Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Berita Tempo Plus

Efektivitas Iklan Politik

Selain untuk mengatrol citra dan popularitas, tayangan iklan politik bertujuan mengapungkan sejumlah isu demi memenuhi impian dan harapan khalayak.

28 Maret 2019 | 00.00 WIB

tempo/imam yunni
Perbesar
tempo/imam yunni

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Djoko Subinarto
Penulis Lepas

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Selain untuk mengatrol citra dan popularitas, tayangan iklan politik bertujuan mengapungkan sejumlah isu demi memenuhi impian dan harapan khalayak. Selama periode 24 Maret-13 April 2019, sejumlah media kita-baik cetak, elektronik, maupun online-diramaikan oleh kehadiran iklan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan bertarung dalam pemilihan presiden.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Dalam pemilihan umum kali ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) memfasilitasi kampanye para kandidat di media massa melalui sistem kerja sama dengan 6 stasiun televisi, 3 stasiun radio, 3 media cetak (koran), dan 5 media online.

Ibarat dagang, pemilu pada hakikatnya adalah ajang menarik simpati dan hati konsumen sehingga apa yang ditawarkan akhirnya dapat menjadi pilihan utama konsumen. Sementara dalam dunia dagang yang dijual adalah produk barang atau jasa, dalam pemilu yang dijual adalah kandidat beserta program-programnya. Agar produk yang dijual bisa laku, salah satu kiatnya adalah beriklan lewat media.

Karena itu, iklan politik lazim bermunculan menjelang pemilu. Ia menjadi bagian yang tidak terpisahkan dan penting dalam upaya menarik simpati dan hati khalayak. Namun seberapa ampuh iklan politik ikut mengantarkan seorang kandidat menjadi pilihan khalayak?

Banyak yang meyakini iklan politik dapat menjadi satu sarana paling ampuh untuk mempengaruhi dan membujuk calon pemilih. Selain untuk membangun citra, iklan politik dimaksudkan untuk mengapungkan sejumlah isu ke tengah masyarakat. Pemberantasan kemiskinan, ketahanan pangan, pemerataan kesejahteraan, nasionalisme, pengentasan kebodohan, pengurangan pengangguran, dan penciptaan lapangan kerja adalah contoh isu-isu yang bisa diapungkan dalam sejumlah iklan politik.

Memang, iklan dibuat antara lain untuk membangun citra dan mengapungkan serangkaian isu. Iklan, citra, dan isu itu dibangun sedemikian rupa sehingga menjadi impian dan harapan khalayak.

Salah satu bentuk iklan politik adalah apa yang disebut sebagai polispot, akronim dari political spot. Postman (1985) mendefinisikan polispot sebagai iklan politik berbayar di televisi dengan durasi sekitar 30 detik. Polispot ini biasanya menggabungkan segenap unsur seni bisnis pertunjukan, yang meliputi musik, drama, citra, dan ketokohan.

Sedikitnya ada tiga fungsi pokok polispot, yaitu (1) mengenalkan kandidat sehingga khalayak mengetahui mereka; (2) memberi tahu khalayak ihwal kebijakan serta program yang diusung kandidat; dan (3) memotivasi khalayak sehingga khalayak calon pemilih terpikat hatinya.

Menurut Diamond & Bates (1984), terdapat empat kategori polispot. Pertama, identifikasi. Iklan dirancang agar khalayak pemirsa mengenali dan menjadi akrab dengan nama kandidat. Kedua, argumen. Iklan dibuat agar khalayak terangkat emosinya dan mampu dengan mudah memahami pendirian kandidat atas sejumlah isu yang diapungkan.

Ketiga, serangan. Ini kategori iklan politik yang sengaja diarahkan untuk menyerang lawan sehingga citra dan reputasi lawan anjlok di mata khalayak. Keempat, resolusi. Iklan dirancang untuk mengesankan bahwa kandidat tampak bijaksana, berwibawa, berwawasan luas, dan penuh pertimbangan.

Dengan asumsi 90 persen orang dewasa di negeri ini menyaksikan tayangan televisi saban hari, polispot dapat menjadi salah satu cara untuk mempengaruhi calon pemilih dalam periode waktu paling singkat.

Namun tidak sedikit analis berkeyakinan bahwa secara umum iklan politik sesungguhnya tidak akan pernah bisa mengubah seorang politikus yang biasa-biasa saja menjadi calon pemimpin karismastik yang luar biasa. Artinya, citra dan popularitas memang bisa dibentuk secara instan lewat iklan politik. Namun karisma seorang pemimpin tidak mungkin bisa dibangun hanya dengan serentetan tayangan iklan politik.

Polispot pun masih menjadi bahan perdebatan sengit di sebagian kalangan akademikus dan praktisi komunikasi ihwal keefektifannya dalam mempengaruhi calon pemilih. Namun patut dicatat bahwa sejumlah kajian menunjukkan bahwa polispot yang ditayangkan televisi sedikit-banyak memiliki dampak pada pemahaman, sikap, dan perilaku calon pemilih (Kaid & Holtz-Bacha, 1995).

Ihwal seberapa besar dampaknya, itu bergantung pada bagaimana kemasan dan isi polispot serta seberapa sering polispot itu ditayangkan. Semakin memikat dan semakin sering polispot itu ditayangkan, ada kemungkinan semakin besar dampaknya terhadap pemahaman, sikap, dan perilaku calon pemilih.

Momen-momen menjelang pemilu memang tidak ubahnya ajang penawaran produk dan perebutan konsumen dalam jagat bisnis komersial. Dalam konteks seperti ini, kiat mengemas produk dan mengiklankannya secara jitu sangat boleh jadi bakal ikut memberi kontribusi signifikan terhadap besar-kecilnya dukungan khalayak bagi seorang kandidat.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus