Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Putin dan Orang Kuat Rusia

M. Wahid Supriyadi, mantan Duta Besar RI untuk Federasi Rusia, menjelaskan alasan mengapa Presiden Vladimir Putin sangat berkuasa dan popularitasnya malah naik setelah pecah perang Rusia-Ukraina.

20 April 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Tempo/Kendra Paramita

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Rusia berjaya ketika dipimpin oleh orang kuat dan otoriter.

  • Putin menegakkan demokrasi ala Rusia yang mirip Orde Baru.

  • Mengapa popularitas Putin naik setelah pecah perang Rusia-Ukraina.

M. Wahid Supriyadi
Duta Besar RI untuk Federasi Rusia dan Republik Belarus (2016-2020) serta penerima Diploma of Visiting Professor on International Relations dari Tomsk State University

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Negara-negara Barat mungkin sukar memahami mengapa seorang Vladimir Putin, yang dianggap sebagai diktator, otoriter, pelanggar hak asasi manusia, pembunuh berdarah dingin terhadap lawan politik, antikritik, dan suka membredel media massa, masih sangat populer di kalangan masyarakat Rusia. Bahkan, Levada Center, lembaga riset independen yang dibiayai Amerika Serikat, dalam survei pada Maret lalu, tepat ketika perang Rusia-Ukraina dimulai, menemukan bahwa popularitas Putin meningkat hingga 83 persen. Posisi ini hampir sama ketika Putin mengambil alih Krimea pada 2014. Padahal, pada akhir 2016, popularitas Putin merosot pada titik terendah, yaitu 59 persen, meskipun untuk sebuah negara demokrasi jumlah itu tergolong cukup tinggi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ada beberapa alasan mengapa hal itu terjadi. Pertama, masyarakat Rusia trauma terhadap masa pemerintahan Presiden Yeltsin (1991-1999) yang sangat liberal tapi perekonomiannya merosot dan rakyat sampai antre membeli roti. Di pihak lain, sekelompok kecil kaum oligarki menguasai hampir seluruh perekonomian Rusia.

Putin menjadi penyelamat. Menurut Angus Roxburgh dalam Putin: The Strongman and the Struggle for Russia (2017), di bawah Putin, pada 2006, inflasi turun, dari 20 persen menjadi 9 persen; perekonomian tumbuh 6-7 persen; utang yang mencapai 130 persen dari produk domestik bruto turun menjadi hanya 18 persen; dan bahkan utang Dana Moneter Internasional (IMF) yang sebesar US$ 3,3 miliar dibayar lunas. Menurut Bank Dunia, pendapatan per kapita Rusia mencapai puncaknya pada 2013 dengan US$ 15.974 sebelum akhirnya menurun karena serangkaian krisis menjadi US$ 10.126 pada 2020.

Kedua, sejarah menunjukkan bahwa Rusia berjaya ketika dipimpin oleh seorang pemimpin kuat dan otoriter, seperti Tsar Ivan IV yang Mengerikan pada periode 1547-1584. Ivan dikenal sebagai tsar yang sangat bengis tapi pada zaman itulah wilayah Rusia meluas sampai ke Kesultanan Kazan dan Kesultanan Astrakhan yang Islam. Dua tsar yang fenomenal, Peter yang Agung (1682-1725) dan Catherine yang Agung (1762-1796), merupakan dua pemimpin besar Kerajaan Rusia yang pro-Barat serta mulai mengenalkan nilai-nilai demokrasi tapi akhirnya menjelma diktator ketika mereka mulai mendapat ancaman.

Tsar Nicholas I (1825-1855) memperkenalkan doktrin ideologi Rusia berdasarkan pada ortodoksi, autokrasi, dan kebangsaan yang kemudian diusulkan menjadi kebangsaan resmi oleh Menteri Pendidikan Sergey Uvarov pada 1833. Walaupun pada zaman Rusia modern secara resmi gagasan itu tidak dijadikan ideologi nasional, Putin menganggap "trisila" tersebut masih relevan. Hal ini mengacu pada kenyataan bahwa ketika Rusia dipimpin oleh pemimpin yang lemah, negeri itu kacau, seperti pada masa Tsar Alexander II (1855-1881) yang dikenal sangat "pro-petani". Bagi Putin, Mikhail Gorbachev, tokoh reformasi liberal yang memperkenalkan glasnost (keterbukaan) dan perestroika (restrukturisasi) dalam sistem Uni Soviet, adalah seorang pengkhianat yang menyebabkan Uni Soviet pecah menjadi 15 negara.

Putin, yang pernah bertugas di Jerman Timur sebagai kolonel di KGB, badan intelijen Soviet, menjabat Wakil Wali Kota St. Petersburg untuk urusan Luar Negeri dan Investasi pada masa kepemimpinan Wali Kota Anatoly Sobchak (1991-1996). Ketika Sobchak kalah dalam pemilihan wali kota pada 1996, Putin menyatakan mundur dan tidak mau menjabat posisi yang sama yang ditawarkan oleh wali kota penggantinya, Michael Manevich. Bahkan ketika Sobchack akan diperiksa karena kasus korupsi, Putin-lah yang menyelamatkannya. Hal ini menarik perhatian Presiden Boris Yeltsin, yang segera menarik Putin ke Moskow dan memberi jabatan strategis sebagai Direktur FSB (penerus KGB) pada 1998, perdana menteri (1999), hingga penjabat presiden (1999-2000).

Bagi Yeltsin, Putin adalah tipe orang yang sangat loyal kepada pimpinannya (mikul duwur mendem jero) dan Yeltsin membutuhkannya. Yeltsin mengetahui kondisi kesehatannya semakin menurun sehingga perlu menunjuk penggantinya yang akan melindungi dia dan keluarganya yang dikenal sangat korup. Keputusan presiden yang pertama dikeluarkan oleh Putin sebagai penjabat presiden adalah melindungi presiden dan keluarganya.

Ketika itu Putin belum dikenal secara luas. Keberhasilan Putin menaklukkan Chechnya pada 2009, setelah serangkaian aksi teror yang diduga dilakukan oleh gerilyawan Chechen, membuat pamornya naik. Demikian juga serangkaian kebijaksanaan ekonomi dan pertahanannya yang membuat Rusia kembali diperhitungkan di dunia. Saat ini Rusia memiliki kekuatan militer kedua terkuat di dunia menurut Global Power Index.

Putin juga membangun "demokrasi" yang berakar budaya Rusia, yang dikenal sebagai demokrasi kedaulatan atau demokrasi terpimpin. Putin menolak pemaksaan demokrasi liberal ala Barat. Dalam banyak hal, apa yang dilakukan Putin mirip dengan apa yang dilakukan Presiden Soeharto. Putin merupakan salah satu pendiri partai yang saat ini berkuasa, partai Rusia Bersatu, yang mirip dengan Sekretariat Bersama Golongan Karya yang didirikan Pak Harto. Rusia memiliki tiga partai oposisi besar, yaitu Partai Komunis, Partai Rusia Adil (SRZP), dan Partai Liberal (LDPR). Mirip dengan zaman Orde Baru, tiga partai yang menguasai seperempat kursi parlemen ini lebih berperan sebagai mitra pemerintah daripada oposisi.

Angus Roxburgh menulis bahwa Putin adalah demokrat yang tidak percaya pada demokrasi. Dia adalah orang Barat tapi pengetahuannya tentang Barat cacat dan terbatas. Dia juga percaya pada pasar bebas tapi pandangannya dibentuk oleh paham komunis lama. Dengan kondisi saat ini, apa pun upaya Barat untuk menyingkirkan Putin tampaknya tidak akan berhasil.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus