UNI Soviet dikenal sebagai Negara Tirai Besi, RRC dikenal
sebagai Negara Tirai Bambu dan negara kita, apa boleh dikenal
sebagai Negara Tirai Batik?
Maksudnya tentu bukan berarti kita lalu memborong seluruh
produksi batik yang ada di Yogya, Pekalongan, Solo, Bandung,
Pati, Jakarta, Kediri, Rembang, Kudus serta semua batik yang
telah, sedang dan akan dikeriakan di seluruh pelosok negeri
untuk diselimutkan dari Pulau Breueh ke Pulau Bunyu ke Tamarike
Ke Pulau Roti dan balik ke Pulau Breueh lagi. Bukan begitu.
Kita tidak tahu persis bagaimana Uni Soviet dengan tirai besinya
dan bagaimana Tiongkok dengan tirai bambunya. Yang kita tahu
Garry Power dengan pesawat pengintai U-2 bukannya kebentur besi,
melainkan ditembak jatuh di atas wilayah Uni Soviet. Dan yang
membuat Cina Daratan sanggup mematahkan invasi Jepang di tahun
1937 bukannya toya-toya bambu, melainkan suatu front bersama
dengan Kuomintang. Tapi kalau kita bikin negara kita Negara
Tirai Batik bisa dijamin deh pasti lain dari yang mereka punya.
Mengapa tiba-tiba hati tergugah menyarankan agar kita pun
bertirai-tirai? Begini. Ini bermula dari suatu penghinaan.
Beberapa kenalan orang asing enak saja mengkategorikan negara
kita sebagai contoh utama dari sofl state. Itu kebangetan,
bukan? Dan itu jelas fitnah. Saya bilang pada mereka: "Kalian
tahu nggak cerita van Heutsz di Aceh atau Jenderal Mallaby di
Surabaya atau Allan Pope di Minahasa? Yang benar aja".
Namun, ada baiknya kita bikin kalkulasi: Hindu datang, Hindu
berakar. Islam datang, Islam berakar. Marxisme . . . eh,
paham-paham Barat berikut sekularismenya datang, mereka berakar.
Begitu jugayou can see datang, kita terima. Rok mini muncul,
kita ambil. Cutbrai nongol, kita pakai. Kesimpulannya? Pada
akhirnya kita tak berdaya menolak hampir semua yang datang dari
luar. Posisi geografis dan panorama sejarah kita yang bhineka
meniscayakan halnya demikian. Lantas kehormatan kita di mana,
dong. Kita kan juga punya kepribadian. Maka satu-satunya pilihan
ialah kita harus resmikan negara kita menjadi salah satu negara
tirai. Mumpung belum banyak. Dan dalam hal ini kita pilih Negara
Tirai Batik.
Tapi apa sesungguhnya makna istilah tirai batik itu? Tirai batik
ialah . . . yaa tirai batik! Begini. Kita tak boleh
menafsir-nafsirkan sendiri. Pokoknya tirai batik itu begitu, ya
begitulah. Jangan diseleweng-selewengkan.
Sebagai Negara Tirai Batik tentu saja kita tidak kaku. Kita
luwes. Misalnya, perkara penyelundupan mobil mewah yang orang
bilang lebih hebat daripada kasus Robby Cahyadi dibiarkan saja
selama ini, karena menurut Jaksa Agung "kalaupun dibiarkan tentu
ada alasannya yang tak perlu dijelaskan di sini". Pemerintah
menetapkan benang tenun tipe di atas 10 S tidak boleh masuk,
tapi orang Departemen Perdagangan bersedia memberikan izin
khusus untuk itu. Di atas kertas kita anti penyelundupan, tapi
4.000 pesawat televisi diselundupkan - dalam tanda petik Mang
Usil di Kompas dengan rekomendasi Ditjen Industri Logam dan
Mesin. Ini hanyalah sejumlah kecil bukti betapa kita itu tidak
kaku.
Dan dengan Negara Tirai Batik otomatis kain batik kita
promosikan ke seluruh dunia. Indonesia. The Batak Curtain. Coba!
Biar orang tahu apa beda Batik Semar dengan Batik Keris di
samping tentu saja memperkenalkan tokoh-tokoh menonjol seperti
Danarhadi, Iwan Tirta atau Amri Yahya. Dan orang pasti makin
mengerti bahwa dalam hidup kita selalu punya cara sendiri.
Meniru-niru orang lain adalah suatu tindakan yang sama sekali
tak herbudaya. Ini prinsip. "Hujan emas di negeri orang, hujan
batu di negeri kita . . .". Jadi semenjak zaman leluhur, bangsa
kita sudah tahu apa yang namanya kepribadian. Tak heran kalau
seiring dengan keluwesan, kita jalan kan politik bebas aktif.
Tidak Timur, tidak Barat. Begitulah maka meskipun soal Pertamina
dan soal korupsi sudah basi, ASEAN tidak basi-basi. Perkembangan
apa saja di dunia Bli selalu kita ikuti secara aktif. Satelit
boleh dimulai. Komputer boleh masuk. Golf boleh dipersilakan.
Udah, deh. Pokoknya bangsa Indonesia itu sifatnya rilek-rilek
saja. Kita tak suka bersitegang urat leher. Oleh karena itu
Alfred Hitchcock tidak usah lagi repot-repot memanggil Paul
Newman ke mari buat bikin film model Torn Curtain dengan latar
Indonesia. Tak cocok. Di sini, sama halnya dengan hampir apa
saja boleh dimasukkan, hampir apa saja boleh dikeluarkan,
asalkan tahu lika-likunya.
Anda tentu pernah mendengar orang luar menggunakan istilah
'diplomasi batik', bukan? Sekarang Negara Tirai Batik,
bagaimana.
Jakarta, 29 Nopember 1976.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini