SETIAP tahun dalam rangka perayaan Natal, para biarawan dan umat
Katolik yang taqwa memperingati ratusan bayi yang dahulu kala
dibunuh Herodes di Betlehem. Bayi-bayi di bawah 2 tahun itu
dihabisi nyawanya oleh tentara kerajaan Israel yang bermaksud
menumpas sang Kristus. Tapi untunglah, begitu dituturkan oleh
Kitab Suci Nasrani, bayi lelaki putera Maria luput. Dan 33 tahun
kemudian di hadapkan ke depan raja Herodes yang juga telah
memancung saudara sepupunya Yohannes Pembaptis.
Bayi-bayi itu mati sebelum sempat berbuat dosa. Tapi mengapa
"kesucian" mereka begitu dibesar-besarkan sampai harus dihormati
dalam liturgi (ibadah) Gereja Katolik? Hal itu, dipertanyakan
oleh seorang penulis anonim dalam selebaran paroki gereja
Theresia, Jakarta, menjelang Natal yang lalu. Menempatkan
dirinya dalam posisi salah seorang bayi Betlehem yang
diperkirakan sudah bahagia di sorga, dia bertanya: "Jasa apa
yang telah kuberikan kepada dunia uan Gereja? Orang dapat saja
memberikan alasan, bahwa aku masih murni, belum tahu membenci
orang. Tapi itu bukan jasa atau pahala, karena aku belum tahu
apa sebenarnya benci itu". Lantas mengapa bayi-bayi Betlehem
juga diberi gelar "orang suci", atau Santo (lelaki) dan Santa
(wanita) - gelar yang biasanya hanya diberikan kepada mereka
yang mati syahid atau memberikan seluruh hidupnya untuk Gereja.
Buddha & Bayi Ajaib
Kalau mau ditarik lebih luas, penobatan gelar Santo dan Santa
yang sudah ribuan jumlahnya memang pantas dipertanyakan
keabsahannya. Antara tahun 1000 - 1700, dari awal Abad
Pertengahan sampai munculnya tokoh-tokoh Reformator Martin
Luther dan Calvin, lebih dari 2000 orang dinobatkan menjadi
"orang suci' Biografi 680 orang suci itu -- dan kemudian 1.500
orang lagi -sejak tahun lalu mulai diselidiki oleh dua sejarawan
Amerika dari Universitas Rutgers, Ronald Weinstein dan Rudolph
Bell. Penyelidikan dengan komputer itu didasarkan pada studi
yang sudah 4 abad dilakukan oleh kelompok padri Yesuit dari
Brussels, Belgia, The Society of Bollandists.
Seperti ditulis Israel Shenker dalam The New York Times, awal
Pebruari 1976, riwayat para santo itu kaya dengan legenda yang
diilhami bahasa mukjizat dan sistim nilai gereja di waktu itu.
Bahkan menurut penyelidikan kelompok Bollandist itu, tokoh
Sidharta Gautama Buddha sering jadi "model" bagi banyak orang
kudus yang diciptakan. Kisah Oedipus, raja Yunani yang jatuh
cinta pada ibunya sendiri pun muncul dalam beberapa riwayat
orang kudus. Terpengaruh oleh mitologi Yunani pula, timbul
santa-santa berjanggut seperti Galla, Paula, Liberata dan
Livrade.
Macam-macam keanehan dan kesaktian para santo itu - kisah-kisah
sejenis dengan yang dikenal rakyat Jawa sehubungan dengan para
wali penyebar agama Islam. Paling kurang ada sembilan santo yang
dikisahkan pandai membungkam kodok. Santo Fursey dan St. .Isaac
dikisahkan pintar ngomong sebelum lahir seperti "bayi ajaib" Cut
Zahara Fonna. Sedang St. Rumwold -- yang meninggal pada usia 3
hari -- kabarnya masih sempat mengucapkan 12 pasal syahadat
orang Kristen dan berkhotbah sebelum mati.
Ada lagi santa yang ternyata sama sekali belum pernah lahir,
seperti Santa Emerita dan Santa Digna. Nama yang terakhir ini
timbul dari ucapan "Digna et Merita (kehormatan dan kebajikan)"
bagi orang yang baru meninggal waktu itu. Juga Santo Yoris, atau
George menurut lidah Inggeris, yang kemudian dinobatkan menjadi
pelindung raja Inggeris, ksatria dan pandu, dari penyelidikan di
kemudian hari ternyata tidak pernah ada. Santo yang dikisahkan
pernah mengalahkan naga untuk menyelamatkan seorang puteri raja
itu, hanya hidup dalam kisah-kisah rakyat Yahudi Palestina di
akhir abad ke-12. Dan betulkah ada Santo Nikolas, itu uskup dari
Spanyol yang dikisahkan cinta anak-anak - tapi memperbudak orang
Afrika?
Italia Sentris
Dengan menjabarkan biografi 2.180 santo dan santa ke dalam
bahasa komputer, kedua sejarawan itu ingin mempelajari perubahan
sistim nilai gereja & masyarakat selama 7 abad. Kultus terhadap
orang-orang kudus itu, dalam anggapan mereka, menunjukkan sistim
nilai umat dan pimpinan gereja waktu itu yang berubah dari masa
ke masa. "Berabad-abad lamanya", kata kedua profesor, "yang
beruntung jadi santo kebetulan lahir di Italia: selama abad
ke-14 dan ke-15, rata-rata dua dari tiga santo lahir di sana".
Pada masa itu, orang kota lebih disukai untuk jadi calon santo
daripada orang desa. Dan kalau pun ada orang non-Italia
dicalonkan jadi santo, tidak lupa dicantumkan nama seorang
bangsawan sebagai leluhur dalam biografinya.
Kebetulan pada masa itu pimpinan gereja Katolik Roma memapankan
kekuasaan di Italia. Setelah reformasi Luther dan Calvin serta
pemisahan gereja Inggeris (Anglikan), Italianisasi itu makin
menjadi-jadi. Baru pada abad-abad kemudian, dengan penyebaran
agama Katolik dari jazirah Iberia ke seluruh dunia, muncullah
riwayat orang-orang suci dari Asia, Afrika, dan negeri-negeri
Eropa di luar Italia. Santo Francisco Xavier, padri Portugis
yang pertama kalinya menyebarkan agama Katolik ke Maluku dan
Timor dan meninggal di Malaka, diabadikan dalam nama baptis
banyak orang Katolik Indonesia. Kemudian, dalam sejarah modern,
bermunculan namanama santo & santa dari negeri-negeri Komunis di
mana gereja Katolik mendapat tantangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini