Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Untuk orang kaya

Tanggapan pembaca soal uu no 7 tahun 1991 tentang perubahan dan tambahan uu no 7 tahun 1993 tentang pajak penghasilan

24 Juli 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemerintah dan DPR telah bermurah hati kepada orang kaya di Indonesia, yakni dengan menetapkan UU Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan dan Tambahan UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Isinya yang terpenting, pembayaran dividen dari PT anak ke PT induk (holding company) tak dikenai pajak penghasilan (PPh). Sebelumnya, ini dikenai PPh sebesar 35%. Undang-undang itu berlaku bagi pembayaran dividen sejak 1 Januari 1992. Maka, bagi pemegang saham pada PT-PT besar, terbukalah kesempatan untuk menghindarkan ataupun memperkecil jumlah pajak penghasilan yang harus dibayar. Sebagai contoh: Tuan A memiliki saham 100% di sebuah PT. Jika PT itu membayar dividen kepada A dalam suatu tahun, katakanlah, Rp 100 juta, Tuan A harus membayar PPh Rp 35 juta. Untuk menghindarkan PPh, Tuan A mendirikan sebuah PT baru yang 100% sahamnya dikuasi A. Artinya, PT baru itu memegang 100% saham pada PT yang lama. Jika PT lama membayar dividen kepada PT baru sebesar Rp 100 juta, PT baru tak perlu membayar PPh seberapa pun karena sudah dibebaskan berdasarkan UU No. 7 Tahun 1991. Jika PT baru itu, misalnya, hanya membayar dividen sebesar Rp 40 juta kepada Tuan A, Tuan A cukup membayar PPh sebesar Rp 14 juta. Sisa laba, Rp 60 juta, bisa diinvestasikan pada usaha baru oleh PT yang baru. UU No. 7 Tahun 1991 itu memang sengaja ditetapkan untuk melindungi dan mendorong pertumbuhan usaha dan investasi baru di Indonesia. Biasanya, investasi baru itu dilakukan oleh konglomerat yang bekerja dalam grup-grup usaha, dalam bentuk holding company, sehingga mereka makin lama akan makin kuat, besar, dan luas usahanya.Masih untung jika keuntungan yang telah dibebaskan dari PPh itu diinvestasikan kembali di Indonesia. Tapi bisa saja konglomerat itu menanamkan keuntungannya di luar negeri, seperti di Cina, Singapura, Taiwan, atau Jepang.Itu, misalnya, telah dilakukan oleh pemegang saham PT Gudang Garam di Kediri.Semula, pemegang sahamnya adalah perorangan, yakni keluarga Wonowidjojo, antara lain Nyonya Tan Siok Tjien yang menjadi pembayar PPh perorangan terbesar di Indonesia. Sekarang, saham- saham PT Gudang Garam itu telah dibagi-bagi ke dalam delapan PT baru. Tentu, dengan adanya UU No. 7 Tahun 1991, penerimaan pajak penghasilan Direktorat Jenderal Pajak akan merosotdras- tis.Sungguh ironis. Soalnya, sementara target penerimaan pajak untuk setiap tahun anggaran dinaikkan terus-menerus pajak bumi dan bangunan (PBB) naik hingga 3-4 kali dan pajak pertambahan nilai (PPN) objeknya terus-menerus diperluas sehingga beban pajak yang harus dipikul oleh konsumen besarnya 10-25% pajak penghasilan (PPh) bagi orang kaya diturunkan. Walhasil, beban pajak lebih banyak dipikul oleh seluruh rakyat Indonesia ketimbang oleh segolongan pengusaha yang lebih mampu.SUHARSONO HADIKUSUMO Jalan Pejuangan 2 RT 08/10, Kebon Jeruk Jakarta Barat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus