Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Ekspansi Tentara di Perusahaan Negara

Penunjukan jenderal aktif jadi Direktur Utama Perum Bulog memancing polemik. Kementerian BUMN terlalu menggampangkan persoalan.

14 Februari 2025 | 06.00 WIB

Tumpukan beras Bulog di Gedung Sasana Krida Karang Taruna (SKKT) 08 Kelurahan Kebon Kosong, Kemayoran, Jakarta Pusat, 6 Desember 2024. TEMPO/Martin Yogi Pardamean
Perbesar
Tumpukan beras Bulog di Gedung Sasana Krida Karang Taruna (SKKT) 08 Kelurahan Kebon Kosong, Kemayoran, Jakarta Pusat, 6 Desember 2024. TEMPO/Martin Yogi Pardamean

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Erick Thohir berdalih pergantian diilakukan karena Wahyu Suparyono tidak maksimal menjalankan tugas pemerintah.

  • Alasan Erick bahwa penunjukan militer bisa menuntaskan persoalan sangat menyederhanakan masalah

  • Perusahaan negara yang bertanggung jawab atas urusan pangan memerlukan profesional yang mumpuni.

KEPUTUSAN Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir menunjuk jenderal tentara aktif sebagai Direktur Utama Perum Bulog merupakan langkah yang kebablasan. Selain menabrak undang-undang, pilihan tersebut menunjukkan pandangan keliru bahwa semua urusan sipil hanya bisa diselesaikan oleh tentara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Kementerian BUMN mengangkat Mayor Jenderal Novi Helmy Prasetya sebagai bos baru Bulog, menggantikan Wahyu Suparyono yang baru menjabat selama lima bulan. Erick Thohir berdalih pergantian tersebut dilakukan karena Wahyu tidak maksimal menjalankan tugas pemerintah. Salah satunya penyerapan 3 juta ton beras.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Alasan Erick bahwa penunjukan Novi Helmy bisa menuntaskan persoalan tersebut seperti sangat menyederhanakan masalah. Dia juga tutup mata atas pelanggaran Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2024 tentang Tentara Nasional Indonesia. Pasal 47 dalam undang-undang tersebut menegaskan bahwa prajurit bisa menduduki jabatan sipil jika sudah pensiun atau mengundurkan diri sebagai anggota TNI aktif. Selanjutnya prajurit TNI aktif bisa menduduki jabatan aktif tapi terbatas pada sepuluh kementerian atau lembaga yang berkaitan dengan keamanan negara.

Sepuluh lembaga itu adalah kementerian di bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara, Sekretaris Militer Presiden, Badan Intelijen Negara, Lembaga Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR), Badan Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.

Penempatan jenderal aktif sebagai bos Bulog amat terasa akrobat aturannya. Demi memuluskan jalan Novi Helmy menduduki jabatan yang setara dengan eselon I, pangkatnya dinaikkan menjadi jenderal bintang tiga. Sepekan sebelum ditunjuk Erick Thohir, Novi dipromosikan sebagai Komandan Jenderal Akademi TNI oleh Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dari posisi sebelumnya, Asisten Teritorial Panglima TNI.

Pemerintah terlalu menyederhanakan masalah bahwa persoalan yang selama ini membelit Bulog bisa terselesaikan oleh jenderal yang berpengalaman dan memiliki jaringan luas hingga ke tingkat bintara pembina desa atau babinsa. Menteri Erick lupa bahwa Bulog sebagai perusahaan negara yang bertanggung jawab atas urusan pangan memerlukan profesional yang mumpuni dalam pengelolaan perusahaan, bukan prajurit yang sepanjang kariernya lebih banyak bersentuhan dengan urusan latihan tempur.

Penunjukan Novi ini menambah banyak pendudukan jenderal aktif pada jabatan sipil. Sebelumnya, berbagai jabatan di kementerian diisi oleh prajurit aktif TNI berdasarkan surat keputusan Panglima TNI pada Desember 2024. Mereka adalah Mayor Jenderal Maryono yang menjabat Inspektur Jenderal Kementerian Perhubungan, Mayor Jenderal Irham Waroihan sebagai Irjen Kementerian Pertanian, dan Laksamana Pertama Ian Heriyawan di Badan Penyelenggara Haji.

Menurut catatan Imparsial, lembaga yang mengadvokasi penegakan hak asasi manusia di Indonesia, terdapat 2.569 prajurit TNI aktif di jabatan sipil pada 2023. Ini masih ditambah 29 perwira aktif menduduki jabatan sipil di luar lembaga yang ditetapkan dalam Undang-Undang TNI.

Melihat masifnya penempatan tentara pada jabatan sipil, patut dicurigai hal itu akan dilegalkan dalam revisi Undang-Undang TNI yang bergulir di Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam draf revisi pada pasal 47 ayat 2 terdapat penambahan jabatan sipil selain sepuluh lembaga ketahanan negara itu. Dalam pasal ini terjadi penambahan kalimat soal jabatan yang bisa diisi tentara aktif. Kalimat yang berbunyi “serta kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif sesuai dengan kebijakan presiden” akan menjadi celah atas nama kebutuhan masuknya tentara dalam urusan sipil.

Pengangkatan prajurit TNI aktif ini merupakan bentuk pragmatisme. Penunjukan tentara di pucuk pimpinan lembaga sipil dengan pertimbangan anggapan lebih gampang diperintah sehingga pesan dari atas ke bawah lebih terjamin sampai. Pemahaman yang terkesan menggampangkan persoalan ini dipilih pemerintah Presiden Prabowo Subianto, tak peduli jika itu meruntuhkan supremasi sipil dan merusak demokrasi.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus