Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahasa

Pahlawan: Syahadah atau Martir?

2 Desember 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Husein Ja'far Al-Hadar*

Dalam doktrin dan tradisi Islam, siapa saja yang gugur di jalan kebenaran, kemerdekaan, pembebasan, dan keadilan disebut sebagai "syahid" atau "martir", baik pejuang agama, bangsa, maupun nilai-nilai luhur. Sepintas lalu, kedua kata itu seolah-olah sama, hanya berbeda bahasa. Namun, menurut Ali Syariati, filsuf dan sosiolog dari Iran, dalam Martyrdom: Arise and Bear Witness (terjemahan: Kemuliaan Mati Syahid, 2003), pada dasarnya, jika dirujuk pada asal kata masing-masing, kedua kata itu—"syahid" (berasal dari bahasa Arab: syahida-yasyhadu-syahadatan) dan "martir" (berasal dari bahasa Inggris: martyr)—memiliki dua makna yang tidak hanya berbeda, tapi juga bertentangan.

Dalam tradisi kebahasaan Barat dan Eropa, martyr berarti orang yang memilih mati dalam membela keyakinan melawan musuh-musuhnya (jalan satu-satunya yang harus ditempuh adalah mati). Sedangkan syahadah dalam kultur Arab-Islam berarti "bangkit, bersaksi" (untuk kebenaran, keadilan, kemerdekaan, kemanusiaan, dan lain-lain), meskipun digunakan juga untuk menamai seseorang yang telah menetapkan kematian sebagai pilihan (Kemuliaan Mati Syahid, halaman 33-34). Maka kata martyrdom (martyr dari kata mortal) yang bermakna "maut" atau "mati" justru bertentangan dengan syahadah yang bermakna "hidup, bangkit, dan kesaksian".

Syahadah bukanlah peristiwa berdarah yang merupakan kecelakaan. Dalam agama lain (non-Islam) dan sejarah suku-suku, martyrdom adalah pengorbanan para pahlawan yang terbunuh dalam peperangan oleh pihak musuh. Kematian semacam itu dipandang sebagai peristiwa tragis yang penuh dengan kepedihan. Perspektifnya: dia adalah korban tindak kekerasan. Dalam konteks syahadah, kematian bukanlah sesuatu yang ditimpakan musuh pada seorang mujahid (orang yang berjihad), melainkan sesuatu yang diinginkan, dikejar, dan dipilih oleh mujahid dengan segala kesadaran, keinsafan, logika, dan penalaran rasional (Collected Works Volume 16). Perspektifnya: pahlawan penentang kekerasan dan angkara.

Karena itu, orang yang syahid dalam tradisi Islam justru dirayakan. Ketika melihat jasad Sayyidina Husain, cucu Rasul yang gugur di medan perang tak berimbang di Karbala, Irak, Sayyidah Zainab (saudara perempuannya) justru berkata, "Aku tak melihat kecuali keindahan." Hal ini selaras pula dengan Jalaluddin Rumi, sufi besar asal Persia, yang dalam salah satu bait syair sufistiknya meminta agar saat kematiannya janganlah bersedih dan merasakan kepedihan, tapi datang dan makamkanlah jasadnya dengan iringan tabuhan genderang perayaan.

Bagi Ali Syariati, perbedaan kata syahid dan martyr—yang ironisnya telanjur kerap disamakan dalam ranah kebahasaan—penting untuk ditegaskan. Pasalnya, perbedaan keduanya menunjukkan perbedaan pandangan budaya Islam dan Barat. Apalagi syahadah merupakan salah satu unsur dasar dan penting dalam doktrin Islam.

Kata syahadah dalam tradisi kebahasaan Arab, khususnya Islam, memiliki kandungan sakral dan dimensi eskatologis. Kata itu dimaknai dalam kerangka firman Allah dalam QS Ali Imran: 169, yang menegaskan bahwa seseorang yang mati di jalan Tuhan (antara lain kebenaran, keadilan, kemerdekaan, dan kemanusiaan) sebenarnya tak pernah mati, tapi terus "hidup" di sisi-Nya. Dalam konteks manusia, "hidup"-nya para pahlawan itu, walau telah gugur, bermakna bahwa mereka terus dikenang dan nilai-nilai kepahlawanannya abadi menginspirasi dan menyuntikkan semangat perjuangan luhur bagi siapa saja yang hidup setelah generasi mereka.

Dalam catatan Syariati, dimensi sakralitas kata syahadah adalah bahwa riwayat tentang syahadah dalam Islam penuh cinta, semangat, yang bahkan tanpa argumentasi dan melumpuhkan logika biasa dan menggantinya dengan logika luar biasa (alogical). Syahadah adalah perpaduan antara cinta yang halus dan kebijakan yang mendalam. Kompleksitasnya membuat seseorang kesulitan melahirkan keduanya secara adil.

Penegasan tentang arti dan makna kata syahadah, sekaligus menarik garis pembeda dengan martyr, penting karena syahadah berkaitan dengan doktrin jihad dalam Islam yang kerap disalahartikan. Syahadah memang bisa dijemput melalui jihad dalam arti perang mempertaruhkan nyawa yang berujung pada kematian. Namun, yang perlu ditekankan, merujuk pada arti kata syahadah menurut Syariati di atas, jihad harus didasari kesadaran, keinsafan, logika, dan penalaran rasional. Tentu tak seperti konsep jihad dalam arti menjadi martir bom bunuh diri yang berkembang di kalangan teroris atas nama Islam selama ini. Penyebabnya adalah "pengantin" bom bunuh diri sebenarnya hanya menjadi obyek (korban) doktrin terorisme atas nama agama semata, tanpa sadar apalagi menalar secara rasional-logis bahwa Islam sejatinya agama rahmat. Karena itu, mereka tepat jika disebut martyr, bukan syahid. Selain itu, yang lebih penting, syahadah bisa juga dijemput dengan jihad melawan hawa nafsu (jihad an-nafs), yang dalam hadis disebut lebih besar daripada jihad perang berkorban diri.

Karena itu, tak seperti martyr, dalam syahadah bukanlah kematian satu-satunya jalan, melainkan juga kehidupan; hidup, bangkit, bersaksi, serta menebarkan kasih dan ajaran-Nya. Maka, seperti pernah disampaikan Muhammad Husain Fadhlullah (ulama Libanon sekaligus pendiri dan pemimpin spiritual Hizbullah), bagi siapa saja yang bangkit, bersaksi, serta menebarkan kasih dan ajaran-Nya (keadilan, kebenaran, kemerdekaan, pembebasan, dan lain-lain), bagaimanapun cara mereka mati (meskipun bukan karena gugur di medan perang), mereka menjadi syahid. l

*) Direktur Lembaga Study of Philosophy (Sophy) Jakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus