Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SENGKETA kepemilikan stasiun PT Citra Televisi Pendidikan Indonesia atau TPI yang berlangsung hampir satu dasawarsa seharusnya diakhiri. Putusan kasasi sudah diketuk Mahkamah Agung awal Oktober lalu. Demi tegaknya hukum, vonis yang memenangkan gugatan Siti Hardijanti Rukmana dkk itu wajib dihormati, apalagi sudah berkekuatan hukum tetap.
Para tergugat sebaiknya legawa. Tergugat pertama, PT Berkah Karya Bersama, dengan figur pentingnya, yakni Hary Tanoesoedibjo, bos PT Media Nusantara Citra Tbk, sebaiknya segera menjalankan putusan majelis kasasi atas kepemilikan saham TPI. Apa boleh buat, tergugat kudu segera mengembalikan hak kepemilikan stasiun yang kini bernama MNC TV ini kepada putri sulung mantan presiden Soeharto yang biasa disapa Tutut itu.
Ihwal utang Tutut sebesar US$ 55 juta yang selama ini diselesaikan atas bantuan Hary Tanoe bisa ditagih lewat kalkulasi tersendiri. Kalau tak cocok dalam negosiasi sebagaimana diatur dalam investment agreement, bisa saja proses dilanjutkan ke meja hijau melalui gugatan perdata. Jadi, konversi utang Tutut dan pengalihan kepemilikan saham TPI kepada pihak lain seharusnya diletakkan di "folder" berbeda. Putusan majelis kasasi—bahwa rapat umum pemegang saham luar biasa TPI versi Tutut pada 17 Maret 2005-lah yang absah—bisa menjadi rujukan.
Ketika itu, rapat pemegang saham versi Tutut yang menyetujui perubahan anggaran dasar perusahaan ternyata tak bisa menembus Sistem Administrasi Badan Hukum di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Menurut seorang saksi di pengadilan, perubahan ini tak bisa diakses dalam Sistem Administrasi Badan Hukum lantaran ada pemblokiran atas perintah Hary Tanoe. Sebaliknya, hasil rapat pemegang saham versi Berkah dan Hary Tanoe bisa diakses mulus melalui sistem itu. Karena itulah PT Sarana Rekatama Dinamika, penyelenggara sistem ini, yang dikendalikan kakak Hary Tanoe, Hartono Tanoesoedibjo, termasuk pihak yang digugat.
Rapat luar biasa serupa versi Hary Tanoe menyetujui cara penyelesaian transaksi antara Tutut dan PT Berkah. Saham Tutut yang tadinya 100 persen terdilusi hingga tinggal 25 persen. Masalahnya, rapat Berkah ini tanpa sepengetahuan—apalagi persetujuan—Tutut. Berbekal surat kuasa Berkah yang sudah dicabut itu, mereka mengatasnamakan semua pemegang saham dan mengambil keputusan dalam rapat tersebut. Tindakan ini kemudian dinilai majelis sebagai perbuatan melawan hukum, sehingga tidak sah, cacat hukum, tak mengikat.
Menimbang segala aspek tadi, terutama putusan kasasi, sebaiknya pihak Hary Tanoe menempuh jalan damai. Tak perlu mati-matian bertahan dan berkelit dengan argumentasi legal formal. Hary berulang kali mengatakan perkara ini urusan Tutut versus PT Berkah Karya Bersama, tak ada kaitannya dengan bos MNC Group itu. Meski ia pernah mengantongi surat kuasa dari Berkah untuk melakukan deal dengan Tutut, kini TPI sudah berganti pemilik, PT Media Nusantara Citra Tbk, yang juga dikendalikan Hary Tanoe.
Jika kelak TPI kembali dalam genggaman Tutut, dia secara moral harus bertanggung jawab mengembalikan khitah TPI yang sejatinya diberi izin sebagai televisi pendidikan. Izin itu jelas tak ada hubungannya dengan tayangan dangdut dan infotainmen yang jauh dari mendidik, yang menjadi tontonan "wajib" TPI sebelum berganti nama. Ia juga harus melunasi utang besarnya kepada TVRI.
Bila Tutut tak sanggup menyelenggarakan televisi pendidikan, ia mesti mengembalikan izin itu kepada negara.
berita terkait di halaman 122
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo