Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Kasus Kasminto memicu pro-kontra soal definisi membela diri dalam sistem hukum kita.
Dalam menjatuhkan vonis, hakim sebaiknya jangan terpaku pada formalitas hukum semata.
Polisi juga perlu segera menuntaskan delik pencurian dalam perkara ini.
Kasus Kasminto alias Mbah Minto di Pengadilan Negeri Demak, Jawa Tengah, menjadi ujian berikutnya bagi sistem hukum kita. Perkaranya berpotensi memunculkan rasa keprihatinan, ketika substansi atau interpretasi dari sebuah undang-undang gagal memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Mbah Minto kini sedang diadili di Pengadilan Negeri Demak. Kejaksaan menuntut kakek berusia 74 tahun ini hukuman 2 tahun penjara. Ia dianggap melanggar Pasal 351 ayat 2 KUHP karena telah melukai pencuri di kolam ikan tempatnya bekerja. Tuntutan ini sempat viral di media sosial dan memicu pro-kontra soal definisi membela diri dalam sistem hukum kita.
Di mata sebagian orang, tuntutan itu mungkin terlalu berlebihan. Apalagi Kasminto mengklaim aksinya pada awal September lalu itu dilakukan untuk membela diri setelah pencuri lebih dulu menyetrumnya dengan alat untuk mengambil ikan. Tapi fakta yang polisi dan jaksa kemukakan berbeda. Menurut mereka, pembacokan dilakukan sebelum pencurian. Kakek itu dituding masih melukai pencuri yang sudah minta ampun sehingga korbannya tersebut menderita luka parah di lengan kiri dan leher kanan.
Pada titik inilah kita harus hati-hati menilai fakta yang masih abu-abu. Apakah Kasminto berbohong bahwa ia sedang membela diri, ataukah penyidikan polisi yang luput menelaah perkara secara menyeluruh? Jawaban atas dua pertanyaan itu sangat menentukan berlaku-tidaknya Pasal 49 KUHP ihwal pembelaan diri, tepatnya klausul “perbuatan pembelaan terpaksa” yang bisa membuat pelaku bebas dari jerat pidana.
Karena sudah masuk persidangan, bola ada di tangan majelis hakim. Sudah sepantasnya mereka menelaah fakta sebenarnya dari kejadian itu. Hakim harus menguji kebenaran versi kedua kubu dengan memeriksa bukti-bukti pendukung secara cermat. Dalam menjatuhkan vonis, mereka sebaiknya tidak terpaku pada formalitas hukum semata. Sebaliknya, hakim juga harus mempertimbangkan faktor sebab-akibat, pangkal soal yang menjadi sebab awal peristiwa tersebut.
Tak ada salahnya bila majelis hakim membuka kembali peluang penyelesaian perkara lewat restorative justice, penyelesaian perkara di luar sidang yang bisa lebih mencerminkan rasa keadilan masyarakat. Polisi dan jaksa selama ini tidak memakainya karena mengklaim tak ada iktikad dari kedua pihak untuk saling memaafkan. Selain itu, kasus ini masuk kategori penganiayaan berat dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.
Bila hakim mampu mendudukkan perkara ini dengan adil dan bijaksana, putusan mereka di Pengadilan Negeri Demak kelak bisa menjadi referensi penting. Apalagi kasus Mbah Minto ini hanya satu dari banyak perkara hukum yang tergolong abu-abu apakah termasuk membela diri ataukah main hakim sendiri. Sebelumnya, sudah banyak kasus pembelaan diri yang berujung penjara. Pada Februari tahun ini, misalnya, seorang gadis berusia 15 tahun di NTT diadili karena membunuh pria yang mencoba memperkosanya. Tahun lalu, dua orang anggota satpam di Sumatera Barat masuk bui karena dituduh menyebabkan kematian saat melawan seseorang yang masuk tanpa izin.
Kasus-kasus itu pantas menjadi bahan renungan semua pihak. Masyarakat perlu menahan diri, termasuk tidak bertindak berlebihan saat membela diri, apalagi main hakim sendiri. Aparat hukum juga harus lebih lebih jeli dan sensitif saat menangani kasus pembelaan diri seperti ini. Ketika menegakkan kepastian hukum, mereka tak boleh menutup diri terhadap nilai dan rasa keadilan yang ada di masyarakat.
Ihwal kasus Kasminto, polisi juga perlu segera menuntaskan delik pencurian dalam perkara tersebut. Rasa keadilan masyarakat akan terkoyak ketika hal yang menjadi "akibat" lebih didahulukan penanganannya, sementara perkara hukum yang menjadi faktor penyebab kasus ini masih jalan di tempat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo