Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Berkah dan Masalah Turis Asing di Bali

Serbuan turis asing ke Bali membawa berkah sekaligus masalah. Tegakkan hukum tanpa diskriminasi.

23 April 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RAMAINYA kembali kunjungan turis asing ke Bali setelah pandemi Covid-19 mereda tentu saja merupakan kabar gembira. Menjadi sumber devisa negara, kehadiran turis asing penting untuk menggairahkan kembali pariwisata di Pulau Dewata. Sisi negatif ledakan jumlah tamu asing itu perlu dicarikan solusi yang tepat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kita tahu, selama wabah Covid-19 berkecamuk, industri turisme di Bali mati suri. Angka kunjungan wisatawan merosot hingga lebih dari 90 persen. Pada Desember 2021, kunjungan turis asing malah sempat nihil. Akibatnya, sekitar 2.000 tempat usaha—hotel, penginapan, dan restoran—tutup sementara atau bahkan selamanya. Lebih dari 60 persen pekerja di sektor wisata pun kehilangan mata pencarian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Begitu pandemi mereda, pemerintah sudah sepantasnya habis-habisan mempromosikan kembali Pulau Dewata sebagai destinasi utama di Indonesia. Tidak salah pula pemerintah mempermudah aturan bagi turis asing, termasuk memberlakukan visa on arrival alias pengurusan visa saat tiba di pintu kedatangan. Hasilnya pun positif. Sejak pemberlakuan visa on arrival pada Maret 2022, angka kunjungan turis asing ke Bali terus naik: dari sekitar 50 ribu orang pada April 2022 menjadi di atas 300 ribu orang per bulan pada Maret 2023.

Namun, lazimnya setiap kebijakan, sistem visa on arrival pun memiliki konsekuensi yang tak diharapkan. Karena kemudahan memperoleh dan memperpanjang masa berlaku visa, turis asing yang datang ke Bali tak tersaring. Yang bertandang bukan hanya pelancong berkantong tebal yang hendak bersenang-senang. Di antara turis asing itu, ada juga yang datang dengan bekal pas-pasan untuk mencari “tempat pelarian”. Turis seperti itu biasanya datang dari negara yang dilanda krisis politik atau perang.

Sejak Rusia menginvasi Ukraina pada Februari 2022, Bali kebanjiran turis dari kedua negara itu. Dari Januari hingga April tahun ini, lebih dari 50 ribu turis asal Rusia dan Ukraina datang ke Bali. Selama negaranya belum berdamai, bisa dipahami bila mereka memilih berlama-lama tinggal di Pulau Dewata. Untuk menghemat anggaran, mereka tidak tinggal di hotel, tapi menyewa rumah penduduk. Masalahnya, banyaknya turis yang berlama-lama tinggal di satu tempat tak selalu mendatangkan keuntungan bagi warga lokal. Gesekan yang dipicu persaingan ekonomi dan perbedaan budaya tak terhindarkan.

Demi bertahan hidup, sebagian turis asing bersaing dengan warga setempat untuk mendapatkan pekerjaan. Di Bali, makin banyak turis yang nyambi bekerja sebagai pemandu wisata, pelatih yoga, atau desainer interior. Di media sosial, warga Bali juga kian sering mengeluhkan perilaku turis asing yang ugal-ugalan di jalan. Ada juga turis yang tidak menghormati tempat atau kegiatan masyarakat yang dianggap sakral.

Pemerintah seharusnya mengantisipasi ekses negatif dari membanjirnya turis asing itu jauh-jauh hari. Kalaupun ada turis dari negara tertentu yang melanggar aturan, solusinya adalah penegakan hukum, tak perlu membawa embel-embel kewarganegaraan turis yang melanggarnya. Sebab, hal itu hanya akan menciptakan stereotipe alias anggapan yang keliru terhadap warga negara tertentu. Sikap diskriminatif Gubernur Bali I Wayan Koster yang meminta aturan visa on arrival dikecualikan bagi turis Rusia dan Ukraina layak dikecam.


Baca liputannya:


Untuk mencegah “gesekan” akibat perbedaan nilai budaya, penegakan hukum saja tidak memadai. Perlu usaha yang lebih intensif dan telaten untuk mengenalkan tradisi lokal Bali kepada semua pelancong asing. Kehadiran media sosial seharusnya mempermudah sosialisasi tradisi Bali tanpa hambatan ruang dan waktu. Pada saat yang sama, warga setempat harus memberi contoh. Sebelum menuntut respek dari turis asing, warga lokal harus menunjukkan penghormatan atas semua aturan dan tradisi di Bali.

Dengan penegakan aturan tanpa diskriminasi dan keteladanan warga lokal, serbuan turis asing ke Bali bisa membawa lebih banyak berkah ketimbang masalah.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Artikel ini terbit di edisi cetak dengan judul "Ekses Sosial Turis Bali"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus