Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahasa

Masker(an)

Masker menjadi kata “wajib” disampaikan para pejabat dalam penanggulangan wabah.

10 Oktober 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Masker(an)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bandung Mawardi*

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MASKER termasuk kata terlaris di Indonesia. Jutaan orang biasa mengucapkan masker dalam peristiwa-peristiwa keseharian. Masker menjadi kata “wajib” disampaikan para pejabat dalam penanggulangan wabah. Kata itu sering mengingatkan kita pada petunjuk-petunjuk yang disampaikan Presiden Joko Widodo. Pejabat di daerah-daerah juga rajin mengucapkan masker. Di pinggir jalan, kita membaca poster atau spanduk memuat kata masker. Ketika menonton televisi, kita selalu mendapat pesan dari pembaca berita agar mengenakan masker saat berada di luar rumah. Di tempat-tempat umum, papan-papan dipasangi tulisan “area wajib pakai masker”.

Pengalaman dengan kata masker menjadi aneh saat membaca Tribun Jateng edisi 25 Agustus 2020. Di halaman 1, kita membaca tulisan berjudul “Sempatkan Maskeran di Akhir Pekan”. Pembaca menduga itu berita penting berkaitan dengan wabah. Di samping melihat tulisan, kita melihat foto perempuan tak menggunakan masker. Dugaan muncul sebelum membaca tulisan sampai selesai. Apakah tulisan itu penting bagi pembaca? Kita mengutip dua kalimat: “Saat ini masih pandemi Covid-19 maka membuat sejumlah kepala dinas makin sibuk dibandingkan hari-hari sebelumnya. Satu di antaranya adalah Indriyasari, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Semarang.” Pembaca menduga tulisan itu penting. 

Di bagian tengah, kita membaca penjelasan Indriyasari tentang peristiwa-peristiwa pada akhir pekan: “Makanya, biasanya kalau akhir pekan maskeran. Di rumah mencoba rileks.” Pembaca menemukan dua kata: masker dan maskeran. Kita terbiasa menggunakan masker dan melihat orang bermasker. Kita mengartikan bermasker adalah menggunakan masker. Di koran dan majalah, kita sering membaca masker dan bermasker. Maskeran? Selama mencermati pengumuman dan peraturan pemerintah, kita belum pernah atau jarang mendapat kata maskeran

Masker adalah benda dan kata. Masker pun masalah rumit. Kita mengutip tulisan Goenawan Mohamad berjudul “Untuk Empati” yang dimuat di Jawa Pos edisi 23 Agustus 2020: “Di pihak lain, pandemi ini menimbulkan keadaan senasib: memakai masker adalah tindakan melindungi diri. Dan pada saat yang sama, melindungi orang lain—mencegah orang lain terpapar—berarti kita mencegah diri sendiri tertular.” Masker menjadi masalah serius. Kita memakai masker. Orang lain juga memakai masker. Kemauan memakai masker sesuai dengan kebijakan pemerintah meski menimbulkan dilema pengertian. 

Kita membaca tulisan Goenawan Mohamad yang memicu renungan mendalam tentang diri, hubungan dengan orang lain, benda bernama masker, dan sikap. Pengalaman merenungkan masker berubah saat membaca tulisan di Tribun Jateng edisi 23 Agustus 2020. Tulisan memunculkan kata maskeran. Apakah itu berkaitan dengan masker? Di halaman 6, kita membaca juga tentang masker dalam berita berjudul “Ganjar Siapkan Pergub Penegakan Hukum”. Gubernur Jawa Tengah membuat peraturan dan menerapkan hukuman bagi orang yang melanggar protokol kesehatan. Masker termasuk masalah penting dalam kebijakan pemerintah di Jawa Tengah. Maskeran tak dibicarakan oleh Gubernur Ganjar Pranowo. Maskeran tak masuk peraturan. 

Masker dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 1988 berarti “alat penutup muka” dan “kain penutup mulut dan hidung”. Pengertian lain, masker kecantikan berarti “sediaan berwujud cairan (atau bahan yang lunak) yang dioleskan untuk membersihkan dan mengencangkan kulit, terutama kulit wajah”. Kita mulai mengerti bahwa penggunaan kata maskeran oleh pejabat di Semarang berhubungan dengan masker kecantikan, bukan masker yang dipakai untuk menutup mulut dan hidung. Kita buka Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2008. Kamus itu memuat pengertian baru. Masker pencerah diartikan “masker kecantikan, untuk mencerahkan wajah atau menghilangkan kekusaman kulit wajah”. Kamus bertambah tebal karena memuat masker kecantikan dan masker pencerah. Maskeran tak ada. Masker kecantikan dan masker pencerah bisa kita temukan lagi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2018. 

Maskeran dalam tulisan di Tribun Jateng mungkin dipengaruhi kebiasaan orang Jawa membuat sebutan dengan benda yang dipakai. Orang mengenakan sarung disebut sarungan. Perempuan menggunakan daster wajar disebut dasteran. Pejabat di Semarang mengaku maskeran saat akhir pekan di rumah berarti menggunakan “masker kecantikan” atau “masker pencerah”. Maskeran sulit diartikan menggunakan alat penutup muka atau kain penutup mulut dan hidung. Begitu.

*) KUNCEN BILIK LITERASI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus