Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Model bisnis atmiran (mba)

Atmiran adalah agen surat kabar dan majalah di daerah pemukiman bintaro. ia mulai dengan usaha kecil kecilan. ia menerapkan teori public relations. karyawan diperlakukan sebagai keluarganya. (ki)

14 April 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TETAPI Atmiran bukan MBA. Belum juga Drs. Pada kartu namanya tertulis Atmiran Agency. Dan itu bukan berarti bahwa ia adalah agen detektif swasta macam Rick dan A.J. Simon. Atmiran adalah agen surat kabar dan majalah di daerah permukiman Bintaro. Ada banyak kantung perumahan di sana: Bintaro Permai, Bintaro Jaya, Bintaro Mulia, Kompleks IKPN, Kompleks Deparlu, dan lain-lain. Hujan merenai ketika saya singgah ke rumahnya. Dua rumah yang digandeng menjadi satu dengan arasi untuk dua mobil di tengah. Seorang pria bercelana kolor, kaus oblong dan tangan kotor oleh tanah mendorong pintu pagar. Pak Atmiran? Ha-ha-ha, pria itu tertawa. "Ya, saya ini." Jabat tangannya kurang erat. Khas Jawa. "Saya dari Yogya, kok," katanya. Pembicaraan berikutnya 50% dalam bahasa Jawa. Tahun 1969 Atmiran merasa sumpek di Yogya. Kuliahnya di PTPN tidak dirasakannya menjanjikan apa-apa bagi masa depannya. Lalu masuk Jakarta. Dan mulailah kehidupan keras di ibu kota yang katanya lebih kejam dari ibu tiri itu. "Kulo kabur kanginan," katanya mendegut ludah (artinya: saya terbawa ke sana kemari mengikuti angin. Pernah jadi "asisten" bandar judi. Pernah jadi tukang tagih rekening. Angin baik membawanya ke Bintaro, dekat tangsi tentara. "Tahun 1972, ketika Berita Buana sedang bagus-bagusnya, saya memulai kecil-kecilan mengelilingkannya," tutur Atmiran. Setiap pergi ia selalu mengantungi sekotak rokok Minakjinggo. "Buat orang yang membuka gerbang setiap kali numpang lewat pintu tangsi itu," kata Atmiran setelah lebih dulu menyebut nyuwun sewu. Dengan tekun Atmiran mengetuk pintu-pintu rumah. Intuisinya tidak keliru. Di kantung-kantung perumahan baru yang warganya rata-rata berpendidikan di atas SLTA itu memang relatif mudah diperoleh pelanggan. Panen pelanggan baru itu membuat Atmiran segera sadar bahwa kalau ia kerjakan sendiri seluruhnya, maka ia tidak bisa berkembang. Ia pun lalu pulang ke Yogya. Khas Jawa 'kan? Lalu kembali dengan beberapa orang anak putus sekolah yang kemudian dilatihnya menjadi loper dan penagih rekening. Saya 'kan kenal orangtua mereka. Jadi, ya, itulah jaminannya," kata Atmiran. Atmiran ternyata sangat sadar lingkungan - dalam arti melakukan pengamanan usahanya di lingkungan yang baru berkembang itu. Maklum, rumput yang terlalu cepat tumbuh biasanya akan segera dibabat, agar rata dengan kiri kanannya. Atmiran mengirim koran dan majalah gratis ke kantor polisi, balai desa dan instansi-instansi strategis lainnya. Hansip di lingkungarnya pun di"dwifungsi"-kan menjadi loper agar mereka mempunyai penghasilan lebih baik untuk menyejahterakan keluarganya. Maklum, Atmjran pun dipilih menjadi ketua RT di situ. "Kalau dalam buku," kata Atmiran, "mungkin ini yang namanya public relations." Atmiran memang diam-diam meneruskan kuliahnya. Tinggal skripsi, sebentar lagi ia sudah akan jadi doktorandus. Tidak heran kalau ia menaruh perhatian besar kepada karyawannya. Setiap loper merupakan pblic relations front baginya. "Kalau mereka tidak sopan atau sering terlambat mengantar, 'kan saya juga yang rugi," kata Atmiran. Mereka semua diperlakukan sebagai keluarga besarnya. Kalau Atmiran punya rokok, ia tak segan membagi. Punya beras, beras pun dibagi. Tunjangan kesehatan dan bonus pun merupakan emolumen. tambahan yang diterapkan. Teknik promosi dan peliputan teritorial pun merupakan cara Atmiran mengembangkan usaha. Tiap hari ia mengeluarkan 30-40 koran sebagai pancingan. Koran gratis itu disampaikan dengan sepucuk kartu nama, Atmiran Agency lengkap dengan nomor telepon. Atmiran tinggal menunggu teleponnya berdering. Atmiran pun punya beberapa orang spion yang selalu bergerak dalam kawasan teritorialnya untuk mengintip setiap peluang baru. Setiap ada pemukim baru, spion Atmiran sudah lebih dulu menyapa. Seorang penghuni baru kompleks Bintaro Jaya memuji Atmiran. "Hebat. Saya baru pindah hari ini, tetapi koran saya sudah tiba sejak kemarin." Akan hal itu Atmiran hanya tertawa. "Mereka 'kan orang baru yang masih asing dengan lingkungannya. Kalau koran kegemarannya datang, 'kan mereka lantas merasa punya teman lama." Atmiran sudah membuktikan bahwa usaha kecil tidak akan tetap kecil bila dikelola dengan sungguh-sungguh dan penuh perhatian atas detail-detail. Bondan Winarno

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus