Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Penanggalan hijriah: kabah mean time

Pergeseran hitungan tahun hijriah dalam almanak masehi. ka'bah dapat dijadikan sebagai kiblat penetapan waktu agar idul fitri dan idul adha dirayakan pada hari yang sama.

26 Maret 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tahun lampau saya menunaikan ibadah haji buat kedua kalinya. Itu dengan harapan, semoga mabrur adanya. Lima belas tahun sebelumnya, saya pertama kali ke Tanah Suci. Idul Adha jatuh pada 11 November 1978. Ketika itu, iklim Tanah Suci tak panas dan tak pula dingin. Iklim siang dan malam tak jauh berbeda. Dan Idul Adha tahun lampau jatuh pada 31 Mei 1993. Terjadinya pergeseran hitungan tahun Hijriah dalam almanak Masehi memang ada riwayatnya. Seperti diungkapkan Abdullah Jusuf Ali dalam The Holy Quran, Text, Translation and Commentary, hal 1077, penanggalan dengan sistem luni solar (bulan-matahari) telah diubah menjadi lunar atau Qamariah (bulan) semata, sejak 10 Hijriah. Musim haji pada 10 Hijriah itu jatuh pada Maret 632 Masehi. Menurut sejarah, ketika itulah Nabi Muhammad SAW menunaikan ibadah haji. Beberapa bulan kemudian Nabi wafat: 12 Rabiul Awal 11 Hijriah. Dengan demikian, perubahan almanak Hijriah dari sistem luni-solar menjadi lunar semata baru terjadi setelah Nabi wafat. Setelah perubahan itu, hitungan almanak Hijriah menjadi rata- rata 354,3670608 hari, atau lazimnya dihitung 354 dan 11/30 hari. Sedangkan, ketika masih dalam hitungan luni-solar, jumlah harinya dalam sebulan rata-rata 29,5 hari lebih. Itu sesuai dengan siklus rembulan. Dan, hitungan bulan dalam setahun didasarkan atas letaknya matahari terhadap zodiak: 12 bulan. Ketika terjadi dua kali ijtima rembulan dalam siklus zodiak tertentu, pada masa itu telah jadi kebiasaan untuk menghitung ulang jalannya bulan bersangkutan. Dan bulan berikutnya akan jatuh kembali dalam siklus zodiak serta musim yang semestinya. Hal demikian terjadi 7 kali dalam siklus 19 tahun Hijriah. Pada masa itu panjang siklus 19 tahun Hijriah bukan hanya 19 x 12 bulan, tapi 19 x 12 + 7 bulan yang diulang hitungannya, atau 235 x 29,5 hari = 6939,6883 hari. Sedangkan 19 tahun Masehi: rata-rata 19 x 365,2442 hari = 6939,6018 hari. Di sini, dapat dilihat selisihnya dalam 19 tahun hanya 0,0865 hari, atau sekitar 2 jam. Dengan demikian, sampai tahun 10 Hijriah, musim haji tak beranjak dari Maret, ketika iklim di jazirah Arab sedang nyaman-nyamannya. Lalu apa yang terjadi setelah sistem penanggalan Hijriah tadi berubah? Dua puluh tahun kemudian, musim haji jatuh pada saat matahari terik-teriknya, suhu sampai mencapai 50 derajat Celsius. Begitulah tiap 33 tahun sekali. Pada tahun 1988, suhu di Mekah kabarnya mencapai 56 derajat Celsius. Adakah perubahan yang dibuat para sahabat setelah Nabi wafat itu sesuatu yang baku dan wajib hukumnya untuk ditaati? Sebenarnya, jika ada kesepakatan baru, penanggalan dapat saja dikembalikan ke masa hidupnya Nabi Muhammad SAW. Terutama jika dikaitkan dengan Surah At-Taubah, ayat 36 dan 37. Sampai di manakah pengulangan hitungan suatu bulan mutlak harus dianggap penambahan jumlah bulan dalam setahun? Mengapa perubahan penanggalan yang berakibat luas ini baru dilakukan setelah Nabi Muhammad SAW wafat? Selain itu, ada hal lain yang tak kalah menariknya untuk dikaji, yaitu mengenai garis-awal-waktu (day date line), yang secara luas kita kenal berkiblat ke Inggris. Ketika Imperium Inggris menetapkan dirinya sebagai pusat dunia -- dalam peta disebut 0 derajat -- maka tiap 15 derajat dari sana dipatok berbeda 1 jam dalam hitungan 24 jam. Penanggalan hari pun bermula pada posisi 180 derajat dari Greenwich di Inggris. Tiada yang menaruh keberatan atas sistem hitungan waktu Greenwich Mean Time (GMT) tersebut. Padahal, bagi kaum muslimin, Ka'bah sudah lama dikenal sebagai kiblat atau arah yang ditentukan. Kenyataan ini, rasanya, patut mengusik kesadaran kita umat Islam, sekurangnya bagi keperluan ritual atau ibadah, untuk bersepakat menetapkan Ka'bah juga sebagai kiblat penetapan waktu (Kabah Mean Time). Uraiannya begini. Mekah yang terletak pada 40 derajat Timur itu ditetapkan sebagai 0 derajat. Sehingga, 180 derajat dari Mekah, yakni 140 derajat Barat, ditetapkan sebagai garis-awal- tanggal. Dengan demikian, umat Islam sedunia dapat, misalnya, merayakan Idul Fitri atau Idul Adha pada hari yang sama. Mari kita coba menghayati firman Allah SWT, yang menegaskan agama Islam adalah untuk mereka yang berpikir. Mengingat tiap tahun kian membengkaknya jumlah jemaah haji di Tanah Suci, agaknya sudah tiba waktunya bagi para ahli untuk mengkaji ulang masalah penanggalan Hijriah ini. Misalnya, sampai di mana perubahan sejak tahun 11 Hijriah tadi mutlak dipertahankan. ISLAM SALIM Jalan Irian 4 Jakarta Pusat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus