DILIHAT dari tujuan terapinya, yakni mencegah penyakit yang sering timbul di bidang moneter di negara tercinta, tindakan devaluasi masuk akal. Tapi para ekonom menganalisa penyakit keuangan ini dengan menggunakan berbagai mikroskop yang berbeda lensa okulernya, sehingga membingungkan awam seperti saya. Yang jelas, utang kita di luar negeri salah satu sebab yang menggantung diri kita. Apalagi, kalau salah pemakaiannya, bantuan bisa jadi gantungan. Lihat saja Palapa B2P. Karena kita belum sanggup menggantungnya di luar angkasa, kita dikenai tarif 53 juta dolar AS -- tiga kali biaya peluncuran dengan pesawat ulang-alik. Pelita IV sebentar lagi selesai tentu, harapan kita kerangka dasar pembangunan di semua sektor sudah terbeton. Kebijaksanaan 12 September maksudnya menyelamatkan kebijaksanaan pembangunan, yang berarti kita semua dituntut lebih berpartisipasi, berani mengoreksi secara sehat, kontrol sosial dalam segala sektor, sementara aparatur pemerintah sendiri dituntut agar jujur, sadar, dan ikhlas. Apalagi Bapak Presiden sering menganjurkan: hemat, efisien, efektif dalam penggunaan anggaran. Jadi, terapi penyakit moneter tidak lain: ada baiknya berani melihat dan menganalisa kembali APBN, khususnya anggaran rutin. Kalau perlu mengubah struktur APBN dan menertibkan kembaii penggunaan bantuan LN, supaya jangan terjadi tumpang bndlh dalam penggunaan itu. Pengawasan fungsional maupun pengawasan melekat perlu ditingkatkan. Lembaga yang ada seperti BPKP dan BPK benar-benar terjalin dalam satu sistem sehingga memudahkan tindak lanjutnya. Hematkan anggaran perjalanan, rapat-rapat, lokakarya, acara-acara seremonial dan macam-macam lainnya yang tidak efisien. Kalau semuanya itu dikumpulkan, puluhan milyar rupiah bisa dihemat. Tentu para cendekiawan Bappenas telah melihat banyak kebocoran yang bisa terjadi -- dan bisa dihemat. HAE Jalan Arjuna 47 Pepelegi Indah Waru, Sidoarjo Jawa Timur
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini