tahun 2022 digadang-gadang menjadi tahun pemulihan perekonomian global dari kehancuran pandemi Covid-19. Namun harapan itu sirna ketika meletus perang Rusia-Ukraina. Konflik itu berdampak pada politik dan ekonomi. Dari sisi politik, konflik tersebut menandakan bahwa Rusia, yang didukung Cina, berani menantang tatanan global yang dipimpin Amerika Serikat sejak akhir Perang Dunia II dengan menentang pengenaan sanksi ekonomi dan dukungan dalam perhelatan diplomasi global.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di Benua Eropa, konflik itu menjadi pemicu bagi persatuan Eropa, yang dapat melahirkan militer Eropa yang independen dari orbit Amerika. Respons Amerika atas krisis Rusia-Ukraina sangat menentukan kredibilitas Amerika sebagai “polisi dunia”. Respons Amerika yang terlalu lemah akan melemahkan tatanan global, tapi respons yang terlalu kuat dapat memicu eskalasi konflik dan mungkin mencapai perang nuklir.
Dari sudut ekonomi, konflik tersebut mempunyai dampak berganda. Pertama, konflik ini dapat memperburuk ekonomi global yang sedang dalam fase pemulihan dari pandemi Covid-19. Sementara itu, inflasi di negara maju dan berkembang mencapai titik tertinggi dalam 20 tahun terakhir. Untuk mencegah inflasi yang tinggi dan berkepanjangan, bank sentral di seluruh dunia akan melakukan pengetatan. Namun hal itu juga bukan tanpa risiko. Pengetatan moneter yang terlalu cepat dapat memicu resesi, tapi terlalu lambat pun dapat memicu stagflasi. Belum lagi pengetatan moneter yang akan meningkatkan beban utang pemerintah yang ditumpuk selama masa pandemi. Bank Dunia, dalam outlook 2022, memperingatkan ihwal potensi krisis utang global akibat kombinasi pertumbuhan ekonomi yang lambat dan tingkat utang yang tidak berkelanjutan.
Bagi Indonesia, dampak jangka pendek yang paling signifikan adalah kenaikan harga pangan dan bahan bakar. Untungnya, harga bahan bakar masih dikendalikan pemerintah dan ditanggung Pertamina, yang masih menikmati windfall harga minyak tinggi. Namun harga bahan pangan menjadi wild card karena status Indonesia sebagai eksportir dan importir bahan pangan. Harga minyak goreng yang akhir-akhir meningkat tajam terjadi akibat produsen memilih mengekspor daripada menjual di dalam negeri. Sementara itu, pengetatan moneter global dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan beban bunga utang pemerintah.
Untuk jangka panjang, perubahan rantai pasok global yang menghindari Rusia dan Ukraina harus diwaspadai. Hal itu dapat menguntungkan Indonesia di sektor tertentu, seperti minyak, gas, logam, dan bahan pangan, tapi juga merugikan di sektor lain, seperti gandum dan persenjataan.
Kedua, konflik Rusia-Ukraina dapat menjadi pemicu untuk mempercepat decoupling perekonomian global menjadi dua ekosistem: sistem konvensional yang didominasi Amerika dan sistem alternatif yang didominasi Cina serta Rusia. Hal itu dapat terjadi dengan meningkatnya penggunaan mata uang selain dolar Amerika serta munculnya sistem pembayaran alternatif, seperti CIPS (Cina) dan SPFS (Rusia).
Bagi Indonesia, tren decoupling ibarat koin bermuka dua. Dampak positif bagi Indonesia, antara lain, adalah berkurangnya ketergantungan pada dolar Amerika, meningkatnya perdagangan dan investasi dari negara non-tradisional, serta meningkatnya peran investor domestik. Namun decoupling juga dapat berdampak negatif pada sistem finansial global yang kurang efisien dan menimbulkan ketidakstabilan pasar finansial akibat berubahnya pola perekonomian global.
Pemerintah harus memberikan perhatian khusus kepada konsekuensi konflik Rusia-Ukraina karena dampaknya secara politik dan ekonomi sangat signifikan serta berjangka panjang. Dalam jangka pendek, pemerintah harus segera mencegah kenaikan harga pangan dengan sejumlah kebijakan, seperti mempertahankan domestic market obligation dan menjamin stok pangan dengan berbagai cara, termasuk membuka keran impor. Dalam merespons decoupling perekonomian global, pemerintah harus melakukan mitigasi, seperti mengalokasikan cadangan devisa dalam mata uang maupun aset alternatif yang kredibel serta memperkuat hubungan diplomasi dan ekonomi dengan negara asal investasi non-tradisional.
Dalam jangka menengah hingga panjang, pemerintah harus konsisten melakukan reformasi ekonomi agar Indonesia terlepas dari cengkeraman jebakan komoditas. Pengelolaan bahan mentah di hilir harus terus digalakkan dan diversifikasi pasar ekspor ke negara non-tradisional dikejar. Pemerintah harus terus memperbaiki basis pajak untuk mengurangi pertambahan utang baru dan meningkatkan efektivitas kebijakan fiskal.
Di sektor riil, produktivitas pekerja dipicu agar sektor manufaktur kompetitif di pasar global. Pasar finansial domestik harus diperdalam agar Indonesia tidak tersandera pasar finansial global. Pada akhirnya, seperti pepatah Cina kuno, dalam setiap krisis, seperti perang Rusia-Ukraina, pasti ada kesempatan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo