Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MASIH hafal kepanjangan Pramuka? Ya, Praja Muda Karana. Artinya, orang muda yang suka berkarya. Memang Pramuka, yang merupakan gerakan, beranggotakan anak-anak muda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lihat saja penggolongannya disesuaikan dengan usia. Paling muda berumur 7-10 tahun disebut Pramuka Siaga. Lalu usia 11-15 tahun disebut Pramuka Penggalang. Ada Pramuka Penegak usia 16-20 tahun dan usia paling tinggi, 21-25 tahun, disebut Pramuka Pandega. Yang penting pula diketahui, Gerakan Pramuka tergolong pendidikan nonformal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lantas apa kaitannya dengan jenjang pendidikan formal?
Lantaran usia anggotanya adalah usia anak-anak sekolah, pendidikan nonformal itu dilekatkan dengan pendidikan formal. Maka Pramuka dijadikan salah satu ekstrakurikuler (ekskul), baik di sekolah dasar maupun di sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas.
Di banyak sekolah, ekskul Pramuka itu wajib. Terbukti, pada hari tertentu, semua siswa wajib mengenakan seragam Pramuka, meskipun saat itu tidak sepenuh hari ada kegiatan kepramukaan. Siswa yang tidak berseragam Pramuka tak bisa mengikuti pelajaran. Ini jelas melanggar prinsip awal Gerakan Pramuka yang keanggotaannya bersifat sukarela.
Memang tidak semua sekolah menerapkan kewajiban itu, terutama di perdesaan. Selain tidak ada pembina Pramuka di setiap sekolah, beban untuk ikut Pramuka tak ringan. Untuk membeli baju seragam saja berat bagi kalangan tidak mampu, belum lagi atribut kepramukaan.
Terobosan baru datang dari Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim. Lewat Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2024 yang baru saja dikeluarkan, keberadaan Gerakan Pramuka di sekolah dievaluasi. Peraturan itu sebenarnya tentang penjabaran ke sekian kalinya terhadap kurikulum yang diberi nama Kurikulum Merdeka.
Entah di mana salahnya sosialisasi peraturan menteri itu, yang tersebar di media massa adalah Gerakan Pramuka dihapus dari sekolah. Kontan ini menimbulkan kecaman. Mayjen TNI (Purnawirawan) Bachtiar Utomo dari Kwarnas Pramuka sampai meminta Menteri Nadiem meninjau ulang kebijakan itu. Bachtiar mengutip berbagai keputusan presiden tentang Gerakan Pramuka dan sampai pada kesimpulan betapa pentingnya Gerakan Pramuka yang membangun karakter bangsa serta berperan strategis dalam mencapai tujuan pendidikan.
Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. lewat akunnya di X (dulu Twitter) juga menyayangkan jika Pramuka dihapus, mengingat betapa besar jasa gerakan ini. Banyak tokoh lain yang mengecam Menteri Nadiem.
Nadiem Makarim akhirnya diundang Dewan Perwakilan Rakyat untuk menjelaskan apa masalah antara Pramuka dan Kurikulum Merdeka.
Ternyata Nadiem membantah kabar bahwa Pramuka dihapus dari ekskul. Kemendikbudristek, kata Nadiem, justru menegaskan bahwa ekskul Pramuka wajib disediakan sekolah dan tidak dihapus. Yang benar adalah siswa tidak wajib memilih ekskul Pramuka. Ini sesuai dengan sifat sukarela dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka. Siswa mau ikut Pramuka atau tidak, terserah.
Masalahnya masih ada tumpang-tindih. Peraturan Mendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 mewajibkan sekolah menyelenggarakan minimal satu ekskul. Namun, dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka, ada kewajiban satuan pendidikan untuk memiliki gugus depan Pramuka.
Pertanyaannya, kalau sekolah cuma punya satu ekskul dan ekskul itu bukan Gerakan Pramuka, bagaimana sekolah itu punya gugus depan Pramuka? Atau sekolah dipaksakan punya ekskul Pramuka, tapi tak ada siswa yang memilihnya, bagaimana membentuk gugus depan Pramuka?
Baiklah, kita lupakan ketidakjelasan ini. Pertanyaan besarnya adalah masih begitu pentingkah Gerakan Pramuka dijadikan satu-satunya cara untuk membangun martabat bangsa? Tidakkah gerakan ini sudah kedaluwarsa? Jika pun masih dianggap penting, Pramuka harus dibenahi supaya diminati kembali oleh para siswa. Satu contoh saja, Pramuka yang jelas-jelas untuk kaum muda hampir selalu dipimpin para pensiunan ketimbang tokoh muda yang masih energik.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo