Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
GAGAL bayar utang jatuh tempo PT Waskita Karya (Persero) Tbk adalah buah nafsu besar tenaga kurang pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam membangun infrastruktur. Berhasrat membangun Indonesia dengan proyek-proyek mercusuar, Jokowi menimpa bom waktu keruntuhan badan usaha milik negara (BUMN) kita.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan dalih penugasan negara, Jokowi memaksa sejumlah BUMN karya mengerjakan proyek-proyek infrastruktur besar, seperti jalan tol, dengan tidak menimbang kemampuan tiap BUMN itu. Akibat pemaksaan itu, BUMN menjual obligasi. Kini mereka tak bisa membayar pokok dan bunga utang itu kepada para pemegangnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Celakanya, pemegang obligasi itu adalah perusahaan dana pensiun dan asuransi, dua bisnis dengan nasabah banyak dan rentan. Perusahaan-perusahaan itu dipaksa oleh pemerintah membeli obligasi Waskita melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 36 Tahun 2016. Argumen pemaksaan dalam aturan ini adalah “mendorong investor dalam pembangunan nasional”.
Dari sepuluh seri obligasi Waskita dan anak perusahaannya, Waskita Beton Precast, jumlahnya mencapai Rp 8,942 triliun. Perusahaan pengelola dana pensiun menjadi pemegang obligasi terbanyak kedua dengan nilai Rp 1,8 triliun. Obligasi itu jatuh tempo pada 23 Februari 2023. Waskita mencoba bernegosiasi dan memulurkan jadwal bayar.
Sudah dua kali Waskita meminta penundaan bayar hingga saham berkode WSKT di Bursa Efek Indonesia (BEI) itu disuspensi berkali-kali. Terakhir, pada 22 November 2023, BEI memperingatkan Waskita akan menghapus sahamnya jika BUMN itu kembali gagal membayar obligasi hingga 8 Mei 2025.
Gagal bayar Waskita bisa menjadi bola salju yang liar. Selama masa suspensi saham WSKT saja, para pemegang obligasi tak bisa bertransaksi. Akibatnya, pengelola dana pensiun bisa kurang bayar kepada para pensiunan, atau perusahaan asuransi tak bisa menebus premi yang dibayarkan para nasabahnya. Menurut data OJK, ada 734 ribu orang yang terdaftar sebagai nasabah dana pensiun.
Problem keuangan Waskita sebetulnya sudah terendus lama. Total utang Waskita Karya Rp 84,31 triliun, terbesar di antara BUMN karya. Utang itu berasal dari beban biaya tiga proyek jalan tol: Kayu Agung-Palembang-Betung, Bekasi-Cawang-Kampung Melayu, dan Krian-Legundi-Bunder-Manyar di Surabaya-Mojokerto.
Dengan demikian, kewajiban Waskita Karya bukan hanya kepada pemegang obligasi, tapi juga kepada bank. “Untungnya”, bank-bank pemberi utang itu sebagian besar juga bank BUMN, sehingga Menteri BUMN bisa mengintervensi mereka agar menangguhkan pembayaran jatuh tempo 10 tahun.
Masalahnya, penyakit tidak akan sembuh jika tak diobati. Pemerintah mencoba menyiapkan jalan keluar dengan berencana memindahkan 75 persen saham pemerintah di Waskita ke Hutama Karya, BUMN karya lain yang tak punya utang sebesar Waskita. Masalahnya, inbreng ini bisa sekadar memindahkan masalah jika tak dibarengi dengan restrukturisasi utang Waskita. Inbreng hanya bisa jalan jika urusan utang sudah beres.
Setelah itu, pemerintah akan menjual jalan-jalan tol jika kelak Waskita beres mengerjakannya. Lagi-lagi, solusi ini pun bisa boncos jika harganya rendah karena okupansi jalan-jalan tol itu belum teruji. Jamak kita tahu bahwa semua proyek infrastruktur besar di era Jokowi dilakukan tanpa kajian yang memadai, sehingga mencapai nilai keekonomian yang tak merugikan.
Waskita baru satu BUMN yang terancam kolaps akibat melayani nafsu besar Jokowi yang membangun tanpa perhitungan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo