Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Neraca pembayaran Indonesia pada 2022 membukukan surplus US$ 4 miliar.
Ditopang oleh surplus transaksi berjalan yang mencapai US$ 13,2 miliar.
Namun nilai tukar rupiah sangat fluktuatif dengan kecenderungan melemah.
Pada 20 Februari 2023, Bank Indonesia mengumumkan bahwa neraca pembayaran Indonesia (NPI) secara keseluruhan pada 2022 telah membukukan surplus sebesar US$ 4 miliar setelah pada tahun sebelumnya mencatat surplus US$ 13,5 miliar. Secara sederhana, NPI merupakan statistik yang mencatat transaksi ekonomi antara penduduk Indonesia dan penduduk negara lain pada suatu periode tertentu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Umumnya neraca pembayaran terbagi atas neraca transaksi berjalan dan neraca lalu lintas modal dan finansial. Dalam hal ini, surplus transaksi berjalan mencapai US$ 13,2 miliar atau 1 persen dari produk domestik bruto (PDB), naik dari capaian surplus tahun 2021 sebesar US$ 3,5 miliar atau 0,3 persen PDB. Adapun transaksi modal dan finansial mencatat defisit US$ 8,9 miliar seiring dengan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global. Bank Indonesia juga mencatat bahwa cadangan devisa pada akhir Desember 2022 tetap kuat, yakni sebesar US$ 137,2 miliar atau setara dengan pembiayaan impor dan utang luar negeri pemerintah selama 5,9 bulan.
Haryo Kuncoro
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta
Kondisi ekonomi eksternal Indonesia pada tahun lalu menunjukkan kinerja yang menjanjikan. Surplus kembar (twin surplus) terjadi pada neraca pembayaran Indonesia (NPI) dan neraca transaksi berjalan. Bank Indonesia (BI) mencatat, surplus NPI pada sepanjang tahun lalu sebesar US$ 4,0 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Surplus NPI itu ditopang oleh saldo plus neraca transaksi berjalan yang mencapai US$ 13,2 miliar atau setara dengan satu persen produk domestik bruto (PDB). Surplus neraca dagang selama 33 bulan berturut-turut dan perbaikan neraca modal serta neraca finansial turut mempercantik laporan keuangan NPI.
Sayangnya, kinerja apik kondisi ekonomi eksternal itu tampaknya tidak sepadan jika dibandingkan dengan parameter eksternal lainnya. Indikator nilai tukar rupiah, misalnya, sangat fluktuatif dengan kecenderungan melemah. Selama 2022, total laju depresiasi nilai tukar rupiah menembus 8,03 persen.
Secara teoretis, surplus pada neraca mana pun akan menambah pasokan valuta asing di pasar keuangan domestik. Hukum mekanisme pasar mengarahkan bahwa kenaikan pasokan akan menurunkan harga keseimbangan. Dalam konteks kurs, nilai tukar rupiah semestinya mengalami penguatan ketimbang pelemahan.
Pada titik ini, tampaknya terdapat kesenjangan antara catatan “di atas kertas” dan kenyataan yang terjadi “di atas lapangan”. Kesenjangan bukan terletak pada kesalahan pencatatan neraca. Kesenjangan antara “yang seharusnya” dan “yang senyatanya” juga bukan lantaran kekeliruan teori yang dirujuk.
Titik temu untuk mengkompromikan antara kedua klaim di atas tampaknya harus menengok kembali pada asumsi yang dipakai. Neraca dagang, sebagai contoh kasus, mencatat lalu lintas devisa hasil dari kegiatan ekspor/impor barang. Hasil ekspor masuk lajur debet dan impor dicatat pada lajur kredit.
Walhasil, saldo positif neraca dagang tidak memberikan informasi lebih jauh tentang letak posisi devisa berada. Karena itu, surplus neraca dagang akibat peningkatan harga komoditas di pasar global tidak cukup kuat mendongkrak nilai tukar rupiah, karena devisa hasil ekspor (DHE) tidak sepenuhnya masuk ke dalam negeri.
Menyadari kesenjangan itu, upaya menarik simpanan DHE ke dalam negeri sejatinya juga tengah dilakukan. Per 1 Maret 2023, Bank Indonesia menawarkan insentif finansial berupa imbal hasil yang kompetitif dengan suku bunga luar negeri bagi pemilik DHE dan perbankan nasional yang bersedia memobilisasi DHE di dalam negeri.
Asumsi implisit yang dipakai Bank Indonesia adalah bahwa pemilik DHE responsif terhadap suku bunga. Dengan insentif, mereka akan tertarik memindahkan DHE ke perbankan domestik. Padahal simpanan DHE di negara mitra dagang akan dipakai untuk mengimpor bahan baku dari sana dan selanjutnya untuk berproduksi di dalam negeri.
Kemiripan cerita agaknya juga akan berlaku pada neraca finansial. Akun ini merekam lalu lintas dana asing yang keluar/masuk ke dalam investasi portofolio. Neraca finansial hanya melaporkan jumlah, alih-alih menjelaskan berapa lama dana asing itu bersemayam di pasar keuangan domestik.
Perputaran investasi portofolio di pasar keuangan sangat cepat. Ia bisa berpindah dari satu negara ke negara lain dalam hitungan menit. Sangat masuk akal jika saldo positif neraca finansial tidak signifikan dalam menambah cadangan devisa dan pada gilirannya tidak berdampak pada kestabilan nilai tukar rupiah.
Dengan demikian, ikhtiar untuk menambah pasokan valuta asing demi menjaga stabilitas nilai tukar rupiah perlu mempertimbangkan kesenjangan tersebut. Kebijakan ekonomi makro yang diturunkan dari kesenjangan antara catatan “di atas kertas” dan “di lapangan” bisa keliru arah.
Kecukupan pasokan bahan baku di dalam negeri niscaya akan lebih efektif bagi kebijakan penempatan DHE di perbankan domestik. Insentif imbal hasil tampaknya lebih cocok diterapkan di pasar finansial. Arus dana asing yang keluar/masuk bisa dikategorikan sebagai dana “menganggur”. Motif spekulasi berburu imbal hasil lebih kental di sini.
Mewajibkan pemodal asing menyimpan di pasar keuangan domestik dalam jangka waktu tertentu niscaya lebih mujarab. Keberadaan dana asing di pasar keuangan domestik juga perlu diberi insentif sehingga memberikan kontribusi signifikan pada perekonomian nasional, alih-alih hanya “menumpang lewat”.
Dengan alur logika yang sama, sistem disinsentif pun patut diterapkan jika lama masa tinggal dana asing itu kurang dari periode tertentu. Pada akhirnya, opsi reverse Tobin tax layak diadopsi sebagai imbangan atas implementasi penempatan DHE. Tanpa strategi yang berimbang, surplus kembar dan nilai tukar adalah dua cerita yang tipikal terpisah dan berbeda panggung.
PENGUMUMAN
Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Kirim tulisan Anda ke e-mail: [email protected] disertai dengan foto profil, nomor kontak, dan CV ringkas.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo