PENGADILAN Negeri Sekayu, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, pada 29 September lalu telah memutuskan hukuman mati untuk terdakwa Nursam bin Boher, 31 tahun. Terdakwa telah memperkosa dan menyiksa Faizah binti Satar, seorang guru agama, 19 tahun, hingga tewas. Tapi sayang berita ini luput dari liputan media yang berbobot di Jakarta. Agaknya media massa yang berskala nasional lebih tertarik pada Krisis Teluk dan Bank Duta, ketimbang keputusan hakim yang tanggap terhadap gejala krisis sosial yang meresahkan masyarakat dan akhir-akhir ini mendapat reaksi luas, di antaranya kaum wanita (Kowani). Sang korban, pada 1 Desember 1989, hendak bermalam di rumah kakak tertuanya di perkebunan kelapa sawit Betung, sebelum ke Palembang. Turun dari bis umum di simpang jalan menuju perkampungan Village IX Betung, korban menunggu angkutan lain yang memang langka. Sopir truk perkebunan (terdakwa) datang menawarkan jasa. Tapi di perjalanan yang sepi dan mulai gelap, gadis yang malang ini diperkosanya. Walaupun sudah berhasil, Nursam masih belum puas dan berusaha memperkosa lagi. Perlawanan habis-habisan dari korban menjadikan si pelaku lebih beringas. Korban dicekik dan kepalanya dibanting, dan tewas. Mayat disembunyikan di semak-semak dan ditimbun dengan daun, dan baru ditemukan keluarganya dua minggu kemudian dalam keadaan tidak utuh lagi. Bagi kalangan yang resah terhadap kejahatan asusila ini, terutama kaum wanita (Kowani), mereka boleh merasa puas terhadap putusan hakim yang tanggap ini. Tapi rasa puas ini tidak bertahan lama. Sebab, putusan pengadilan tingkat pertama ini akan sulit diperkuat pada tingkat banding atau Mahkamah Agung, kalau terdakwa minta banding atau kasasi. Dalam KUHP, pidana terberat adalah penjara seumur hidup. Jadi, hukuman mati yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Sekayu sulit dipertahankan. Inilah yang meresahkan masyarakat. Sebetulnya, kejahatan perkosaan dapat ditekan dengan menjatuhkan hukuman yang lebih berat dari ancaman yang sudah ada dalam KUHP. Dengan kata lain, undang-undang tersebut harus disempurnakan. Bukankah wakil ibu-ibu banyak duduk di DPR? N. ROESLI, S.H. Jalan H. Domang 21 Kebon Jeruk Jakarta 11550
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini