Umar Kayam
Syahdan, adalah sebuah kerajaan, subur makmur, indah jelita, tiada duanya di dunia. Kerajaan itu sedemikian makmur, kaya-raya, sehingga dalam sebuah senandung sering diibaratkan sebagai ''negeri surga." Arkian, di kerajaan itu, sebilah tongkat yang terjatuh di tanah hari ini, esok, akan tumbuh menjadi tumbuhan yang berdaun, lalu berbunga, dan kemudian berbuah. Manusia yang hidup di kerajaan itu pun dapat segera menikmatinya. Dari butir padi atau jagung yang bertebaran di sawah akan segera pula tumbuh padi dan jagung yang lebat, siap untuk dipanen, dan rakyat pun segera mengenyam hasilnya. Begitu subur kerajaan itu, sehingga dapat dibayangkan pula bagaimana makmurnya orang yang tinggal di sana. Rakyat di kerajaan itu tidak sempat kekurangan pangan, begitu juga papan. Perdagangan ramai, kota bermunculan, mobil dan truk berseliweran, dan di laut kapal-kapal membawa aneka rupa mata dagangan, datang dan pergi di berbagai pelabuhan. Rupa-rupa barang diperdagangkan: beras, kopra, karet, dan bahkan kemudian juga kapal-kapal rongsokan, yang ternyata penting buat pembangunan.
Pendek kata, kerajaan tersebut adalah kerajaan yang besar, kaya, makmur, pokoknya hebat, hampir-hampir tanpa cacat cela. Kerajaan itu disegani dan dihormati negara-negara tetangganya. Menjadi mercu suar, begitulah kata-kata kebanggaan yang sering dicelotehkan oleh seluruh rakyat negeri itu. Bahkan rakyat bercita-cita, pada suatu ketika kerajaan mereka akan menjadi mercu suar bagi kerajaan-kerajaan seluruh dunia….
Akan tetapi, pada suatu hari, begitu saja raja yang memerintah kerajaan itu, yang terkenal di seantero dunia akan kegagahan, kebagusan, dan gelegar pidato-pidatonya, mangkat, meninggalkan semuanya itu. Rakyat pun berkabung. Tapi sebentar saja. Tidak elok lama-lama berkabung, begitu pendapat rakyat kerajaan itu. Semua orang akhirnya akan mati. Yang penting hidup terus, dan bagaimana agar hidup yang lebih makmur diusahakan berlangsung terus-menerus. Begitulah pendapat dan kesepakatan seluruh rakyat di kerajaan itu.
Maka tampil raja baru, juga tampan, tapi tak merak ati alias beguiling dan seksi seperti raja yang lama. Raja yang baru ini gagah, pideksa, sayang hanya bisa bilang semangkin…. Orangnya halus, tidak menggelegar seperti raja lama. Sebaliknya, tegas dan keras seperti besi. Pemerintahannya cepat, tas-tes, mungkin karena pengalamannya sebagai seorang prajurit yang berslogan ''pokoke beteng harus jebol". Pokoknya, pemerintahan raja baru itu segera mulus diakui dan dikagumi seantero dunia. Semua raja, ratu, seantero dunia, mengelu-elukan beliau itu. Akan tetapi, akan tetapi.…
Kerajaan di bawah pimpinan raja yang baru itu ternyata sangatlah efisien dan efektif. Roda pemerintahannya sedemikian efisien dan berputar dengan licin karena minyak pelumasnya baru. Efektif karena slogan pemerintahan baru itu "pokoke". Hanya saja, hanya saja…. Raja baru yang juga ngganteng itu punya kebiasaan yang ajaib. Dia percaya pada hal-hal yang materi, benda-benda keduniaan—sangat suka malah—tapi juga sanggup menangkap dan menggaet yang materi dalam jumlah sangat besar, konkret, berton-ton malah, tanpa harus menggerakkan tangannya, apalagi meraihnya. Yang beliau kerjakan hanya bersedeku, melipatkan tangan di dadanya, memejamkan matanya, menggerak-gerakkan bibirnya, berkomat-kamit, dan zzzzuuutt, benda-benda materi itu langsung tersimpan di almari besi di keratonnya. Begitu benda-benda materi itu tersimpan di dalam brankasnya, tidak seekor nyamuk pun bisa menemukannya.
Ilmu gaib yang dimilikinya itu disebut sebagai ''ilmu siluman kebatinan", tidak kentara, tidak dapat diraba, tapi wwuuuuzz, yang dipandangnya tiba-tiba raib dan berpindah ke tangannya. Dan tanpa disadari rakyat banyak, materi yang berton-ton dalam jumlah yang besar masuk ke dalam brankas raja dan (terutama) permaisuri. Rakyat dapat dikelabui karena semua materi yang raib itu dikumpulkan untuk kejayaan pembangunan kerajaan. Tapi sang Raja tidak mau menguasai ilmunya yang dahsyat itu hanya buat dirinya sendiri, sang Permaisuri, serta putra dan putri sang Raja. Beliau percaya bahwa itulah ''ilmu dari segala ilmu", melebihi ilmu-ilmu yang pernah dilahirkan baik di belahan Timur, Barat, maupun Timur Tengah. Inilah Ilmu Gaib Kesempurnaan yang dikembangkan di kerajaannya, satu-satunya kerajaan yang dapat berbuat begitu di seantero dunia.
Maka, dasar sesungguhnya sang Raja adalah Raja yang Pemurah Hati, beliau ingin mengajarkan ilmunya itu kepada kabinetnya, semua menterinya, semua jenderal dan prajuritnya, ya, seluruh rakyatnya yang beratus juta. Maka Ilmu Gaib pun segera diajarkan secara pribadi oleh sang Raja, Permaisuri, putra-putri, para pangeran, dan terus luber ke bawah hingga para gubernur, bupati, camat, lurah, dan bahkan para narapidana. Akan tetapi, akan tetapi, ilmu yang dahsyat itu menimbulkan efek luar biasa dahsyat! Ilmu itu bagaikan mantra dan daya magis yang dahsyat, melebihi daya Ilmu Sirep dan Ajian Guna-Guna yang mana pun. Seluruh kerajaan dan seluruh bangsa menjadi hanya percaya kepada Ilmu Gaib Siluman Kebatinan. Seluruh rakyat tidak percaya lagi akan aksara, huruf, bahkan angka, sebab semua cukup dijangkau dengan pandangan mata, tangan bersedeku, wwuuuuz, barang-barang bisa berpindah tangan.
Maka terjadilah yang sebelumnya belum pernah terjadi di belahan bumi mana pun. Di kerajaan itu, penerbit-penerbit, toko-toko buku, kios-kios majalah, sekolah-sekolah, buku-buku, buku tulis, majalah, dan koran raib entah ke mana! Masalahnya, orang di kerajaan itu rupanya—karena dipengaruhi Ilmu Sang Raja—tidak membutuhkan aksara dan angka sama sekali! Tidak perlu itu! Sebab ternyata aksara dan angka tidak membuat orang bertambah kaya akan materi. Hanya penguasaan Ilmu Gaib yang dapat melakukan itu. Aksara dan angka ternyata hanya membuat rakyat menjadi lebih kurang ajar dan tidak kenal tata krama dan sopan santun. Semua ilmu dari Barat, Timur Tengah, dan Timur tidak bisa menandingi Ilmu Gaib Kebatinan Sang Raja. Cukup dengan bersedeku, mata menatap lurus, mulut komat-kamit, dan wwuuuzz terjadilah! Semua yang materi raib ke dalam kantong dan brankas masing-masing.
Alkisah, pada tahun 2005 Masehi di Amerika Serikat terbit sebuah buku bestseller, The Latest World History and Geography, Newly Revised and Researched. Buku itu segera menjadi buku terlaris yang pernah diterbitkan di dunia. Soalnya, buku itu sudah diterjemahkan ke dalam 375 bahasa dunia, termasuk bahasa Timbuktu di Afrika, yang sekarang menjadi salah satu bahasa modern di dunia. Masalahnya lagi, buku itu menjadi bestseller yang hebat adalah karena buku itu memang menceritakan serta melaporkan hal dan perkembangan mendasar yang dahsyat di planet bumi. Ajaib! Tanpa ada cuilan planet yang membentur planet bumi, tanpa ada topan macam-macam, tanpa ada gempa bumi yang sekian skala Richter, sebuah kepulauan, di belahan bumi bagian selatan, bekas sebuah kerajaan yang dahulu termasyhur, makmur, indah, subur, kaya-raya, rakyatnya ganteng-ganteng, jelita-jelita, dan seksi lagi, dalam satu malam, dalam satu malam, RAIB(!), hilang, musnah tanpa bekas. Tidak ada penjelasan apa pun tentang kepulauan itu, kecuali—seperti Benua Atlantis dan Benua Moe dalam dongeng-dongeng purba—bahwa kepulauan yang indah itu raib karena dimakan, dilahap, oleh Ilmu Kegaiban mereka sendiri. Tapi tunggu dulu! Ada secuil sisa bahasa dari kepulauan yang indah itu.
Mercu suar, mercu suar, mercu….
Ya, inilah sebuah dongeng yang saya dengar dari seorang petapa di hutan belantara Kalimantan, di dekat Busang. Akan benar atau tidaknya, hamba yang daif ini hanya dapat mengatakan: wallahualam bissawab.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini