Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Era Kegelapan KPK

Perilaku lancung petinggi dan personelnya telah mencoreng komisi antikorupsi. Digerogoti dari dalam, KPK kehilangan marwahnya.

29 Desember 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Editorial

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA tahun memimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri dan keempat wakilnya membawa lembaga itu ke titik nadir. Perilaku lancung petinggi dan personelnya telah mencoreng komisi antikorupsi. Digerogoti dari dalam, KPK kehilangan marwahnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Firli, misalnya, dinyatakan melanggar etik oleh Dewan Pengawas KPK dalam kasus helikopter. Meski perkaranya tak berlanjut ke proses hukum, bau amis perkara ini tak bisa ditutup-tutupi. Indonesia Corruption Watch (ICW) menuduh ada potensi gratifikasi di balik penyewaan heli tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia juga diduga menyelipkan pasal tentang tes wawasan kebangsaan dalam peraturan KPK tentang alih status pegawai komisi antirasuah. Berdalih memfilter KPK dari pegawai yang memiliki pemahaman keras dalam beragama, tes tersebut merupakan cara untuk menyingkirkan pegawai yang kerap berseberangan dengan pimpinan KPK. Akal busuk ini terbukti berhasil menyisihkan 57 pegawai KPK yang sebagian di antaranya adalah motor pemberantasan korupsi lembaga tersebut selama ini.

Masih banyak ulah orang dalam KPK yang membuat kepercayaan terhadap lembaga ini tergerus. Sebut saja kelakuan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar yang berhubungan dengan orang yang beperkara serta penyidik Stephanus Robin Pattuju yang menerima suap dari Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Azis Syamsuddin. Hal yang dulu dianggap tabu seakan-akan menjadi lumrah di zaman Firli.

Pemberantasan korupsi pun tumpul. Memang ada penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo serta Menteri Sosial Juliari Batubara. Tapi patut dicatat, penangkapan mereka terjadi setelah penyelidik dan penyidik “kucing-kucingan” dulu dengan pimpinan KPK supaya kasus tak diganggu.

Selebihnya, KPK menangani perkara "cere". Operasi tangkap tangan yang dulu gencar kini redup. Penyidikan pun tak tuntas membongkar keterlibatan pelaku lainnya. Dengan kata lain, kasus dilokalisasi supaya tak merembet ke mana-mana. Contohnya perkara suap pajak Angin Prayitno Aji. Dari sisi penyuap, KPK hanya menjerat konsultan pajak, bukan pengurus ataupun pemilik perusahaan.

KPK era Firli menggadang-gadang pencegahan ketimbang penindakan. Namun di sektor pencegahan pun hasilnya tak terasa. Indeks persepsi korupsi Indonesia malah turun. Skornya 37, susut tiga poin dari tahun lalu. Di antara negara G20, Indonesia pun menjadi salah satu negara terkorup.

Firli Bahuri, komisaris jenderal polisi yang baru pensiun bulan lalu, sebenarnya hanya melengkapi skenario pelemahan KPK. Lembaga ini lebih dulu digergaji pemerintah dan DPR lewat revisi Undang-Undang KPK yang dibahas dan disahkan secara kilat. Independensi yang dulu menjadi roh lembaga ini telah meruap. Dengan menjadi rumpun eksekutif dan pegawainya berstatus aparatur sipil negara, KPK menjadi lebih mudah dikooptasi kekuasaan.

Karena itu, bukan hanya Firli dan pimpinan KPK lainnya yang patut disalahkan. Presiden Joko Widodo dan DPR periode lalu pun turut bertanggung jawab membawa KPK ke era kegelapan.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus