Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Generasi kedua angkatan 45

Hingga usia ke-40 republik indonesia, angkatan 45 masih merupakan unsur yang memiliki kekuatan politik. akan timbul gol. menengah baru yang beruang dan berstatus tinggi tapi tanpa kekuasaan politik.(kl)

28 September 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TULISAN ini bukan sekadar mengenang usia ke-40 Republik Indonesia yang dalam kehidupan suatu negara masih muda sekali. Pun ulang tahun dalam kehidupan negara bukan peristiwa luar biasa karena diharapkan akan berdiri sampai hari kiamat. Tapi keabadian itu tidak berarti bahwa negara itu tidak akan mengalami perubahan. Ia pasti akan berubah bersama masyarakatnya - itulah perkembangan wajarnya. Di setiap negara selalu ada suatu minoritas yang disebut golongan yang memerintah (ruling class) baik monarki maupun republik, demokrasi atau rezim otokratis, kekuasaan sipil atau militer, sampai negara komunis dan fasis sekalipun. Sebab, terbentuknya negara selalu bersamaan dengan terbentuknya golongan-golongan masyarakat, antara lain golongan politik yang biasanya memegang pemerintahan. Republik Indonesia tak dapat disangkal punya juga golongan politik. Dan yang kini memerintah, secara umum bisa dikatakan Angkatan 45 - ini golongan yang lebih mendasar daripada golongan-golongan yang tampak di permukaan. Memang angkatan inilah yang berperan dalam membentuk dan mempertahankan Republik Indonesia - dan memberi arah. Angkatan 45 ini, pada catatan terakhir, tidak saja duduk dalam ABRI. Tapi juga di lingkungan pemerintahan, kalangan partai politik dan Golkar, dan perusahaan-perusahaan negara. Sebelum 1985 kedudukan Angkatan 45 termasuk dominan dan sangat kuat. Pada ulang tahun ke-40 Republik Indonesia, terasa sudah banyak yang dipensiun-kan. Namun, ia masih merupakan unsur penting dalam kehidupan politik kita. Angkatan 45 sadar menjadi golongan yang memerintah. Ini wajar. Di masa lalu pertumbuhan golongan-golongan politik yang disebut priayi dan orang kaya juga diakibatkan perjuangan mendirikan kerajaan baru. Golongan ini biasanya terdiri dari kawan-kawan seperjuangan, pendiri dinasti, dan mereka yang dengan cepat dapat naik tangga sosial melalui karier ketentaraan. Pada kalangan priayi dan orang-orang kaya di masa lalu itu, ada kepercayaan, mereka dapat menurunkan kekuasaan dan kedudukan pada anak cucu mereka. Angkatan 45 bukan golongan priayi yang dapat menurunkan kedudukan politisnya. Lalu apa yang diwariskannya? Biarpun banyak dari Angkatan 45 berada di pinggiran golongan priayi dan kalangan-kalangan tradisional yang memerintah, mereka tidak dapat dikatakan berkaitan dengan golongangolongan itu. Karena Angkatan 45 bukan golongan yang bisa menurunkan kedudukan-kedudukan politis pada keturunan mereka, maka yang bisa mereka wariskan: kekayaan. Kekayaan yang diwariskan Angkatan 45 pada keturunannya umumnya sangat besar. Namun, keturunan ini tidak memiliki jabatan politis dan kenegaraan. Lalu, bagaimana modal akan menjawab tantangan zaman, yakni modal tanpa kekuasaan politik? Modal seperti biasanya mcmperoleh fasilitas-fasilitas karena sebagaimana halnya kekuasaan politik, modal juga tidak mau mengurangi kesempatannya menyuap kekuasaan. Bagaimana dengan modal asal penguasa, bahkan elite politik pribumi? Mungkinkah elite modal ini tidak akan menyuap lagi, tetapi berdemonstrasi untuk memperoleh fasilitas. Model ini saya kira sudah diberikan oleh bekas pejabat yang mendapatkan modal dan status sosial tinggi. Dan hal ini menimbulkan semacam oposisi dari golongan menengah baru yang beruang dan berstatus cukup tinggi tapi tanpa kekuasaan politik, yang dengan sendirinya berusaha memperolehnya. Pada masa pasca-Angkatan 45 dapat terjadi di Indonesia bahwa bukan uang yang mengalir pada kekuasaan politik, tetapi kekuasaan politik yang bergantung pada uang atau paling sedikit ikut menentukan faktor politik. Angkatan 45, tentunya, bukan satu-satunya golongan yang mewariskan hal seperti di atas pada generasi penerusnya. Golongan borjuasi di Eropa pun banyak bersumber pada golongan tradisional, seperti kaum bangsawan atau elite gereja. Dalam sejarah Eropa juga terjadi konflik antara elite tradisional dan elite baru, yakni golongan borjuasi, kaum pedagang, industrialis, dan wiraswastawan. Namun, setelah konflik dimenangkan kaum borjuasi di Inggris pada abad ke-17, juga di Belanda dan di Prancis akhir abad ke-18 dan ke-19, maka terjadi integrasi antara kedua kekuatan sosial itu. Mengenai perbandingan munculnya golongan beruang di Asia dan Eropa, orang selalu mengungkapkan bahwa di Barat borjuasi berasal dari modal pedagang (merchant capitalism), sedangkan di Timur dari kedudukan politis (kenegaraan). Ini tidak 100% benar. Sebab, di Barat borjuasi juga muncul dengan kekuasaan-kekuasaan. Apakah borjuasi Barat dapat muncul tanpa imperialisme, tanpa kontrak-kontrak tentara dari Napoleon I, tanpa pembangunan kereta api, tanpa industri? Apakah di Indonesia pada tahun-tahun mendatang akan berkembang hal yang sama atau tidak bergantung pada berbagai faktor. Dalam usia ke-40 Republik Indonesia kita harus mulai melihat kemungkinan itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus