Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Asal Klaim Khasiat Vaksin Terawan

Pemerintah tidak boleh membiarkan ada klaim dini khasiat vaksin Nusantara temuan mantan menteri kesehatan Terawan Agus Putranto.

23 Februari 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kontroversi Vaksin Nusantara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemerintah tidak boleh membiarkan ada klaim dini khasiat vaksin Nusantara temuan mantan menteri kesehatan Terawan Agus Putranto. Pernyataan sepihak bahwa vaksin tersebut memiliki keunggulan dibanding vaksin Covid-19 lainnya bisa menjadi sesat, karena belum melewati tahapan sebagaimana mestinya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pengumuman soal temuan vaksin ini semestinya baru bisa dikeluarkan setelah melewati fase I, II, dan III. Keliru besar jika publik dibombardir dengan informasi bahwa vaksin yang dikembangkan Terawan bersama peneliti RSUP Kariadi Semarang dengan sokongan AIVITA Biomedical Corporation (Amerika Serikat) dan Universitas Diponegoro itu bisa segera digunakan. Kabar kabur ini bisa berdampak buruk terhadap program vaksinasi Covid-19 yang tengah digelar pemerintah, karena masyarakat memilih menunggu vaksin yang diklaim lebih mujarab itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pernyataan sepihak Terawan soal vaksin temuannya tentu tak boleh dianggap enteng. Sebab, dia menjanjikan kemujaraban yang luar biasa, jauh melampaui vaksin-vaksin yang resmi dan telah teruji. Misalnya, vaksin Nusantara bersifat personalized (perorangan) dan efektif untuk segala usia, dari anak-anak hingga yang di atas 60 tahun, termasuk mereka yang punya penyakit penyerta (komorbid). Jual kecap sepihak mungkin sulit dipercaya publik jika disampaikan oleh seorang tukang obat di pasar tradisional. Tapi lain halnya jika yang mengatakan seorang dokter senior dan bekas menteri kesehatan.

Tentu boleh-boleh saja jika sejumlah kalangan ikut mengembangkan vaksin untuk mengatasi pandemi corona ini. Namun prosesnya mesti tertib, mengikuti prosedur standar penemuan vaksin yang berlaku secara internasional. Ketentuan bahwa sebuah vaksin harus diuji secara terbuka sampai saat ini belum dipenuhi vaksin Nusantara. Sebab, vaksin ini ujug-ujug muncul dan langsung diklaim berkhasiat dibanding merek yang sudah mendapat pengakuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Langkah superhati-hati dan waspada tingkat tinggi semakin penting ditempuh dalam menguji vaksin Nusantara, mengingat rekam jejak gelap Terawan dalam penemuan metode medis digital substraction angiography (DSA) dan injeksi heparin dalam mengobati pasien serangan stroke. Temuan yang mengabaikan proses ilmiah itu telah divonis melanggar etik oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran pada 2018, kendati sanksi tersebut tak pernah tereksekusi karena Terawan diangkat oleh Presiden Joko Widodo menjadi menteri kesehatan.

Karena itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan, sebagai lembaga yang punya otoritas menguji vaksin baru, harus independen. Uji klinis dan segala proses ketentuannya mesti dilakukan secara transparan dan terbuka dengan sampel yang memadai. Tidak boleh ada pengecualian dengan alasan apa pun dalam urusan vaksin Covid-19. Semua tahap harus mengacu pada proses ilmiah, bukan pada nasionalisme, apalagi harapan semu.

 

 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus