KETIKA Paus Yohannes Paulus II baru-baru ini melawat ke Amerika, ia menyempatkan diri singgah di Los Angeles, dan berjumpa dengan insan-insan film Hollywood. Rupanya, ada pesan penting yang ingin disampaikannya kepada mereka. Paus mengecam pornografi, kekerasan, dan materialisme yang akhir-akhir ini banyak disuguhkan di layar putih, dan sekaligus mengingatkan tanggung jawab sosial insan-insan film itu. Karena kode etik produksi film -- yang berisi, antara lain, mengekang penyajian pornografi dan kekerasan dalam film -- tidak lagi dipergunakan. Adegan seks dan kekerasan yang disajikan insan-insan film di layar putih tidak saja menimbulkan rasa khawatir kalangan agama dan pendidik, tetapi juga masyarakat umum. Betapa tidak. Adegan seks dan kekerasan, yang dulu dianggap tabu dipertontonkan secara terang-terangan, kini disajikan secara blak-blakan, dan bisa ditonton oleh semua umur. Presiden Ronald Reagan, dalam suatu jamuan makan dengan insan-insan film Hollywood di Gedung Putih, juga pernah mengemukakan rasa muaknya terhadap film-film sekarang ini. Mengapa bekas aktor itu muak? Kata Reagan, dulu suatu plot cerlta cinta segitiga sampai kepada adegan "zinah", yang diperlihatkan tak lebih dari adegan pasangan itu masuk kamar hotel, lalu kamera memotret sepasang sepatu bertumit tinggi dan kaus kaki nilon si wanita, serta celana panjang si pria tergeletak di lantai. Tak lebih dari itu. Lainnya diserahkan kepada imajinasi penonton. Sekarang lebih terbuka, lebih realistis," kritik Reagan. "Tidak hanya kamar dan ranjang yang disorot kamera, bahkan adegan mesra pasangan itu dalam keadaan tanpa busana." Di sinilah kemuakan itu bermula. Khayal penonton terhadap kecantikan si wanita pupus oleh penonjolan tubuhnya yang tidak seindah angan-angan mereka. Sikap "galak" Reagan ternyata cuma terhadap adegan seks. Terhadap adegan kekerasan ia tampak lebih toleran. Ketika menyaksikan film Rambo, ia terus terang menyatakan pujiannya. "Baru Rambo yang benar-benar film Amerika," katanya. "Selama ini film yang saya saksikan selalu menunjukkan kekalahan Amerika. Tetapi Rambo memperlihatkan kemampuan Amerika yang serba kuat, dan selalu menang." Ramboisme kompleks ini tercermin pada sikap politik Reagan yang agresif. Film juga memberi pengaruh pada sikap politik Bung Karno di kala muda. Maka, sewaktu melawat ke Amerika pada 1956, ia menyempatkan diri bertemu dengan insan-insan film Hollywood. Dalam pidatonya di depan insan-insan film itu, ia mengatakan film-film Hollywood yang banyak menonjolkan kemewahan dan ketimpangan telah menimbulkan semangat revolusier dan paham radikal dalam dirinya semasa muda. Pidato Bung Karno mengenai peran film di dalam menumbuhkan semangat revolusioner itu banyak dikutip buku-buku teks pengantar komunikasi massa terbitan Amerika. Jelas bahwa film mempunyai pengaruh yang besar terhadap masyarakat. Bahkan pengaruhnya sering menimbulkan keprihatinan kita. Tidak heran kalau Paus Yohannes Paulus II merasa perlu minta tanggung jawab sosial insan-insan film. Tuntutan yang juga patut diperhatikan insan-insan film kita -- Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini