BERBAGAI tanggapan bermunculan atas munculnya larangan Menaker Sudomo, agar TKI tidak mengeluarkan laporan apa pun kepada pers dan surat kabar. Saya sebagai bekas TKI mengalami berbagai masalah, baik sewaktu mengurus keberangkatan maupun setelah bekerja di Riyadh. Banyak cara sudah kami lakukan mengatasi semua itu, yaitu melalui jalur yang semestinya, tapi reaksi yang kami terima semua nihil . Kalau kepada pers kami dilarang mengadukan kecurangan-kecurangan yang kami alami, ke mana lagi kami harus menyampaikan semua itu? Kami semata-mata membuat berita itu bukan untuk merenggangkan hubungan kedua negara. Seharusnya, apa-apa yang kami sampaikan kepada pers, dijadikan bahan masukan bagi Menaker, agar pemerintah tahu dan supaya lebih selektif lagi dalam mengirimkan TKI ke Arab Saudi. Kamipun bersyukur sekali atas kesempatan bagi kami masyarakat Indonesia pada umumnya, mengisi kesempatan kerja yang diberikan pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Namun, seyogyanyalah kami menghargai kesempatan yang diberikan itu dengan memberikan gambaran-gambaran, baik dalam proses pemberangkatan maupun setelah menduduki jabatan di pos yang sudah ditentukan para majikan di Arab Saudi. Agar terjalin suatu kerja sama yang baik antara penyalur, majikan, dan TKI itu sendiri. Saya yakin, kalau semua itu dijalankan sesuai dengan kontrak kerja yang disepakati bersama, tentu tidak akan terdengar keluh kesah para TKI. Beberapa contoh kecurangan itu dapat kami kemukakan . Rombongan kami yang 15 orang berangkat ke Arab Saudi melalui penyalur TKI PT SAB di Jakarta. Setelah kami dites bahasa Inggris dan bahasa Arab dan setelah membayar uang sogok Rp 300.000 sampai Rp 700.000, kami pun menandatangani dua lembar kontrak kerja yang isinya sangat menarik sekali. Sebagai bukti kami lampirkan fotokopinya (tak kami muat - Red.). Kalau ditanyakan kepada karyawan PT itu, jawabannya, praktek percaloan itu tidak ada. Itu menurut mereka. Tapi kenyataannya ada beberapa calo yang tiap hari bercokol di PT itu, yang punya wewenang lebih ketimbang direkturnya sendiri. Manusia itu berhak melarang dan membatalkan keberangkatan TKI kalau uang semir itu tidak memenuhi standar mereka, dan dia tidak segan-segan untuk datang menagih di rumah-rumah para TKI itu sendiri. Itu boleh dikatakan pemerasan. Setelah kami selidiki, calo itu adalah kaki tangan orang-orang dalam sendiri. Dan, yang lebih lucu, kami diharuskan membuat surat pernyataan yang isinya menyatakan bahwa kami tidak pernah memberikan uang apa pun pada PT SAB atas keberangkatan kami ke Riyadh. Contoh kecurangan kedua terjadi beberapa jam sebelum kami meninggalkan bumi Indonesia. Kontrak kerja yang semula kami pegang satu lembar diminta kembali dengan alasan kontrak kerja itu isinya kurang lengkap dan diganti dengan fotokopi kontrak kerja yang baru, yang isinya difotokopi sangat kabur, dan tidak bisa kami terjemahkan. Berdasarkan harapan dapat menunaikan ibadah haji secara gratis, berangkatlah kami menuju Kota Riyadh, Arab Saudi. Beberapa hari setelah kami berada di Riyadh, kami dibawa ke kantor pusat sebuah perusahaan yang bergerak di bidang penjualan, yaitu toserba tempat kami dipekerjakan. Yang lebih tragis, apa yang kami alami di Riyadh boleh dikatakan penipuan. Bagaimana kami tidak mengatakan tertipu? Kontrak kerja yang kami bawa dari Indonesia di Riyadh dinyatakan tidak berlaku. Masa kerja yang dua tahun menjadi tiga tahun, dan gaji yang pada mulanya kami perkirakan Rp 400.000 per bulan, kini - menurut kontrak kerja yang kami tanda tangani di Riyadh - menjadi Rp 170.000. Seandainya kami tahu sebelumnya bahwa kami akan menerima gaji seperti itu, untuk apa kami jauh-jauh pergi ke Riyadh. Sebab, di Indonesia pun kami bisa mendapatkan income sebesar itu. Apalagi kami bukan orang-orang yang tidak memiliki skill. Sebagian dari kami yang berangkat adalah tenaga-tenaga yang hadir dari erbagai perguruan tinggi. Malah ada yang meninggalkan pekerjaannya selama ini. Timbul penafsiran kami bahwa sesuatu yang tidak mungkin telah terjadi: perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja tidak memberikan data yang kongkret dalam mencari tenaga-tenaga yang mereka butuhkan. Mau, mungkin ada permainan antara PT SAB dan perusahaan tempat kami bekerja di Riyadh. Penafsiran ini diperkuat oleh rekan-rekan kami, yang sudah lama bekerja di Negara Unta itu. Apa hendak dikata, nasi sudah menjadi bubur. Paspor kami sudah dipegang oleh perusahaan tempat kami bekerja. Kecurangan itu tidak berhenti sampai di situ saja. Dalam hal izin sakit, dokter perusahaan sengaja tidak mau mengeluarkan surat istirahat, kalau hanya demam, flu, dan sebagainya. Dalam hal izin istirahat ini saya pernah beradu mulut dengan manajer saya karena gaji saya mau dipotong 40 riyal per hari. Alasannya saya beberapa hari tidak kerja. Saat itu saya betul-betul merasakan badan saya sakit, tapi dokter sengaja tidak mau memberikan izin istirahat. Kami tidak mengingkari, ada sebagian TKl kita yang berhasil mendapatkan majikan-majikan yang baik, tapi umumnya banyak yang mengeluh. Sebagai seorang kasir yang bekerja di toserba, hampir tiap hari saya bertemu dengan rekan-rekan dari Indonesia. Ada yang bekerja sebagai sopir, pembantu rumah tangga, dan sebagainya. Setiap saya bertemu dengan mereka, nyaris hanya keluhan-keluhan saya dengar. Ada suami-istri yang tidak diperbolehkan tidur satu kamar oleh majikannya, ada pembantu rumah tangga yang diajak berbuat tak senonoh, dan seribu satu macam kasus yang rasanya takkan habis bila dimuat di majalah ini. Dan apa-apa yang saya ceritakan di sini baru sebagian kecil dari keluh kesah para TKI yang bekerja di Arab Saudi. Saya yakin, bila teman-teman saya disuruh mengisi suatu angket, mereka akan menyatakan bahwa mereka tidak sudi kembali ke Arab Saudi. Untuk rekan-rekan saya yang ingin bekerja di sana, saya sarankan janganlah tergoda oleh tawaran dan rayuan kontrak kerja yang disodorkan. Selidiki kebenarannya, dan berpikirlah matang-matang sebelum menjatuhkan putusan. (Nama dan alamat pada Redaksi)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini