Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Pukul Rata Fatwa Boikot Produk Korporasi Israel

Fatwa MUI tentang pemboikotan produk yang terafiliasi dengan Israel tidak detail. Bisa mengganggu bisnis perusahaan nasional.

15 November 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Tempo/Kendra Paramita

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LANGKAH Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa boikot terhadap produk korporasi Israel yang bersikap umum bisa menimbulkan persoalan baru. Tanpa perincian yang detail, anjuran boikot bisa melahirkan spekulasi di kalangan masyarakat dan mengganggu aktivitas bisnis perusahaan nasional yang tidak berkaitan secara langsung dengan negara Zionis tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Semestinya fatwa boikot terhadap produk korporasi Israel harus disikapi secara proporsional. Apalagi bukan sikap yang bijak jika menganggap semua korporasi berbau Israel harus diboikot. Sebab, tidak semua orang Israel dan keturunan Yahudi mendukung gerakan Zionis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di Indonesia, ada puluhan korporasi multinasional yang struktur kepemilikan sahamnya terafiliasi dengan orang-orang keturunan Yahudi—kelompok etnis mayoritas di Israel. Mereka mempekerjakan ratusan ribu buruh dan melayani hajat hidup orang banyak, dari barang-barang elektronik, perawatan tubuh, hingga makanan dan minuman.

Menempatkan mereka sebagai target perlawanan bisa berdampak pada ancaman pemutusan hubungan kerja dalam jumlah besar dan hilangnya sumber pemasukan pajak negara. Karena itu, instrumen pemboikotan mesti diperlakukan secara terukur. Jangan sampai gerakan ini bertolak belakang dengan pesan utama untuk menghentikan peperangan.

Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa Nomor 83 Tahun 2003 tentang Hukum Dukungan terhadap Perjuangan Palestina yang diteken pada 8 Oktober lalu. Anjuran itu satu dari tiga rekomendasi MUI selain ajakan menggalang dana dan mendesak pemerintah membantu upaya perdamaian lewat jalur diplomasi.

Di satu sisi, anjuran itu dianggap sebagai strategi politik ekonomi global untuk menghentikan agresi Israel yang telah menewaskan lebih dari 8.800 warga sipil Palestina—sebagian korban adalah anak-anak—di Jalur Gaza sejak 7 Oktober lalu. Perang makin panas setelah Hamas menyerang dan menewaskan 1.400 orang di Israel.

Masalah muncul karena MUI tak memberikan daftar target pemboikotan secara rinci. Akibatnya, isu ini menggelinding tak karuan. Produk lokal, seperti kecap cap Bango, menjadi target lantaran sahamnya dikuasai Unilever. Begitu pun dengan Aqua yang diakuisisi Danone. Danone didirikan oleh Isaac Carasso, warga Prancis keturunan Yahudi.

Fatwa tersebut memakai cara berpikir simplistis yang bisa melahirkan kembali gerakan anti-Semit. Boikot semestinya akan efektif jika langsung mengarah kepada perusahaan yang terbukti menggelontorkan dana untuk mendukung agresi Israel atau memaksa mereka menghentikan represi terhadap karyawan yang mendukung kemerdekaan Palestina.

Starbucks dan McDonald's merupakan dua nama lain yang sering disebut. Perlawanan terhadap Starbucks dipicu oleh sikap manajemen yang menuntut serikat pekerja mereka, Starbucks Workers United, lantaran mencuit soal solidaritas terhadap Palestina. Pada saat yang sama, di Israel, McDonald's membagikan makanan secara gratis kepada tentara Israel.

Merek-merek lain, seperti Puma, Hewlett-Packard, AXA, Siemens, Carrefour, Amazon, dan Caterpillar, yang terpampang dalam daftar pada situs web BDS (Boycott, Divestment, Sanctions)—gerakan boikot internasional pro-Palestina—bisa menjadi pedoman untuk anjuran boikot tersebut. Media asal Qatar, Al Jazeera, menyatakan gerakan BDS berpotensi merugikan Israel Rp 183 triliun per tahun.

Pemerintah perlu mengantisipasi dampak buruk anjuran boikot tersebut dengan meminta MUI merinci jenis produk korporasi Israel yang terbukti mendukung invasi Israel. Tanpa upaya itu, anjuran boikot akan terus bergulir liar dan bisa mengganggu iklim bisnis Tanah Air.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus